Minggu, 15 Januari 2017

178. DAUD DAN ROTI SAJIAN


178.  DAUD DAN ROTI SAJIAN

_________________________________________________________

 

 

Rata-rata orang Kristen mengenal perikop yang terdapat di Matius 12:1-8, Markus 2:23-28 dan juga di Lukas 6:1-5 ini. Marilah kita ambil dari kitab Markus.

 

Markus 2:23-28

2:23         Pada suatu kali, Yesus berjalan melewati ladang jagung pada hari Sabat, dan sementara mereka berjalan, murid-murid-Nya mulai memetik ontong-ontong jagung

2:24         Dan orang-orang Farisi berkata kepada-Nya, ‘Lihat! Mengapa mereka pada hari Sabat berbuat apa yang tidak menurut Hukum?’

2:25         Dan Dia berkata kepada mereka,  ‘Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia membutuhkan dan kelaparan, dia dan mereka yang mengikutinya?

2:26         bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah di zaman Imam Besar Abyatar, dan makan roti sajian, yang menurut Hukum tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam, dan memberikannya juga kepada mereka yang bersamanya?

2:27         Dan Yesus berkata kepada mereka,  ‘Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat,

2:28         jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.’

 

Perikop ini sering dipakai orang Kristen sebagai alasan mereka untuk tidak memelihara kekudusan hari Sabat. Mereka berkata ini buktinya murid-murid Yesus tidak memelihara hari Sabat, dan itu dibenarkan oleh Yesus. Apalagi Yesus mengatakan bahwa hari Sabat dibuat untuk manusia, jadi untuk kebaikan manusia. Bila itu tidak menjadi kebaikan manusia, maka itu sudah tidak usah dilakukan. Dan Dialah Tuan atas hari Sabat, jadi Dia lebih berkuasa daripada hari Sabat, maka pengikut-pengikutNya juga sudah tidak usah tunduk lagi kepada Hukum Sabat.

Apalagi di perikop ini tercatat Yesus bercerita tentang raja Daud yang makan roti sajian yang hanya boleh dimakan oleh para imam (ay. 25, 26). Dengan demikian seolah-olah ayat-ayat ini membenarkan bahwa kalau ada alasan (Daud dan pengikut-pengikutnya lapar), maka apa yang dilarang oleh Hukum, menjadi diperbolehkan; yang dosa menjadi bukan dosa.

Dan karena Yesus memakai insiden Daud makan roti sajian itu untuk membahas tentang hari Sabat, maka orang Kristen berasumsi sendiri bahwa tidak memelihara kekudusan hari Sabat jatuh dalam kategori yang sama dengan Daud makan roti sajian. Jadi karena Daud diperolehkan makan roti sajian yang semestinya hanya hak para imam, maka orang Kristen juga diperbolehkan tidak memelihara kekudusan hari Sabat, yang menurut mereka adalah bagian orang Yahudi.

 

Tetapi apakah begitu yang dimaksud oleh Alkitab? Apakah itu yang dikatakan Yesus?

 

Hari ini Pdt. Kristiyono yang berkhotbah tentang roti sajian, memberikan penjelasan yang membuka mata kita.

Ternyata Tuhan itu tidak plin-plan seperti manusia. Tuhan itu tidak pernah berubah. APA YANG TADINYA DILARANG TUHAN, TETAP DILARANG OLEH TUHAN.

Roti sajian yang hanyalah hak para imam, tetap merupakan hak para imam.

 

Lalu bagaimana dengan Daud ini yang menurut kata Yesus sendiri sudah makan roti sajian yang tidak boleh dimakan oleh siapa pun selain imam dan keluarganya?

 

Ternyata di Imamat 22:11 dan 1 Samuel 21:4 dijelaskan mengapa Daud dan pengikut-pengikutnya boleh makan roti sajian tersebut.

 

Tetapi sebelumnya kita lihat dulu, apa sih sebenarnya roti sajian itu?

 

Imamat 24:5-9

24:5         Dan engkau harus mengambil tepung yang terbaik dan memanggang dua belas roti bundar darinya, setiap roti bundar harus dibuat dari dua persepuluh efa;

24:6         Dan engkau harus meletakkannya dalam dua susun, enam buah sesusun di atas meja dari emas murni, di hadapan TUHAN. 

24:7         Dan engkau harus meletakkan kemenyan wangi yang murni pada setiap susun; agar itu ada pada roti itu sebagai peringatan, yakni suatu persembahan api-apian bagi TUHAN.

24:8         Setiap hari Sabat ia harus menyusunnya di hadapan TUHAN, terus-menerus; yang diambil dari umat Israel berdasarkan perjanjian yang kekal. 

24:9         Dan itu akan menjadi bagian Harun serta anak-anaknya; dan mereka harus memakannya di dalam tempat kudus; sebab itu sangat kudus baginya dari kurban-kurban api-apian TUHAN; yang dibuat menurut ketetapan yang abadi.

 

Jadi, roti sajian adalah salah satu item yang terdapat di dalam Bilik Kudus Bait Suci. Roti ini dibuat berbentuk bundar, dengan timbangan tertentu yaitu 2/10 efa per biji. Dibuat 12 biji, dan diletakkan di atas meja dari emas murni, dalam dua tumpukan, masing-masing terdiri atas 6 roti.

Selain itu harus ada kemenyan/dupa (frankincense) yang khusus di atas tiap susun, itulah korban api-apian bagi Tuhan.

Roti ini diganti oleh imam setiap hari Sabat. Jadi setiap hari Sabat, roti yang lama dibawa keluar dari Bilik Kudus dan diganti dengan roti yang baru.

Roti yang lama itu kemudian harus dimakan oleh Imam Besar dan anak-anaknya, dan memakannya juga tidak boleh di sembarang tempat, tetapi di dalam kompleks Bait Suci, karena roti itu  sangat kudus.

 

Roti ini melambangkan apa?

Yohanes 6:51

Akulah Roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau siapa pun makan dari Roti ini, ia akan hidup selama-lamanya. Dan Roti yang akan Kuberikan ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan supaya dunia hidup.’

 

Jadi roti sajian itu melambangkan Yesus.

 

Mengapa jumlahnya 12?

Angka 12 selalu merupakan seluruh jumlah umat Allah.

Di Perjanjian Lama itu diwakili oleh 12 suku Israel, di Perjanjian Baru itu diwakili oleh 12 orang rasul Yesus. Jadi angka 12 melambangkan SELURUH UMAT ALLAH.

 

Berarti apa maksudnya ada 12 roti sajian di dalam Bilik Kudus Kemah Suci/Bait Suci?

Berarti kehadiran Yesus (roti), cukup untuk memberi makan seluruh umat Allah.

Apa fungsi makanan? Makanan itu diperlukan supaya orang boleh hidup, bukan?

Jadi Yesus diperlukan oleh manusia supaya manusia boleh hidup.

Roti itu melambangkan Yesus. Roti itu bukan Yesus secara literal. Jadi ini tidak bicara tentang makanan fana (roti) untuk mengenyangkan perut, tetapi ini berbicara tentang Yesus yang dilambangkan oleh roti itu. Dan karena Yesus bukan makanan yang fana, maka ini tidak bicara tentang hidup yang fana ini. Ini berbicara tentang hidup kekal.

Seperti yang dikatakan Yesus di Yohanes 6:51, Akulah Roti hidup… Jikalau siapa pun makan dari Roti ini, ia akan hidup selama-lamanya…. yang akan Kuberikan supaya dunia hidup.’

 

Sekarang kita kembali ke perikop Markus 2:23-28.

 

Kepada siapa Yesus berbicara saat itu? Kepada orang-orang Farisi, menurut Markus 2:24-25.

Siapakah orang-orang Farisi itu? Ahli-ahli agama, pemimpin-pemimpin agama Yahudi yang mahir tentang semua tulisan nabi-nabi.

Apakah orang-orang Farisi ini sudah tahu tentang kisah Daud yang makan roti sajian? Jelas mereka tahu sekali.

Karena itu Yesus tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Yesus hanya menyinggung poin-poin yang penting saja, bahwa Daud pernah makan roti sajian, dan dia tidak disalahkan Tuhan, karena Daud tidak mati setelah makan roti sajian itu. Mestinya, kalau benda-benda yang sudah dikuduskan untuk Tuhan, disentuh manusia biasa (bukan imam), orangnya langsung mati. Ingat kisah Uza yang mati karena menyentuh Tabut Perjanjian? Kalau lupa bisa baca di  2 Samuel 6:1-11.

Yesus tidak perlu mengatakan mengapa Daud bisa makan roti sajian dan tetap hidup, karena orang-orang Farisi itu sudah tahu mengapa.

Yang tidak tahu, kita, karena kita kurang teliti belajar Alkitab. Maka membaca ayat-ayat ini kita beranggapan bahwa Tuhan yang berubah, apa yang sebetulnya tidak boleh dilakukan, ternyata waktu dilakukan, Tuhan tidak menganggapnya dosa. Padahal bukan begitu. Bukan Tuhan yang berubah dalam kasus Daud makan roti sajian ini, tetapi Daud yang berubah!

 

 

Mari kita lihat catatan Alkitab tentang insiden roti sajian ini.

1 Samuel 21:1:6

21:1         Lalu sampailah Daud ke Nob ke Ahimelekh, imam itu. Dan Ahimelekh takut menemui Daud, dan berkata kepadanya, ‘Mengapa engkau seorang diri dan tidak ada orang bersama-sama dengan engkau?’

21:2         Dan Daud berkata kepada imam Ahimelekh,  ‘Raja telah menugaskan sesuatu kepadaku, dan berkata kepadaku: Jangan izinkan siapa pun tahu apa pun tentang urusan yang kusuruh kepadamu dan apa yang kuperintahkan kepadamu. Dan aku telah menyuruh hamba-hambaku pergi ke suatu tempat.

 

21:3         Maka sekarang, apa yang ada padamu? Berikanlah kepadaku lima roti ke tanganku, atau apa pun yang ada.’

21:4         Dan imam itu menjawab Daud dan berkata, ‘Tidak ada roti biasa padaku, tetapi ada roti yang kudus; jika orang-orang mudamu itu telah mengendalikan diri mereka setidaknya dari perempuan.’

21:5         Dan Daud menjawab imam itu, dan berkata kepadanya, ‘Memang, perempuan-perempuan telah dijauhkan dari kami sekitar tiga hari ini, sejak aku berangkat, dan tubuh orang-orang mudaku itu tahir, dan rotinya sesungguhnya biasa, iya, walaupun itu dikuduskan hari ini dalam wadahnya.’

21:6         Maka imam itu memberikan kepadanya roti kudus itu, karena tidak ada roti di sana kecuali roti sajian; yang diambil dari hadapan TUHAN, untuk meletakkan roti yang panas di hari ketika roti itu diambil.

 

Jadi apa kata imam Ahimelekh?  jika orang-orang mudamu itu telah mengendalikan diri mereka setidaknya dari perempuan.” Jadi salah satu kondisi yang memungkinkan Daud dan pengikut-pengikutnya yang orang awam makan roti yang kudus ialah bila mereka tidak bergaul dengan perempuan.

Nah, di zaman perang, sudah menjadi kebiasaan para prajurit memperkosa penduduk perempuan di daerah yang ditaklukkannya. Dan itu merupakan perbuatan dosa di mata Tuhan. Itu melanggar hukum berzinah dan mencuri (mengambil apa yang bukan miliknya). Karena itu imam Ahimelekh berkata, “Kalau orang-orangmu bersih, roti kudus bekas dipersembahkan kepada Tuhan itu boleh aku berikan kepadamu.” Dan Daud menjawab, “Memang, perempuan-perempuan telah dijauhkan dari kami sekitar tiga hari ini, sejak aku berangkat, dan tubuh orang-orang mudaku itu tahir," Daud menegaskan bahwa dia dan pengikut-pengikutnya tahir, karena itu imam Abimelekh mau memberikan roti kudus itu kepadanya.

 

Tapi bukan cuma itu syaratnya.

Imamat 22:10-11

22:10       Tidak boleh ada orang asing yang makan barang yang kudus: seorang pendatang pada imam, atau seorang upahan, tidak boleh makan dari barang yang kudus.

22:11       Tetapi apabila imam itu membeli seseorang dengan uangnya, orang itu boleh makan itu, dan orang yang lahir di rumahnya, mereka boleh makan dari makanannya.

 

Nah, masih ada syarat yang lain yaitu jika imam itu “membeli” orang asing tersebut dengan uangnya sendiri, dengan demikian orang tersebut terhitung sebagai “milik” imam yang membelinya.

Berarti imam Ahimelekh harus memakai uangnya sendiri untuk “membeli” Daud dan pengikut-pengikut Daud supaya mereka boleh turut makan roti sajian itu.

 

Jadi, setelah itu apakah Daud dan pengikut-pengikutnya kemudian boleh makan roti sajian bekas persembahan kepada Tuhan? BOLEH.

 

Jadi apakah Tuhan membatalkan peraturanNya dengan mengizinkan Daud makan roti sajian yang cuma hak imam? TIDAK. Karena Daud sudah memenuhi semua persyaratannya.

 

Berarti TUHAN TIDAK MENGGANTI PERATURANNYA. TIDAK MEMBERI DISPENSASI BAGI MANUSIA UNTUK MELANGGAR HUKUMNYA.

Apa yang dilakukan oleh Daud (makan roti sajian) ternyata TIDAK MELANGGAR HUKUM TUHAN!

 

 

Kita kembali ke perikop di Markus pasal 2 itu.

Apa maksud Yesus menyinggung tentang insiden Daud makan roti sajian kalau begitu?

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, orang-orang Farisi semuanya sudah tahu mengapa Daud boleh makan roti sajian, mereka tahu bahwa Daud tidak melanggar Hukum Tuhan. Mereka tahu Daud boleh makan roti sajian karena telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Tuhan sendiri. Mereka tahu bahwa Daud tidak berbuat dosa dalam kasus ini.

Nah, Yesus menyinggung insiden ini ketika orang-orang Farisi itu menyalahkan murid-muridNya memetik ontong-ontong jagung untuk dimakan pada hari Sabat. Hukum Tuhan mengatakan, hari Sabat adalah hari perhentian, artinya hari libur kerja. Memetik ontong jagung termasuk bekerja ~ menurut orang-orang Farisi itu ~ berarti melanggar Hukum Sabat.

Tetapi sebagaimana Daud tidak berdosa makan roti sajian, Yesus menegaskan bahwa memetik ontong jagung untuk dimakan itu bukan dosa!  Murid-muridNya memetik ontong jagung karena itu hari Sabat sehingga mereka tidak bisa membeli makanan di warung. Dan karena mereka tidak membawa bekal dari rumah, maka mereka memetik ontong jagung untuk dimakan. Itu tidak berdosa, karena tidak ada Hukum yang mengatakan pada hari Sabat manusia tidak boleh makan.  Yang tidak boleh adalah memetik ontong jagung untuk dijual atau dimasukkan lumbung. Karena ini baru namanya bekerja, mencari nafkah. Tetapi kalau memetik ontong jagung untuk dimakan, itu tidak melanggar hukum hari Sabat, sama seperti Daud tidak melanggar Hukum Tuhan saat makan roti sajian yang kudus.

 

 

Kemudian Yesus menambahkan kalimat pamungkas untuk menyindir orang-orang Farisi itu: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuan atas hari Sabat."

Apa maksud Yesus?

v   Hari Sabat diadakan untuk manusia,

berarti hari Sabat itu diadakan untuk kebaikan manusia. Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi manusia. Hari Sabat itu diberkati oleh Tuhan, dan dikuduskan (Kejadian 2:2-3), dan Tuhan memberikan satu hari perhentian yaitu hari yang ketujuh kepada manusia setiap enam hari kerja. Hari Sabat adalah berkat bagi kenikmatan manusia.

v   Tetapi sebaliknya,

orang-orang Farisi itu, imam-imam dan ahli-ahli Taurat itu telah menambahkan 600-an peraturan tambahan ciptaan mereka sendiri untuk mengatur pemeliharaan hari Sabat, sehingga mereka telah membuat manusia menjadi budak hari Sabat. Manusia tidak lagi bisa memakai hari Sabat itu untuk beristirahat dan menikmati kedekatan dengan Tuhan, sebaliknya hari Sabat telah menjadi sipir bui yang kejam, yang membatasi setiap langkah mereka. Manusia tidak lagi bersukacita menyambut hari Sabat, tetapi justru merasa segan dan terbebani setiap Sabat tiba.

 

Yesus berkata, “Aku loh yang menciptakan hari Sabat untuk manusia, jadi Aku yang menentukan bagaimana hari Sabat itu harus dipelihara, kok kalian ngajari Aku?”

 

 

v   Batu sandungan orang Israel dulu

adalah menganggap Tuhan tidak bisa menciptakan HukumNya sendiri sehingga harus mereka bantu dengan peraturan-peraturan ciptaan mereka. Mereka menganggap Hukum Tuhan kurang ketat, jadi mereka menambahinya supaya lebih ketat, hingga melakukan Hukum Tuhan bukan lagi karena sukacita yang keluar dari hati yang mengasihi Tuhan, tetapi menjadi keharusan dan syarat keselamatan. Ini namanya legalisme.

v   Batu sandungan orang Kristen sekarang (= orang Israel rohani)

adalah menganggap Tuhan terlalu baik sehingga telah menghapus semua HukumNya dan kita boleh berbuat sesuka hati.

Kedua-duanya terjungkal.

Tuhan tetap sama. Tuhan Perjanjian Lama adalah Tuhan Perjanjian Baru yang sama. Tuhan yang menciptakan manusia adalah Tuhan yang menebus manusia juga dan juga adalah Tuhan yang menghakimi dan membuat perhitungan dengan manusia.

Tuhan tidak pernah berubah.

 

 

Maleakhi 3:6

Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, itulah sebabnya  kamu, bani Yakub, tidak dimusnahkan.

 

Ibrani 13:8

Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.

 

Yakobus 1:17

Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; yang pada-Nya tidak ada perubahan maupun bayangan dari  pertukaran.

 

Jadi jika kita membaca Alkitab, janganlah kita berasumsi sendiri, tetapi cocokkan ayat dengan ayat, karena semua isi Alkitab itu sinkron, tidak ada yang bertentangan. Jika ada yang bertentangan, itu pemahaman kita yang salah.

 

 

 

 

15 01 17


Kamis, 12 Januari 2017

177. KACANG LUPA PADA KULITNYA


177.  KACANG LUPA PADA KULITNYA _________________________________________________________

 

Manusia sering lupa akan asal usulnya karena itu ada pepatah “kacang lupa pada kulitnya”. Dan yang lebih aneh lagi, manusia yang sudah lupa akan asal usulnya itu, justru kemudian segan, enggan, malu, bahkan mungkin membenci  dikait-kaitkan dengan asal usulnya. Ada dua contoh:

 

Menurut sejarah, rumpun Melayu (termasuk bangsa Indonesia) berasal dari Yu Nan (daratan Cina). Jadi, mau tidak mau, diakui atau tidak, menurut sejarah, kita, bangsa Indonesia, karena berasal dari rumpun Melayu, kita memiliki darah Cina. Tapi masih banyak orang yang membedakan antara “pribumi” dan “keturunan Cina”, padahal kalau bicara fakta, yang “pribumi” sebetulnya juga punya darah Cina dalam tubuhnya, lha asalnya juga dari  Yu Nan di daratan Cina.

 

Nah, kalau mau diurut-urut lebih lanjut terus ke belakang, bagi yang percaya alam semesta ini diciptakan Tuhan dan dia yakin dirinya bukan keturunan monyet, maka semua orang sebenarnya berasal dari pasangan Adam dan Hawa. Jadi sesungguhnya semua manusia itu bersaudara. Iklim dan kondisi tempat manusia bermukim setelah berabad-abad kemudian menyebabkan ada yang kulitnya lebih putih, ada yang lebih hitam, ada yang berambut pirang, ada yang berambut keriting, ada yang hidungnya mancung, ada yang pesek, ada yang tinggi besar, ada yang lebih pendek, dll. dll. Tapi, itu tidak menghapuskan fakta bahwa manusia sesungguhnya bersaudara, dan berasal dari satu ibu dan satu ayah yang sama.

Ini yang pertama.

 

Yang kedua.

Kita lihat lagi, bagaimana orang Kristen sama sekali tidak mau dikaitkan dengan orang Yahudi. Nah, sekarang kita tidak bicara tentang bangsa ~ karena Kristen itu bukan suatu bangsa, melainkan kita bicara tentang penganut agama. Penganut agama Kristen sebisa-bisanya tidak mau dikaitan dengan apa pun yang berbau Yahudi.

Padahal agama Kristen itu berasal dari bangsa Yahudi! Yesus Kristus itu lahir sebagai orang Yahudi, dibesarkan dalam tradisi dan budaya Yahudi, oleh orangtua Yahudi, hidup di negara Yahudi, dan mengajarkan Taurat Yahudi, beribadah di Bait Suci Yahudi.

 

Jadi sebetulnya agama Kristen itu merupakan kelanjutan agama Yahudi dan diciptakan oleh Seorang Yahudi! Semua nabi yang menulis Alkitab mayoritas adalah orang Yahudi, dan apa yang mereka tulis diajarkan dan dihidupkan oleh orang-orang Yahudi.  Nabi Musa yang menulis kitab Taurat juga adalah orang Yahudi. Lalu mengapa orang Kristen alergi sama orang Yahudi?  Bahkan sedemikian alerginya hingga nyaris mereka membuang tulisan-tulisan nabi-nabi Perjanjian Lama, termasuk tulisan-tulisan Nabi Musa dan kitab Taurat. Banyak orang Kristen yang nyaris tidak pernah membuka kitab Perjanjian Lama. Mereka menganggap itu bukan pekabaran untuk mereka. Padahal Alkitab itu terdiri atas Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Ada ungkapan dari Augustine yang sangat terkenal: “Novum Testamentum in Vetere latet; Vetus Testamentum in Novo patet”, yang kalau diterjemahkan ke bahasa Inggris:

“The New is in the Old concealed; the Old is in the New revealed”

Artinya:

“Perjanjian Baru itu tersembunyi di dalam Perjanjian Lama; Perjanjian Lama itu diungkapkan di Perjanjian Baru.”

 

Oleh Patrick Schreiner diubah sedikit menjadi:

“The New is in the Old contained; the Old is in the New retained.”

Artinya:

“Perjanjian yang Baru terkandung dalam Perjanjian Lama; Perjanjian Lama dipertahankan di Perjanjian Baru.”

 

Namun banyak orang Kristen mengatakan mereka adalah umat Perjanjian Baru, jadi segala yang berbau Perjanjian Lama, itu adalah bagian orang Yahudi, bukan bagian mereka lagi. Mereka pura-pura lupa bahwa Yesus adalah Yahudi, dan beragama Yahudi. Bahkan gambar-gambar Yesus pun banyak yang dibuat lebih mirip kaukasian (kulit putih) daripada Timur Tengah. Nanti pada waktu Yesus datang, bisa-bisa orang Kristen yang terbiasa membayangkan Yesus seperti gambar-gambar yang banyak beredar, tidak akan mengenaliNya karena ternyata Dia tidak seperti yang digambarkan selama ini.

Jadi mayoritas orang Kristen berkata Yesus sudah menciptakan agama yang baru yang tidak ada kaitannya dengan keyahudian.

Benarkah begitu?

Tidak.

Yesus tidak menciptakan agama baru. Murid-murid Yesus juga tidak menciptakan agama baru.


Coba kita lihat beberapa ayat:

 

1 Yohanes 2:7-8

2:7           Saudara-saudara, aku tidak menulis perintah baru kepada kamu, melainkan perintah lama yang telah ada padamu dari permulaan. Perintah lama itu ialah Firman yang telah kamu dengar dari awal.

2:8           Lagi, perintah baru kutuliskan kepada kamu, hal mana nyata di dalam Dia dan di dalam kamu; sebab kegelapan sudah lenyap dan terang yang sejati sekarang bersinar.

 

Ayat 7 jelas sekali Yohanes mengatakan bahwa ajaran Kristen bukanlah ajaran yang baru, tetapi itu adalah perintah-perintah (dari Tuhan) yang lama yang sudah ada dari semula, lalu ditegaskan lagi bahwa perintah lama itu ialah Firman yang telah mereka dengar.

Ayat 8 mengatakan bahwa perintah yang baru yang ditulis Yohanes kepada orang-orang Kristen ini, ialah bahwa perintah yang lama itu telah nyata dalam kehidupan Kristus (= telah dihidupkan oleh Kristus), dan juga telah dihidupkan oleh orang-orang Kristen itu.

 

 

Jadi tidak ada agama baru dan agama lama. Tidak ada Tuhan yang baru dan Tuhan yang lama. Tuhan itu satu, Tuhan yang sama, yang menurunkan ajaranNya kepada nabi-nabi zaman dulu juga Tuhan yang menurunkan ajaranNya kepada para rasul Perjanjian Baru. Kenapa ada beda istilah “nabi” dengan “rasul”? Karena beda bahasa saja. “Nabi” berasal dari bahasa Ibrani נביא  “nabiy” sedangkan “rasul” bahasa aslinya  ἀπόστολος  “apostolos” berasal dari bahasa Greeka, karena di zaman Yesus, banyak orang Yahudi bicara dalam bahasa Greeka, bahasa yang umum di zaman itu.

 

Kita lihat apa kata Yesus sendiri di Matius 5:17-18:

Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sampai lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat, sampai semuanya terjadi.

 

Jadi Yesus sendiri berkata bahwa Dia tidak meniadakan Hukum Taurat atau kitab para nabi, yaitu tulisan-tulisan para nabi yang sekarang kita sebut Kitab Perjanjian Lama. Kalau “tidak meniadakan” berarti masih ada atau tidak?  Ya masih, kan?

Jadi Yesus berkata, Hukum Taurat dan tulisan-tulisan para nabi itu TETAP BERLAKU. Tidak ada yang dibuang, tetapi ada sebagian yang digenapi oleh Yesus di salib. Karena itulah misiNya datang ke dunia, yaitu menggenapi perjanjian Tuhan yang dilambangkan oleh upacara-upcara kurban yang tertulis di Hukum Taurat.

Bukan itu saja, kemudian ditekankan lagi bahwa sampai lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau titik pun tidak ada yang dihapus dari Hukum Taurat. Siapa yang ngomong ini? Yesus sendiri.

Jadi menurut Yesus, Hukum Taurat itu berlaku terus sampai kapan? Bahkan sampai lenyap langit dan bumi ini.  Apa langit dan bumi ini sekarang sudah lenyap? Belum! Berarti sampai detik ini Hukum Taurat itu masih berlaku, atau tidak?  Jelas masih!

 

Nah, Hukum Taurat ini dulu diturunkan Tuhan kepada siapa? Kepada orang Yahudi.

Apakah Yesus mematuhinya? Iya. Yesus mematuhi Hukum Taurat. Makanya Dia menjelaskan bahwa Dia tidak datang untuk menghapus Hukum Taurat. Dia mematuhi Hukum Taurat yang asli yang diturunkan Tuhan kepada Musa.

Mungkin ada yang berkata, “Yesus melanggar Hukum Taurat dengan menyembuhkan orang pada hari Sabat!”

Begini penjelasannya, baik menurut Alkitab maupun sejarah: setelah bangsa Yahudi kembali ke Yerusalem sekitar 500 tahun sebelum kelahiran Yesus, setelah ditawan selama 70 tahun di Babilon, para imam dan ahli-ahli Taurat kemudian membuat banyak sekali peraturan tambahan kepada Hukum Taurat yang asli. Bahkan tentang pemeliharaan hari Sabat saja, mereka menambahkan 600an peraturan baru. Tuhan tidak pernah menyuruh mereka melakukan itu. Apa yang sudah diperintahkan oleh Tuhan tidak perlu ditambahi lagi oleh manusia. Dan peraturan-peraturan tambahan inilah yang disebut Yesus sebagai “tradisi” atau “adat istiadat”, bukan Hukum Allah, karena akhirnya peraturan-peraturan tersebut menjadi tradisi/adat-istiadat dalam kebudayaan Yahudi.   

 

Apa kata Yesus tentang segala tradisi Yahudi ini?

Jika kita membaca Matius pasal 15, maka kita dapati di ayat  3 sebagai berikut:

Matius 15:3

Tetapi jawab Yesus kepada mereka, ‘Mengapa kamu pun melanggar Perintah Allah dengan  adat istiadatmu?’

 

Kata-kata yang hampir sama juga kita jumpai di:

Markus 7:9

Yesus berkata kepada mereka: ‘Baguslah kamu menolak Perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri.’

Jadi, orang-orang Yahudi di zaman Yesus, lebih mementingkan semua tradisi mereka daripada Perintah-perintah Allah yang asli. Yesus datang untuk mengembalikan Hukum Allah kepada porsi dan posisinya yang benar, kembali kepada bentuknya yang semula, tanpa ditambah-tambahi atau dikurang-kurangi oleh peraturan-peraturan tambahan ciptaan manusia.

 

 

Yesus tidak pernah melanggar Hukum Taurat. Dari mana kita tahu? Karena jika manusia melanggar Hukum Allah, itu namanya dosa. Jelas definisinya:

 

1 Yohanes 3:4

Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga Hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran Hukum Allah.

 

Dan Alkitab jelas menyatakan Yesus tidak pernah berbuat dosa!

 

Ibrani 4:15

Sebab kita bukan punya seorang imam besar(= Yesus) yang tidak dapat disentuh oleh perasaan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya dalam segala hal telah dicobai sama dengan kita, namun tidak berbuat dosa.

 

Jadi karena Alkitab mengatakan Yesus tidak pernah berbuat dosa, berarti Dia tidak pernah melanggar Hukum Allah, Dia tidak pernah melanggar Hukum Taurat.

 

 

Sekarang pertanyaannya, jika Yesus mematuhi Hukum Taurat, apakah orang Kristen harus mematuhi Hukum Taurat?

Apa definisi “orang Kristen”?  Orang yang mengikuti ajaran Kristus, iya kan?

Apa yang diajarkan Kristus? Bahwa satu iota atau titik pun dari Hukum Taurat itu tidak akan dihapus bahkan sampai lenyap langit dan bumi.

Berarti orang Kristen harus mematuhi Hukum Taurat, iya atau tidak?

 

1 Yohanes 2:6 berkata

Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia [Dia = Yesus], ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.

 

Bagaimana Kristus hidup?

ü    Sebagai orang Yahudi!

ü    Sebagai pelaku Taurat.

ü    Sebagai manusia yang tidak pernah berbuat dosa, artinya tidak pernah melanggar Hukum Tuhan.

 

Jadi bagaimana pengikutNya, “orang-orang Kristen” harus hidup? Menurut 1 Yohanes 2:6 orang-orang Kristen WAJIB HIDUP SAMA SEPERTI KRISTUS TELAH HIDUP.”

Jadi orang-orang Kristen sebenarnya harus hidup seperti ajaran Tuhan kepada orang-orang Yahudi, seperti ajaran Tuhan yang dihidupkan oleh Yesus selama berada di dunia 33+ tahun.

Ada orang-orang “Kristen” yang berkata dengan nada sinis, “Yesus dulu hanya jalan kaki, apa kita sekarang juga harus berjalan kaki untuk hidup sama seperti Yesus?”

“Hidup sama seperti Yesus hidup” di sini tidak bicara tentang soal jalan kaki, tetapi tentang hal-hal yang rohani, walaupun banyak berjalan kaki itu lebih sehat daripada banyak duduk di kendaraan, adow, tapi bukan itu yang dimaksud. Kita harus meniru teladan Yesus tidak berbuat dosa. Berarti tidak melanggar Hukum Allah yang mana pun. Dengan kata lain, kita harus melakukan apa yang disuruh Allah kita lakukan, dan kita tidak melakukan apa yang dilarang Allah dilakukan. Itu namanya hidup sama seperti Yesus hidup.

 

Kembali ke penyakit alergi orang Kristen terhadap apa pun yang berbau Yahudi.

 

Coba kita baca dari kitab Galatia 3:26-29

3:26           Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah melalui iman di dalam Yesus Kristus.

3:27           Karena seberapa banyak dari kamu yang dibaptis ke dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.

3:28           Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada budak atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.

3:29         Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu adalah benih Abraham dan menurut janji Allah, adalah ahliwaris.

 

Di sini Paulus mencoba menjelaskan bahwa orang-orang non-Yahudi, yang tidak berdarah Yahudi, bangsa-bangsa lain di luar bangsa Yahudi, aku dan kamu, kita semua setelah menjadi pengikut Kristus, setelah menjadi orang Kristen, kita justru menjadi “keturunan Abraham”. Siapa Abraham ini? Bapaknya bangsa Yahudi!

 

Jadi, setelah kita menjadi milik Kristus, walaupun kita tidak berdarah Yahudi, kita bukan bangsa Yahudi, kita justru menjadi Yahudi secara rohani, kita dianggap keturunan Abraham.

Mengapa kita harus dianggap keturunan Abraham?

Supaya kita berhak menerima janji Allah menjadi ahliwarisNya.

Andai kita bukan keturunan Abraham, kita tidak berhak menerima janji Allah karena janji Allah itu diberikan hanya kepada Abraham dan keturunannya.

 

Karena itu orang Kristen harus menjadi Yahudi secara rohani! Dan sebagai Yahudi rohani, kita harus tunduk pada peraturan-peraturan moral yang diturunkan Tuhan kepada bangsa Yahudi.

Hah?

Iya!

Peraturannya sama, bagi Yahudi jasmani (yang berdarah Yahudi), maupun bagi Yahudi rohani (yang tidak berdarah Yahudi tapi menjadi keturunan Abraham karena menjadi milik Kristus).

Nah, ini tentu saja tidak termasuk peraturan-peraturan yang sudah digenapi oleh Yesus, seperti  semua perayaan Bait Suci, upacara pelbagai macam kurban, dll.

Nah, supaya jelas, semua perayaan Bait Suci Yahudi dan semua upacara kurban mereka itu tidak perlu lagi kita lakukan, bukan karena peraturan-peraturan tersebut khusus untuk orang Yahudi, melainkan karena Yesus sudah menggenapi semuanya, sehingga bagian itu sudah selesai fungsinya. Baik orang Yahudi asli (berdarah Yahudi) maupun kita Yahudi rohani dari segala bangsa, tidak usah lagi melakukan bagian yang sudah digenapi Kristus.

Jadi, jangan sewot dengan asal usul kita. Itu adalah fakta yang tidak bisa ditolak. Jika kita menerimanya, itu akan membuat kita bisa melihat perspektif yang lebih jelas. Kita akan lebih mudah memahami mengapa kita perlu melakukan Hukum-hukum Tuhan yang tercantum di kitab Taurat dan tulisan para nabi dari zaman Perjanjian Lama.

 

 

Sekarang, perhatikan Matius 5:19, yang terjemahannya di LAI tidak tepat sehingga membuat kita beranggapan tidak apa tidak melakukan dan mengajar orang untuk tidak melakukan Hukum Taurat, karena masih masuk kerajaan Surga. Ini terjemahan LAI, mari kita baca ayat itu:

“… siapa yang meniadakan salah satu perintah Hukum Taurat sekali pun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga;  tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah Hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.”

 

Wah, kalau begitu tidak apa menduduki tempat yang paling rendah, yang penting kan masih masuk Surga, iya kan? Begitu anggapan banyak orang Kristen. Sejelek-jeleknya tempat yang paling rendah di Surga, pasti itu lebih bagus daripada tempat yang paling indah di bumi. Jadi tidak usah khawatir.

 

Kesalahan ini lebih mudah terdeteksi jika kita lihat terjemahkan KJV:

“Whosoever therefore shall break one of these least commandments, and shall teach men so, he shall be called the least   IN   the kingdom of heaven…” 

 

KJV juga salah menerjemahkannya. Kata Greeka yang asli adalah ἐν [en] kata ini adalah kata depan (preposisi) dan menurut Strong Dictionary mempunyai banyak arti, di antaranya: in (dalam), at (di), on (pada), upon (di atas), by (oleh), about (tentang), after (setelah), among (di tengah), between (di antara), etc.

Penerjemah KJV memilih “in” sehingga LAI ikut menerjemahkannya “di dalam”. Tetapi itu salah dan tidak selaras dengan ayat-ayat lain di dalam Alkitab.
Ayat ini yang segera mengikuti ayat 17 dan 18 di mana Yesus menegaskan bahwa Hukum Taurat tidak ditiadakan, tidak ada satu iota atau titik pun dari Hukum Taurat yang akan hilang sampai langit dan bumi lenyap, kok malah memberi izin orang untuk melanggar perintah Tuhan tersebut, malah masih bisa masuk Surga pula walaupun di tempat yang paling rendah! Tidak klop, kan?  Masa Tuhan mengizinkan para pelanggar HukumNya berada di Surga?

 

Jadi, seharusnya kata depan ἐν [en] itu diterjemahkan  “by” atau “oleh” dan bukan “in” atau “di dalam”. Jika demikian, maka ayat ini masuk akal dan klop dengan ayat-ayat sebelumnya:

 

“Whosoever therefore shall break one of these least commandments, and shall teach men so, he shall be called the least  by   the kingdom of heaven…” 

 

Karena itu, siapa yang melanggar salah satu Perintah yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan disebut yang paling hina oleh Kerajaan Sorga; …”

 

Selain itu ada perbedaan, kata yang diterjemahkan KJV dengan  “break” ( = melanggar) tulisan aslinya ialah λύω [luō], oleh LAI diterjemahkan “meniadakan”.

Dan bukan hanya itu, ada kesalahan lain yang dibuat LAI. Kata  καλέω [kaleō] yang artinya: to call, to bid, yang berarti “disebut” atau “dipanggil", diterjemahkan “menduduki tempat”, padahal tulisan aslinya sama sekali tidak ada kata “tempat” atau “menduduki”.

 

Jadi terjemahan ayat 19 yang tepat adalah:

Karena itu, siapa yang melanggar salah satu Perintah yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan disebut yang paling hina oleh Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang akan melakukan dan mengajarkan mereka, ia akan disebut besar oleh Kerajaan Sorga.

 

Jadi, ada perbedaan yang sangat besar antara makna “menduduki tempat yang rendah di dalam kerajaan Surga” dengan “disebut yang paling hina oleh Kerajaan Surga”. Kalau yang pertama masih masuk Surga walaupun mendapatkan tempat yang rendah, tetapi yang kedua, SUDAH TIDAK LAGI MASUK SURGA, KARENA SUDAH DISEBUT/DINYATAKAN SEBAGAI [MANUSIA YANG] PALING HINA OLEH KERAJAAN SURGA!  Percayalah, di Surga tidak akan ada manusia yang disebut manusia yang paling hina. Di Surga semuanya harus kudus, karena itu tempat Tuhan, tidak ada yang najis, yang kotor, yang hina, bisa masuk ke sana.

 

 

Nah, teman-teman, mematuhi Hukum Tuhan itu suatu keharusan karena Hukum itu masih berlaku dan akan tetap berlaku bahkan sampai langit dan bumi kita ini lenyap.

Jangan mengambil resiko menganggap Hukum Tuhan itu sudah lenyap, itu hanya bagi orang Yahudi, dll. Hukum Tuhan itu TIDAK PERNAH LENYAP, menurut kata Yesus sendiri, dan semua yang mengaku milik Kristus, itu menjadi keturunan Abraham, menjadi Yahudi rohani, jadi Hukum itu berlaku baik bagi Yahudi asli maupun Yahudi rohani (orang Kristen segala bangsa) karena di dalam Kristus tidak ada bedanya lagi antara Yahudi dengan tidak.

 

Bahkan sangat jelas di Matius 5:19 dikatakan bahwa “…siapa yang melanggar salah satu Perintah yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan disebut yang paling hina oleh Kerajaan Sorga…”

 

Jadi, bukan saja jika kita sendiri tidak melakukan (melanggar) Perintah Tuhan kita disebut manusia yang paling hina oleh kerajaan Surga, tetapi juga bila kita mengajar orang lain untuk tidak melakukan Perintah Tuhan. Para orangtua, bila kita mengajar anak-anak kita untuk tidak perlu mematuhi Perintah Tuhan, kita masuk kategori yang akan disebut paling hina oleh Kerajaan Surga! Jadi sebaiknya kita sendiri mempelajari dulu apa yang ada dalam Perintah Tuhan, supaya kita tidak salah mengajari anak-anak kita.

 

Semoga kelak kita semua boleh disebut “besar” oleh kerajaan Surga.

 

 

 

12 01 17