149. KEMULIAAN DAN KEHORMATAN
YANG DIPULIHKAN
_____________________________________________________
Ini adalah
episode ke-4 dari seri Kehidupan Kristiani yang dibagikan oleh Pdt. Kristyono
Sarjono sabat yang lalu.
Di dalam Kitab Kejadian 2:25
dikatakan demikian: “Dan mereka keduanya…”
yaitu Adam dan Hawa, “…telanjang, laki-laki itu dan isterinya, dan
tidak merasa malu.”
Adam
dan Hawa dalam keadaan telanjang, tetapi mereka tidak merasa malu. Mengapa?
Karena pada saat itu mereka masih murni, tidak
berdosa, suci, taat kepada Tuhan, dan oleh karenanya, mereka masih dimahkotai dengan kemuliaan dan kehormatan,
maka mereka tidak merasa malu.
Pada
waktu Adam dan Hawa diciptakan, mereka itu diciptakan sebagai manusia yang
sempurna. Menurut Kejadian 1:26 manusia
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, artinya memiliki keserupaan dengan
Allah. Allah tentunya sempurna, bukan? Maka manusia
yang diciptakan serupa dengan Allah ini pun juga sempurna di dalam
kemanusiaannya, sebagaimana Allah itu sempurna di dalam
keilahiannya.
Mazmur pasal 8
memberikan penjelasan yang lebih lengkap.
8:4 apalah
manusia, sehingga Engkau mempedulikannya? Dan anak
manusia, sehingga Engkau mendatanginya?
8:5 Karena Engkau telah membuatnya sedikit lebih rendah daripada Allah, dan Engkau telah memahkotainya dengan
kemuliaan dan kehormatan.
8:6 Engkau membuat dia berkuasa atas buatan
tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:
Alkitab
terjemahan bahasa Inggris, baik KJV, NKJV, maupun NIV, menerjemahkan ayat 5
“Karena Engkau telah membuatnya sedikit lebih rendah daripada malaikat…”
Kata yang diterjemahkan “malaikat” di situ adalah אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym] jadi
sebetulnya bukan “malaikat” tetapi lebih tepat “Allah” (bentuk jamak) seperti
terjemahan di atas.
Terjemahan
Alkitab bahasa Indonesia LAI demikian:
8:5 Namun
Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.
Yang
penting, terjemahan versi mana pun mengatakan manusia itu
makhluk yang mulia, apakah dia sedikit lebih rendah daripada
malaikat atau sedikit lebih rendah daripada Allah, manusia itu diciptakan mulia,
jelas bukan hasil procotan monyet seperti yang didebat
oleh orang-orang Evolusionist.
Perhatikan
keterangan berikutnya. Dikatakan bahwa MANUSIA ITU DIMAHKOTAI DENGAN
KEMULIAAN DAN KEHORMATAN. Jadi Adam dan Hawa pada waktu diciptakan
Tuhan itu dimahkotai dengan kemuliaan dan kehormatan. Mulia. Terhormat.
Siapa
yang memahkotai manusia dengan kemuliaan dan kehormatan? TUHAN. Jadi bukan
manusia sendiri yang bisa menumbuhkan kemuliaan dan kehormatannya sendiri.
Kemuliaan
dan kehormatan itu milik siapa? Milik TUHAN.
Tuhan memberikan kepada
manusia KEMULIAAN dan KEHORMATAN yang berasal dari Tuhan.
Karena
itu walaupun Adam dan Hawa telanjang, artinya mereka tidak mengenakan pakaian,
tapi mereka tidak merasa malu. Mengapa? Karena kemuliaan dan
kehormatan Tuhan-lah yang menjadi pakaian mereka.
Lalu
dikatakan bahwa manusia itu dijadikan oleh Tuhan sebagai penguasa
segala ciptaan Tuhan yang lain di dunia ini, semua ciptaan yang lain
diletakkan Tuhan di bawah kaki manusia.
Mazmur 8:6-9
6 Engkau membuat dia (= manusia) berkuasa atas buatan tangan-Mu, segala-galanya telah Kauletakkan di
bawah kakinya. 7 Kambing domba dan lembu sapi sekalian, dan binatang-binatang di padang; 8 burung-burung di udara
dan ikan-ikan di laut, apa pun yang
melintasi arus lautan. 9 Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya
nama-Mu di seluruh bumi!
Jadi
kita lihat bahwa pada awal diciptakan, selagi
manusia itu suci, semua ciptaan yang lain di dunia ini tunduk kepada
manusia, mengakui kepemimpinan
manusia atas mereka. Karena manusia dimahkotai dengan kemuliaan dan kehormatan
Tuhan.
Apa yang
tersisa sekarang? Manusia bukan lagi pemimpin dunia ini.
Sebagian besar makhluk yang lain sudah mengalahkan manusia. Manusia bukan lagi
tuan di atas planet bumi ini. Manusia sudah dikalahkan oleh
binatang-binatang buas, tidak usah yang besar-besar amat, dengan yang
ukuran medium saja misalnya serigala, manusia sudah kalah. Apalagi yang lebih
besar seperti harimau atau beruang. Bayangkan di taman Eden Adam hidup bersama
binatang-binatang besar (yang kerangka dan fosilnya masih ditemukan seperti
saber tooth, mammoth, dinosaurus, dll.) dan semua hidup tunduk kepada Adam.
Adam yang memberi mereka nama. Sekarang manusia sudah bukan tandingan mereka.
Bagaimana dengan makhluk-makhluk yang kecil? Wah, manusia juga sudah dikalahkan oleh mereka. Misalnya semut. Pernah
dengar marabunta? Momok itu bagi manusia. Bayangkan kalau manusia dikroyok oleh
satu koloni tikus. Atau yang lebih kecil lagi, misalnya kalajengking. Tidak
usah banyak-banyak, satu saja kalau itu menggigit kita, sudah kita keracunan.
Malah ada sejenis laba-laba yang racunnya akan segera mematikan mangsanya. Manusia
kalah. Bahkan oleh organ hidup yang sangat kecil pun manusia kalah: bakteri,
kuman, virus. Kita lihat di rumah-rumah sakit, manusia yang besar-besar gagah
perkasa, mati kena virus, kuman, bakteri.
Manusia
bukan lagi tuan yang memerintah makhluk ciptaan lain di dunia ini.
Di mana kekuasaan manusia? Lenyap.
Kenapa
lenyap?
Karena
kemuliaan dan kehormatan yang diberikan Tuhan kepadanya juga sudah lenyap.
DOSA
MELENYAPKAN KEMULIAAN DAN KEHORMATAN MANUSIA.
Roma 3:23
karena semua orang telah
berbuat dosa dan gagal
mencapai kemuliaan
Allah.
Jelas
sekali ditulis di atas bahwa karena berbuat dosa, maka manusia telah kehilangan
kemuliaan Allah.
Itulah
yang dialami Adam dan Hawa, segera setelah mereka berbuat dosa, kemuliaan dan kehormatan Allah yang tadinya
menutupi mereka, lenyap, dan untuk pertama kalinya mereka menyadari bahwa mereka
telanjang bulat.
Dan
mereka malu.
Ada
pelajaran yang perlu kita tarik dari cerita ini. Nenek-moyang kita merasa malu
dengan keadaan mereka yang telanjang bulat. Hari ini manusia
sudah sedemikian merosot akhlaknya sehingga kondisi mendekati setengah
telanjang atau bahkan nyaris telanjang pun, tidak lagi menimbulkan perasaan
malu! Ada kamp-kamp nudis di mana semua orang bersliweran ke sana
kemari dalam kondisi bugil. Ada acara bersepeda berombongan dalam kondisi
bugil. Dan ini diikuti oleh segala usia dan segala lapisan masyarakat, bukan
oleh artis-artis porno, tetapi diikuti anak-anak, bapak-bapak, ibu-ibu, bahkan yang sudah
berusia manula pun ikut. Telanjang bulat! Seandainya Adam dan Hawa tahu apa
yang terjadi pada anak cucunya sekarang ini, kira-kira mereka langsung pingsan.
Kembali
ke Adam dan Hawa,
Kejadian 3:7 berkata,
Maka terbukalah mata
mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun-daun pohon ara dan membuat penutup bagi diri mereka
sendiri.
Karena
malu, mereka berusaha membuat penutup tubuh dari daun pohon ara. Daun pohon ara
itu kecil-kecil. Betapa sulitnya membuat penutup dari daun pohon ara.
Manusia
berupaya menutupi malunya. Manusia berupaya menyelamatkan dirinya dari kondisi malu.
Berhasil?
Tidak. Daun ara itu bukan bahan penutup yang memadai. Daun mudah robek. Kalau
nanti dia kering, dia akan hancur. Maka segala upaya manusia sendiri untuk mengembalikan
kemuliaan dan kehormatannya adalah sia-sia.
Dapatkah
manusia menyelamatkan dirinya dengan upayanya sendiri? Tidak.
Jadi sejak awal, Tuhan sudah dengan
sangat jelas menyatakan bahwa manusia tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri,
ü tidak
dengan perbuatan amal,
ü tidak
dengan darma,
ü tidak
dengan menjadi pertapa,
ü tidak
dengan apa pun.
Jadi karena manusia tidak bisa
menyelamatkan dirinya sendiri dari kejatuhannya dalam dosa, apa yang dilakukan
Tuhan?
Kejadian 3:21
juga bagi Adam dan istrinya, TUHAN Allah membuatkan
pakaian dari kulit binatang dan mengenakannya kepada mereka.
Tuhan harus turun tangan
untuk menyelamatkan manusia,
untuk melepaskan manusia dari kondisi kejatuhannya dalam dosa. Ada ayat yang
sangat terkenal yang dihafal semua orang Kristen tentang hal ini, itu adalah:
Efesus 2:8
Sebab oleh kasih karunia kamu diselamatkan melalui iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.
Siapa yang menyelamatkan? Tuhan yang
menyelamatkan.
Tuhan
membuat pakaian dari kulit binatang untuk Adam dan Hawa.
Tuhan
yang memulihkan kemuliaan dan kehormatan kepada manusia yang sudah jatuh dalam
dosa.
Tetapi, supaya ada
kulit yang bisa dijadikan pakaian bagi manusia, binatang yang memiliki kulit
itu harus apa? HARUS DIBUNUH, HARUS MENJADI KORBAN.
Apakah
binatang yang kulitnya diambil menjadi pakaian manusia itu berbuat dosa? Tidak.
Siapa yang
berbuat dosa? Adam dan Hawa.
Siapa yang mati? Binatang
yang kulitnya dipakai untuk menutupi
ketelanjangan Adam dan Hawa. Binatang yang kulitnya dipakai untuk menghilangkan
rasa malu Adam dan Hawa. Binatang yang kulitnya dipakai untuk memulihkan
kemuliaan dan kehormatan Adam dan Hawa.
Inilah
kematian yang pertama terjadi di Taman Firdaus. Binatang yang tidak berdosa, harus mati supaya kulitnya
bisa dipakai untuk menutupi rasa malu Adam dan Hawa.
Dengan
dosa yang dilakukan Adam dan Hawa, maka semua makhluk yang tadinya
diciptakan Tuhan memiliki hidup yang kekal, dunia yang diciptakan kekal tidak
mengenal kematian, sekarang tidak lagi bisa hidup kekal. Dosa sudah masuk
ke dalam dunia ini. Dan bersama dengan dosa masuk pula apa? Kematian! Karena:
Roma 6:23
Upah dosa ialah maut…
Kematian
telah masuk ke dalam dunia ini, dan kematian akan mengklaim setiap nyawa yang
hidup.
Dan
korban dosa yang pertama adalah binatang yang dibunuh untuk diambil kulitnya
bagi pakaian Adam dan Hawa. Bukan Adam dan Hawa yang pertama menjadi mangsa
kematian, tetapi binatang yang tidak berdosa itu.
Apa yang
kita sadari dari peristiwa ini?
PADA SAAT ADAM DAN HAWA BERDOSA, YANG
MATI ADALAH DOMBA ALLAH! Itulah sebabnya Domba Allah ini
dikatakan, “telah
disembelih sejak penciptaan dunia direncanakan.”
Wahyu 13:8
Dan semua orang yang diam
di atas bumi akan menyembahnya, yaitu setiap orang yang namanya tidak tertulis
di dalam kitab kehidupan Sang
Domba, yang telah disembelih dari fondasi dunia.
KJV
memakai istilah “from
the foundation of the world”, yang artinya pada saat fondasi
dunia dibuat. Fondasi dunia itu apa? Sesungguhnya itu rencana Tuhan untuk membuat dunia. Jadi, ungkapan “from the
foundation of the world” itu
terjemahannya sebenarnya ialah “sejak penciptaan dunia direncanakan”. Jadi dunia
masih belum diciptakan pada waktu itu, masih dalam rencana akan diciptakan.
LAI di
beberapa ayatnya (Matius 13:35, 25:34, Lukas 11:50, Ibrani 4:3, Wahyu 17:8,
dll.) menerjemahkan ungkapan itu “sejak dunia dijadikan”, itu kurang tepat,
karena yang dimaksud “from the foundation of the world” adalah SEBELUM DUNIA DIJADIKAN, SAAT
PENCIPTAAN DUNIA MASIH DIRENCANAKAN.
Selain itu LAI membuat kesalahan
terjemahan yang fatal untuk Wahyu 13:8. Coba kita lihat terjemahan LAI.
Dan semua orang yang diam
di atas bumi akan menyembahnya, yaitu setiap
orang yang namanya tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab
kehidupan dari Anak Domba, yang telah disembelih.
Bisa melihat perbedaan yang sangat besar dalam arti ayat ini? LAI bicara
tentang “orang yang namanya
tidak tertulis sejak dunia dijadikan”. Jadi
ini bicara tentang “nama orang” yang tidak tertulis sejak dunia dijadikan.
Padahal naskah aslinya itu “Sang Domba, yang telah disembelih dari fondasi dunia” jadi bukan nama-nama manusia.
Karena penerjemahan yang salah, maka
pengertiannya bisa sangat melenceng. Karena itu kita harus selalu membandingkan
ayat-ayat di LAI dengan KJV dan terjemahan-terjemahan yang lain.
Binatang yang pertama dikurbankan untuk memulihkan kemuliaan dan kehormatan Adam dan Hawa, itu MELAMBANGKAN KRISTUS, yang sebelum dunia dijadikan, saat penciptaan dunia masih direncanakan. Kristus telah berjanji menjadi jaminan yang nanti akan memulihkan kemuliaan dan kehormatan semua manusia yang pernah hidup. Kristus sudah bersedia mati menggantikan manusia jika setelah diciptakan nanti manusia jatuh dalam dosa. Jadi ketika membuat rencana untuk menciptakan bumi ini, Allah sudah menyediakan jalan untuk menyelamatkan manusia jika nanti manusia jatuh dalam dosa.
- Sebagaimana binatang yang dibunuh untuk Adam dan Hawa itu tidak berdosa, begitu pula Kristus tidak berdosa.
- Sebagaimana binatang yang tidak berdosa itu harus mati gara-gara dosa yang dibuat Adam dan Hawa, demikian pula Kristus harus mati menanggung akibat dosa yang dibuat setiap manusia yang pernah hidup.
- Sebagaimana binatang itu harus mati supaya Adam dan Hawa boleh hidup, demikianlah Kristus harus mati supaya kita boleh hidup di dunia yang kekal kelak.
Mengapa?
Mengapa Tuhan tidak membiarkan Adam dan Hawa mati saja? Apakah Tuhan tidak bisa
menciptakan manusia yang lain lagi sebagai penggantinya? Kalau Tuhan mau, pasti
bisa, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Tetapi Tuhan tidak membiarkan Adam
dan Hawa mati. Tuhan tidak membiarkan kita mati. Inilah mengapa:
Yohanes 3:16
Karena begitu besar kasih Allah akan
dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang
tunggal, supaya setiap orang yang percaya di dalam Dia tidak binasa, melainkan
beroleh hidup yang kekal.
Ketika Tuhan
Yesus hidup di dunia, Dia menggambarkan cinta Tuhan ini dengan suatu
perumpamaan yang sangat menyentuh, yaitu cerita tentang kembalinya seorang anak
yang hilang.
Kita
tentunya sudah sangat mengenal cerita yang tertulis di Lukas
15:11-24
15:11 Dan
Yesus berkata, ‘Ada seseorang mempunyai dua
anak laki-laki.
15:12 Dan yang bungsu dari
keduanya berkata kepada ayahnya, ‘Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta
yang jatuh padaku.’ Dan ayahnya membagi-bagikan penghidupannya
kepada mereka.
15:13 Dan tidak lama kemudian anak bungsu itu mengumpulkan semuanya, dan pergi ke negeri yang
jauh, dan di sana ia memboroskan hartanya dengan hidup
berfoya-foya.
15:14 Dan ketika dia telah menghabiskan semuanya,
timbullah bencana kelaparan besar di negeri
itu dan ia pun mulai kekurangan.
15:15 Dan ia pergi dan bekerja pada seorang penduduk negeri itu. Dan orang itu menyuruhnya ke ladang untuk memberi makan babinya.
15:16 Dan ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang
menjadi makanan babi itu, tetapi
tidak seorang pun yang memberikan kepadanya.
15:17 Dan ketika ia menyadari keadaannya, ia berkata, ‘Betapa banyaknya orang upahan
bapaku punya makanan cukup bahkan berlebihan,
dan aku di sini mati kelaparan.
15:18 Aku akan
bangkit dan pergi kepada bapaku dan aku akan berkata
kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,
15:19 dan tidak layak lagi disebut anak bapa;
jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
15:20 Maka bangkitlah
ia dan pergi kepada bapanya…
Kisah ini kita simpulkan dalam beberapa langkah singkat:
- Seorang anak bungsu minta bagian warisan selagi ayahnya masih hidup. Ini menurut tradisi ketimuran pada zaman itu adalah perbuatan yang sangat tidak pantas, dan yang melakukannya itu dianggap anak yang kurangajar dan memberontak kepada orangtuanya, yang bisa diberi hukuman dirajam.
- Setelah memperoleh bagiannya, anak bungsu itu menjual semua warisannya. Padahal warisan itu adalah sesuatu yang mengandung nilai keluarga yang tinggi, dan biasanya disayangi dan diwariskan turun-temurun. Tapi si bungsu ini tidak menghargai nilai keluarga itu dan menjual semuanya. Dengan perbuatan itu sebenarnya dia menyatakan bahwa dia sudah tidak menghargai hak warisnya, sudah tidak menghargai keluarganya, atau memutuskan hubungan dengan keluarganya.
- Setelah hartanya habis, si bungsu ini terpuruk sampai makanan babi pun dia siap memakannya, tapi tidak ada yang memberinya.
- Kondisinya itu membuat dia ingat rumahnya dan ayahnya, dan dia menyesal.
- Dan dia pulang.
Semua
manusia telah berbuat dosa, tidak ada yang tidak pernah berbuat dosa. Dan dosa
apa pun yang dilakukan manusia itu, menyedihkan hati Tuhan karena dosa adalah
pemberontakan terhadap Tuhan.
Tetapi
Tuhan tidak melarang kita membuat pilihan. Karena berbuat dosa itu adalah
pilihan. Pilihan kita sendiri. Tuhan memberi kita kebebasan untuk membuat
pilihan. Tuhan akan berdebat (bergumul) dengan kita, Tuhan akan berusaha
menyadarkan kita, tetapi jika pada akhirnya kita memilih untuk tetap berbuat
dosa, Tuhan tidak akan menghalangi kita. Sebagaimana ayah si anak bungsu itu
tentunya tadinya berusaha menasihatinya untuk tidak pergi, tetapi karena si
bungsu bersikeras mau pergi, maka ayahnya memberi dia kebebasan untuk pergi. Tuhan
mengizinkan kita berbuat dosa jika itu memang pilihan kita.
Maka
kita hilang tenggelam dalam dosa-dosa kita. Untuk sementara waktu sebagaimana
si bungsu itu menikmati
dosa-dosanya, kita juga. Tetapi segala sesuatu itu ada
akibatnya, ada harga yang harus dibayar. Setelah habis masa manisnya dosa,
muncullah saat untuk membayar tagihannya. Setan sekarang datang menagih utang.
Biasanya harga yang harus kita bayar itu mahal. Dengan kesehatan kita, dengan
kegagalan kita, dengan keterpurukan kita, malah bisa juga dengan keselamatan
kita, jika kita terlambat sadar.
Anak
yang bungsu ini beruntung karena dia masih sempat sadar. Kesadaran harus diikuti oleh langkah apa?
Penyesalan.
Menyesali apa yang telah dilakukannya yang mengakibatkan dia berada di posisi
di mana dia berada sekarang.
Penyesalan
diikuti oleh apa? Pertobatan, tekad untuk tidak berbuat dosa lagi. Pulang
kepada bapanya.
Pertobatan
diikuti oleh apa? Permohonan pengampunan dosa dengan kerendahan hati. Tidak
lagi menuntut haknya sebagai anak, tetapi memohon kemurahan bapanya, siap
dijadikan orang upahan saja, asalkan dibolehkan berada di sana.
Ini yang
namanya PULANG KE RUMAH BAPA.
Menyadari
kesalahannya - menyesal – bertobat – minta ampun.
Dan
bagaimana respon ayahnya?
15:20 … Ketika ia
masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas
kasihan, dan berlari, dan merangkulnya dan mencium
dia.
15:21 Dan kata
anak itu kepadanya, ‘Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan di pemandanganmu, dan tidak layak lagi disebut
anak bapa.’
15:22 Tetapi ayah itu
berkata kepada hamba-hambanya, ‘Bawa kemari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu
kepadanya, dan kenakanlah cincin pada jarinya, dan sepatu pada kakinya.
15:23 Dan bawalah kemari anak lembu tambun itu, dan sembelihlah dia, dan marilah kita makan dan
bersukacita.
15:24 Sebab ini,
anakku telah mati dan hidup kembali, ia telah hilang dan ditemukan kembali.’ Dan mereka mulai bersukaria.
Sangat
berbeda dengan respons kita, bila ada orang yang mengakui kesalahannya dan
minta maaf kepada kita.
Biasanya
kita langsung berkata sambil menggoyang-goyangkan telunjuk, “Makanya,
dikasitahu tidak percaya!” Lalu diikuti serentetan khotbah panjang yang
mematahkan semangat yang mendengarnya. Masih bagus kalau akhirnya dimaafkan dan
diterima lagi, tidak seperti begini:
“Wah, tiada maaf bagimu! Sudah menyakiti hatiku kok enak sekarang cuma
bilang minta maaf! Tidak sudi!”
Ternyata
Tuhan yang Khalik alam semesta, Raja segala raja, yang Empunya seluruh jagad
raya itu jauh lebih murah hati kepada manusia daripada kita,
makhluk ciptaan yang sama-sama orang berdosanya.
Yesus
menggambarkan respons si ayah itu dengan begitu menyentuh.
Ketika
si anak bungsu itu masih jauh, ayahnya sudah melihatnya. Berarti si ayah ini
memang setiap hari menunggu kepulangan anak bungsunya ini. Setiap hari si ayah
memandang ke kejauhan, berharap semoga hari ini anaknya pulang. Itulah Bapa kita yang di Surga. Setiap
menit, setiap jam, setiap hari mengharapkan anakNya yang hilang, pulang.
Dan
begitu melihatnya, apa yang dilakukan si ayah? Ya sudah, nanti disambut kalau
dia sudah sampai di depan pintu saja, toh dia sedang berjalan kemari, begitu?
Tidak! Si ayah ini berlari untuk mendapatkan anaknya, dan
merangkulnya, dan menciumnya.
Kita mungkin
mengira, oh, ini menyatakan bahwa si ayah itu tidak sabar bertemu kembali
dengan anaknya. Betul, si ayah memang sudah tidak sabar bertemu dengan anaknya
lagi, tetapi ada alasan yang lebih mengerikan daripada itu.
Mari
kita baca di Ulangan 21:18-21
21:18 Apabila seseorang mempunyai anak laki-laki
yang keras kepala dan membangkang, yang
tidak mau mematuhi perkataan ayahnya, dan perkataan ibunya, dan bahwa walaupun mereka telah menghajar
dia, tidak mau mendengarkan mereka,
21:19 maka haruslah
ayahnya dan ibunya mencekalnya dan membawa
dia keluar kepada para tua-tua kotanya dan ke
pintu gerbang tempat kediamannya,
21:20 dan mereka harus berkata kepada para tua-tua
kotanya: Anak kami ini keras kepala dan
membangkang, ia tidak mau mematuhi perkataan
kami, ia seorang yang rakus dan pemabuk.
21:21 Dan semua orang dari kotanya harus melempari dia dengan batu, sehingga ia mati. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari
tengah-tengahmu; dan seluruh orang Israel akan mendengar dan menjadi takut.
Jadi, menurut hukum Taurat, anak yang keras kepala,
membangkang, tidak menurut orangtuanya, itu hukumannya dilempari batu sampai
mati!
Anak-anak
zaman sekarang ini sangat beruntung. Berani melawan orangtua tidak
diapa-apakan, memaki, memukul, malah ada yang sampai membunuh orangtuanya.
Sedangkan orangtua terkadang mereka yang takut kepada anak mereka, tidak berani
membuka mulut walaupun tidak diperhatikan oleh anak-anak mereka.
Tapi untuk umat Tuhan, bangsa pilihan
Tuhan, Tuhan menerapkan peraturan yang keras! Karena anak yang
melawan orangtua, itu melanggar Hukum Tuhan, Perintah yang ke-5, jadi anak itu
bukan saja melawan orangtuanya, tetapi berarti dia juga melawan Tuhan! Dan melawan Tuhan, bagi bangsa
pilihan Tuhan, hukumannya adalah mati.
Kalau
sekarang itu pasti diprotes gerakan HAM.
Mengapa
Tuhan membuat peraturan yang sedemikian kerasnya?
Karena bangsa pilihan Tuhan itu harus istimewa! Harus berbeda dari
bangsa-bangsa yang lain, yang tidak mengenal Tuhan. Mereka harus
menjadi teladan bagi bangsa-bangsa yang lain. Mereka adalah umat Allah sendiri,
kalau mereka bobrok kan memalukan Tuhan. Jadi, anak yang melawan orangtua, itu
hukumannya dilempari batu sampai mati!
Apa anak
yang bungsu ini masuk kategori anak keras kepala yang membangkang dan tidak
menurut orangtuanya? Iya! Bukan saja dia melawan orangtua, dia berani melanggar
perintah Tuhan juga! Berarti anak ini patut dilempari batu sampai mati.
Itulah
sebabnya ketika melihatnya masih jauh ayahnya sudah berlari keluar untuk
memeluknya. Supaya jika ada
yang melemparinya dengan batu, ayahnya yang melindunginya. Ayahnya yang pasang
badan untuknya. Batu-batu yang akan dilemparkan akan mengenai
ayahnya dulu. Dengan demikian ayahnya berharap si anak bungsu bisa diselamatkan
dari kematian.
Dengan
demikian, Yesus menyampaikan betapa besarnya kasih Allah kepada kita. Walaupun
kita sudah berdosa, sudah menyakiti hati Allah, sudah meninggalkan Allah, tapi bila kita pulang, Allah akan
menerima kita dan melindungi kita dengan kasih karuniaNya.
Ayahnya
tidak memarahi anak bungsu itu. Tidak berkata, “Ngapain kamu pulang? Sudah
habis jadi kere baru inget pulang heh?”
Tidak.
Begitu anaknya mengakui dosanya, ayahnya sudah tidak menyinggung soal dosa anak
itu lagi.
Lihat
apa yang ditulis nabi Mikha.
Mikha 7:18-19
Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang tidak mengingat pelanggaran dari umat-Nya yang sisa? Dia tidak selamanya
mempertahankan murka-Nya karena Dia menyukai belas kasihan. Dia akan
berbalik, Dia akan kembali menyayangi kita, Dia
akan melampaui kesalahan-kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke
dalam tubir-tubir laut.
Sekali
lagi Yesus memberikan jaminan kepada anak-anak yang “pulang”, bahwa Allah Bapa
yang telah mengampuni dosa-dosa mereka, tidak akan mengungkit-ungkitnya lagi,
dan semua dosa kita itu dibuang ke tubir-tubir laut.
Itulah
mengapa begitu
si anak bungsu itu mengakui bahwa dia telah berdosa terhadap Surga dan terhadap ayahnya, ayahnya
cepat-cepat menyuruh hamba-hambanya untuk membawakan jubah, cincin, sepatu, dan
menyembelih lembu untuk merayakan kembalinya anaknya yang hilang. Ayahnya segera
memulihkan status anak yang hilang ini, kembali menjadi anaknya,
dengan kata lain, ayahnya memulihkan kemuliaan dan kehormatan anaknya itu.
Itulah Allah Bapa kita. Kita yang telah hilang tenggelam dalam dosa, jika kita menyesal dan kita
pulang, dan mengakui dosa-dosa kita, maka Bapa kita yang di Surga akan mengampuni
dan memulihkan kemuliaan dan kehormatan kita.
Kita
tidak lagi telanjang bugil, tanpa kemuliaan, tanpa kehormatan, tetapi oleh
kasih karunia Allah, kita dipulihkan.
Dosa-dosa
kita diampuni. Kita mendapat jubah Kristus, kita dibenarkan oleh kebenaran
Kristus.
Mazmur 103 adalah mazmur yang sangat indah.
103:8 TUHAN adalah
penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia.
103:9 Dia tidak akan selalu menuduh, dan tidak selamanya Dia
akan mendendam.
103:10 Dia tidak memperlakukan kita setimpal dengan
dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita,
103:11 karena setinggi langit di atas bumi, demikian
besarnya kasih setia-Nya bagi orang-orang
yang takut akan Dia;
103:12 sejauh timur
dari barat, demikian dijauhkan-Nya pelanggaran-pelanggaran
kita dari kita.
103:13 Seperti seorang bapa
yang sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang
yang takut akan Dia.
103:14 Sebab Dia
sendiri tahu kita terbuat dari apa, Dia
ingat, bahwa kita ini debu.
103:15 Adapun manusia,
hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga;
103:16 apabila angin
melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengingatnya lagi.
103:17 Tetapi kasih
setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya ada bersama orang-orang yang takut akan Dia, dan keadilan-Nya bagi
anak cucu mereka,
103:18 dan bagi
orang-orang yang berpegang pada perjanjian-Nya dan yang ingat untuk melakukan perintah-perintah-Nya.
Bukankah
sekarang sudah waktunya kita
“pulang”? Meninggalkan dosa-dosa dan
pelanggaran-pelanggaran kita, mengangkat kaki kita dan berjalan pulang ke Bapa
kita yang mahamurah?
Dosa itu
tidak harus membunuh orang, tidak harus menipu uang orang, tidak harus
berzinah, tidak harus mabuk-mabukan atau menggunakan narkoba, tidak harus
menjalani kehidupan gay/lesbian, tidak harus mengabaikan hari Sabat, tidak
harus lalai mengembalikan persepuluhan, menelantarkan orangtua, tidak akur dengan
saudara. Dosa itu bisa dalam bentuk-bentuk yang
tidak terlalu tampak seperti misalnya, makan daging yang diharamkan Tuhan,
merokok, berbohong, dan urusan sehari-hari yang sepertinya sepele.
Tetapi semua pelanggaran hukum Tuhan itu namanya dosa. Bagi Tuhan tidak ada
dosa yang kecil atau dosa yang besar. Asal melanggar peraturan dan hukum Tuhan,
itu namanya dosa.
Lihat di
1 Yohanes 3:4:
Siapa
yang berbuat dosa, juga melanggar hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.
Di mata
Tuhan:
Membunuh
orang tidak lebih berdosa daripada berbohong.
Berzinah
tidak lebih berdosa daripada makan daging haram.
Dan
hukuman dosa itu cuma satu.
Roma 6:23
Upah dosa ialah maut...
Maut.
Mati kekal. Mati kekal itu cuma satu, tidak ada mati kekal full, atau mati kekal ½ atau mati kekal ¼. Jadi hukuman dosa itu
sama.
Mengapa
kita mau dihukum?
Tidakkah
lebih baik kita pulang ke Bapa
kita yang maha pengampun?
Bapa
kita yang di Surga menantikan kepulangan kita, supaya Dia boleh mengampuni
dosa-dosa kita dan tidak mengingatnya lagi, supaya Dia boleh mengembalikan
kemuliaan dan kehormatan kita sebagai anakNya. Supaya kita tidak tetap dalam
ketelanjangan kita, supaya kita tidak tinggal terus dalam perasaan malu kita.
Suatu
renungan bagi kita semua.
15
08 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar