146. NA’AMAN
_____________________________________________________
Siapa
sih Na’aman ini? Ada banyak nama di dalam Perjanjian Lama, tapi tidak banyak
yang disebut oleh Yesus. Na’aman adalah salah satu dari nama-nama yang sempat
disebut oleh Yesus.
Mari
kita lihat di Lukas 4:27
Dan pada zaman nabi Elisa
banyak orang kusta di Israel dan tidak
ada seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain Na’aman, orang Siria
itu."
Jadi, dari satu
kalimat pendek yang diucapkan Yesus ini kita mendapatkan informasi:
1.
Na’aman itu
berpenyakit kusta
penyakit yang
tidak ada obatnya di zaman itu, penyakit yang mengerikan dan memalukan di zaman
itu, karena orang yang kena kusta dikucilkan dari masyarakat, ke mana-mana
harus berpakaian compang-camping supaya dari jauh orang sudah tahu dia sakit
kusta, dan sambil berjalan dia harus berseru, “Najis! Najis!” supaya jangan ada
orang yang mendekat, karena penyakit kusta itu menular.
2.
Na’aman
ditahirkan/disembuhkan dari penyakit kusta
berarti dia
sembuh oleh mujizat, karena hanya mujizat dari Tuhanlah yang bisa menyembuhkan
penyakit kusta di zaman itu.
3.
Na’aman orang
Siria, bukan orang Yahudi
bagi bangsa
Yahudi, semua orang yang bukan Yahudi dianggap kafir dan kedudukannya lebih
rendah dari mereka. Orang Yahudi menyebut orang-orang non-Yahudi itu dengan
sebutan-sebutan yang menghina dan merendahkan.
4.
Yesus kenal
nama Na’aman
berarti di mata
Yesus, Na’aman adalah orang yang penting, orang yang masuk hitungan. Na’aman
namanya tercantum dalam kitab suci.
5.
Na’aman
adalah satu-satunya orang kusta yang disembuhkan di zaman nabi Elisa,
padahal dia
bukan orang Yahudi, dia orang kafir. Tapi walaupun di zaman itu ada banyak
orang Yahudi yang berpenyakit kusta, tidak satu pun dari mereka yang
disembuhkan, justru Na’aman yang kafir ini yang disembuhkan.
Seringkali
kita yang menganggap diri kita umat Tuhan, merasa bahwa kita sudah istimewa.
Tapi jika kita diingatkan kisah-kisah seperti ini, kita baru sadar bahwa ada banyak
orang yang kita anggap “kafir” yang justru lebih dihargai Tuhan daripada kita.
Tuhan yang bisa melihat hati setiap manusia yang lebih tahu hati siapa yang
lebih tulus, orang-orang Israel yang mengaku umat Tuhan seperti kita, atau
Na’aman orang kafir ini.
Untuk
mengetahui kisah Na’aman marilah kita baca 2 Raja-raja 5.
5:1 Nah, Na’aman, panglima tentara raja Aram, adalah seorang terpandang di hadapan tuannya dan dihormati, sebab melalui
dia TUHAN telah memberikan kemenangan kepada orang Aram. Dia juga seorang yang gagah berani,
tetapi dia seorang kusta.
5:2 Dan orang-orang Aram pernah keluar berpasukan-pasukan, dan telah membawa seorang anak perempuan dari negeri Israel sebagai tawanan, dan ia menjadi pelayan isteri
Na’aman.
5:3 Berkatalah
gadis itu kepada nyonyanya: ‘Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria
itu, karena dia akan menyembuhkannya dari kustanya.’
5:4 Lalu pergilah
Na’aman memberitahukan kepada tuannya, katanya, ‘Begini-beginilah dikatakan
oleh gadis yang dari negeri Israel itu.’
5:5 Maka kata raja Aram: ‘Pergilah, pergi, dan aku akan mengirim surat kepada raja Israel.’ Lalu pergilah
Na’aman dan membawa sepuluh talenta perak dan enam ribu syikal emas dan sepuluh
potong pakaian.
5:6 Dan ia membawa
surat itu kepada raja Israel, yang berbunyi: ‘Sesampainya surat ini kepadamu, lihatlah, aku telah
mengirim Na’aman, abdiku kepadamu,
supaya engkau boleh menyembuhkan dia dari
penyakit kustanya.’
5:7 Maka segera sesudah raja Israel membaca surat
itu, dikoyakkannyalah pakaiannya serta berkata: ‘Allahkah aku ini yang dapat
mematikan dan menghidupkan, sehingga orang ini mengirim kepadaku, supaya
kusembuhkan seorang dari penyakit kustanya? Oleh
karena itu mohon pertimbangkanlah dan
lihatlah, ia mencari gara-gara dengan aku.’
5:8 Demikianlah, ketika Elisa, abdi Allah itu, mendengar bahwa raja Israel mengoyakkan
pakaiannya, dikirimnyalah pesan kepada raja, bunyinya: ‘Mengapa engkau
mengoyakkan pakaianmu? Biarlah sekarang ia
datang kepadaku, dan ia akan tahu bahwa di Israel ada seorang nabi.’
5:9. Maka datanglah Na’aman dengan kuda-kudanya dan
dengan keretanya, dan berhenti di depan
pintu rumah Elisa.
5:10 Dan Elisa mengirim
pembawa pesannya kepadanya, dengan
mengatakan: ‘Pergilah dan membasuh di sungai
Yordan tujuh kali, maka dagingmu akan pulih
kembali, dan engkau menjadi tahir.’
5:11 Tetapi Na’aman
gusar dan pergi dari sana, sambil berkata, ‘Lihat, aku sangka ia pasti akan keluar dan menemuiku, dan
memanggil nama TUHAN, Allahnya, dan dengan tangannya
memukul di atas tempat penyakit itu, dan
menyembuhkan yang kusta.
5:12 Bukankah Abana
dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Tidak bisakah aku membasuh di sana dan menjadi tahir?’ Maka
berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati.
5:13 Dan hamba-hambanya menghampiri, dan bicara
kepadanya, berkata, ‘Bapakku, seandainya
nabi itu menyuruh engkau melakukan perbuatan
yang besar, tidakkah engkau akan melakukannya? Apalagi sekarang, ia berkata kepadamu, ‘Basuhlah, dan jadilah tahir.’
5:14 Maka turunlah
ia dan mencelupkan dirinya tujuh kali di sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi
Allah itu. Dan dagingya pulih kembali
seperti daging seorang anak kecil dan ia menjadi tahir.
Sampai di sini dulu, kita mendapatkan
beberapa informasi tambahan:
1. Na’aman ternyata seorang panglima raja Aram (Siria),
jadi dia
orang berpangkat tinggi, bukan sembarang orang. Tapi orang-orang Siria itu
penyembah berhala, berarti Na’aman ini adalah seorang penyembah berhala.
2. Di rumahnya ada seorang gadis kecil bangsa Yahudi,
yang dulu
ditangkap dan ditawan dari Israel, dan dibawa ke Siria untuk dijadikan
budak/pelayan. Tetapi walaupun gadis kecil ini menjadi budak paksa di rumah musuh bangsanya, jauh
dari orangtua dan kampung halamannya sendiri, hatinya tetap baik. Dia tidak
mensyukuri majikannya kena sakit kusta, malah dia memberi solusi agar majikannya pergi
mencari nabi Elisa, siapa tahu nabi itu bisa menyembuhkannya. Gadis kecil ini dengan segala keterbatasannya
justru adalah orang pertama yang telah menyampaikan kabar keselamatan kepada
Na’aman. Perannya sangat krusial dalam hidup Na’aman.
Ini saja
sudah merupakan tamparan bagi kita. Seringkali kita tidak punya jiwa sebesar
jiwa gadis kecil ini. Kalau tahu musuh kita kena masalah, bukannya kita tolong
malah sering kita membatin, “Rasain kamu sekarang!” Gadis ini mengesampingkan segala penderitaannya
dan sakit hatinya sendiri, hidup sebagai budak tawanan di rumah musuh
bangsanya, mungkin orangtuanya mati di tangan mereka, saudara-saudaranya entah
ada di mana, entah mati atau hidup sebagai tawanan seperti dirinya. Gadis ini
kehilangan kontak dengan keluarganya, tidak punya masa depan, seumur hidupnya
dia akan menjadi budak bagi bangsa yang telah menghancurkan hidupnya. Tapi dia
tidak memendam dendam, malah dengan terbuka telah memperkenalkan nabi yang
dikenal namanya kepada majikannya supaya majikannya boleh sembuh.
3. Anehnya, Na’aman menerima usul gadis budak Yahudi itu.
Zaman dulu, perempuan itu nyaris tidak ada
nilainya, apalagi
ini perempuan yang masih kecil,
apalagi statusnya cuma
budak. Tapi Na’aman tidak mengabaikan kata-katanya. Mungkin karena
tahu bahwa penyakit kusta itu tidak ada obatnya, jadi dia bersedia mendengarkan
usul budak kecilnya. Na’aman
selamat karena mau mendengar perkataan seorang anak kecil yang hanya seorang
perempuan dan budak pula.
Kadang-kadang
kita merasa diri sendiri jauh lebih pintar sehingga kita “malas” mendengarkan
kata-kata orang lain yang kita anggap status, pengetahuan, dan intelektualnya
di bawah kita. Padahal mungkin saja Tuhan memakai orang itu untuk menyampaikan
suatu jalan keluar bagi kita. Berikutnya kalau ada yang mengusulkan sesuatu
kepada kita, jangan cepat-cepat kita abaikan. Ingat kisah Na’aman ini. Tuhan
bisa menggunakan orang yang paling tidak berarti untuk menyampaikan pesanNya
kepada kita. Jangan mengabaikan pesan yang kita terima dari orang-orang yang
kita anggap tidak berarti. Bisa-bisa itu pesan dari Tuhan.
4. Singkat cerita, Na’aman tiba di depan
rumah Elisa.
Ternyata
Elisa sendiri tidak keluar menemuinya. Elisa hanya menyuruh pembantunya Gehazi
untuk menyampaikan kepada Na’aman agar mandi 7 x di sungai Yordan. Na’aman tersinggung.
Rupanya Tuhan mau memberi Na’aman pelajaran rendah hati.
5. Kalau Na’aman sudah lulus sejauh ini
dalam perjalanannya mencari kesembuhan bagi penyakitnya; tiba di depan pintu
Elisa, Na’aman jatuh.
Kecewa karena
nabi Elisa tidak keluar menemuinya dan menyembuhkan penyakitnya, Na’aman
marah-marah. Kenapa? Karena tadinya Na’aman membayangkan bahwa untuk
menyembuhkan penyakitnya, nabi itu harus keluar sendiri dan menyentuh penyakit
kustanya baru penyakit itu akan sembuh.
Tapi Elisa lewat pembantunya hanya menyuruhnya mandi 7 x di sungai
Yordan. Jadi konsep penyembuhan
dalam bayangan Na’aman tidak sama dengan instruksi yang didengarnya dari
pembantu Elisa, dan Na’aman menganggap jika Elisa tidak berbuat
sesuai konsep yang dibayangkannya, maka penyakit kustanya tidak akan sembuh. Na’aman
lupa, yang akan menyembuhkannya itu Elisa si nabi, bukan dirinya sendiri
berdasarkan konsepnya. Kalau Elisa, ya seharusnya menurut kata-kata Elisa.
Berapa kali
kita juga bersikap seperti Na’aman? Jika
kita diberi jawaban oleh Tuhan yang berbeda dengan konsep yang ada di pikiran
kita, kita tidak sudi mencobanya dulu, tapi langsung kita coret dan menganggap
itu percuma.
6. Untung Na’aman punya anak-anak buah
yang bijaksana.
Sekali lagi nasihat datang dari orang-orang
yang statusnya lebih rendah dari dirinya. Jadi jangan kita sangka
bahwa selalu yang lebih tinggi itu lebih benar. Dengarkan dulu apa kata orang,
walaupun mereka lebih rendah statusnya.
Jadi di sini Na’aman tertolong karena dia dua
kali mendengarkan nasihat hamba-hambanya, sekali hamba gadis
kecil budak istrinya, sekali lagi anak-anak buah pasukannya. Jadi para majikan,
para kepala, janganlah merasa terlalu tinggi untuk mendengarkan bawahan, karena
siapa tahu Tuhan memakai mereka untuk memberi solusi kepada kalian. Tuhan bisa
memakai siapa saja untuk menyampaikan pesanNya. Para anak buah Na’aman tentunya
juga bukan orang Yahudi, tapi toh mereka dipakai Tuhan.
7. Hamba-hamba Na’aman berkata, mengapa
tidak dicoba dulu apa yang disuruh lakukan Elisa?
Kedengarannya
memang sepele, cuma membasuh di sungai Yordan 7 x, tapi jika yang sulit saja
Tuan bersedia melakukan, mengapa yang mudah tidak mau dicoba? Na’aman merasa
kena tohok. Dia berpikir bahwa
sesuatu yang gampang dilakukan itu tidak bermutu, sesuatu yang sulit dicapai
itu baru bermutu. Seandainya
Elisa menyuruh Na’aman menaiki bukit Zaitun dengan lututnya sambil
merangkak, pasti dia akan segera melakukannya dan dia yakin itu akan
menyembuhkannya. Disuruh membasuh di sungai Yordan 7 x terlalu mudah, terlalu
sepele, masa cuma begitu bisa sembuh?
Kita juga
sering begitu. Kita menganggap obat yang harganya paling mahal itu yang manjur.
Dokter yang taripnya paling tinggi itu yang pasti bisa menyembuhkan, dll.
Seringkali kita kecele.
Dalam
kehidupan rohani pun kita sering salah konsep. Tuhan berkata, jika kamu bikin
dosa, segera minta ampun kepada Tuhan, sesali dosa itu dan jangan melakukannya
lagi. Sudah selesai. Tuhan akan mengampuni dosamu itu. Tapi manusia merasa
perlu mencari jalan yang sulit dengan upayanya sendiri, misalnya dengan bertapa
berbulan-bulan, dengan sujud setiap berjalan tiga tapak, dengan memukuli
dirinya sendiri, dengan menghukum dirinya sendiri, dengan mengucapkan doa ini - doa itu sekian puluh
kali setiap hari, dengan ziarah ke sana ke sini, dll. Penyakit kusta itu
melambangkan hukuman dosa. Ingat kisah Na’aman ini jika kita merasa harus
melakukan hal yang susah dulu baru mendapatkan pengampunan.
8. Tetapi setelah Na’aman sadar bahwa
logika anak buahnya benar,
dia akhirnya
menurut instruksi nabi Elisa dan mencelupkan dirinya ke sungai Yordan 7 x. Dan dia sembuh. Bukan
berarti bahwa Tuhan tidak akan menyuruh kita melakukan hal yang sulit. Bisa
saja suatu saat kita disuruh melakukan hal yang sulit sekali. Seperti Abraham
yang disuruh mengorbankan anaknya Ishak. Tapi masalahnya bukan sulit atau
mudah, tetapi prinsipnya adalah kita
harus menurut, mudah maupun sulit, itu saja. Hanya dibutuhkan penurutan.
Tapi ceritanya belum selesai. Kita baca kelanjutannya. 2 Raja-raja 5:
5:15 Dan dia (Na’aman) kembali kepada abdi Allah itu, dia dan seluruh
pasukannya itu, dan datang dan berdiri di
hadapannya. Dan ia berkata, ‘Sekarang
aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel. Oleh karena itu aku
mohon kepadamu, terimalah pemberian dari
hambamu.’
5:16 Tetapi Elisa berkata, ‘Demi TUHAN yang hidup, yang di
hadapan-Nya aku melayani, aku tidak akan
menerima apa pun.’ Dan Na’aman mendesak
Elisa supaya menerimanya, tetapi ia menolak.
5:17 Dan Na’aman berkata, ‘Jikalau demikian, aku mohon, bolehkah diberikan kepada hambamu ini
tanah sebanyak tanggungan sepasang bagal? Sebab
hambamu ini mulai sekarang tidak lagi akan
mempersembahkan kurban bakaran atau kurban sembelihan kepada allah-allah lain kecuali kepada TUHAN.
5:18 Dan kiranya
TUHAN mengampuni hambamu ini dalam perkara yang berikut: Apabila tuanku masuk
ke kuil Rimon untuk sujud menyembah di sana, dan dia
bersandar di lenganku, dan aku membungkukkan
diriku di kuil Rimon; pada saat aku
membungkukkan badan di kuil Rimon, TUHAN mengampuni hambamu ini dalam hal
itu.’
5:19 Dan Elisa berkata kepadanya, ‘Pergilah dengan
tenang!’ …
Jadi
setelah sembuh, Na’aman kembali ke nabi Elisa. Na’aman yang kafir langsung
menyadari bahwa yang
menyembuhkannya adalah Allah orang Israel.
Suatu pertanyaan bagi kita, berapa
seringnya kita menyadari bahwa segala berkat dan kesehatan kita itu anugerah
Allah? Na’aman yang kafir ini segera
menyadarinya.
Bukan
hanya itu, Na’aman segera bertobat.
Dia mengakui bahwa hanya Allah orang Israel-lah yang ada, dan dia berjanji
untuk tidak lagi menyembah allah-allah
lain, kecuali Allah orang Israel. Ini namanya pertobatan.
Biasanya kita kalau sudah sembuh, lupa
pada semua janji kita untuk hidup lebih sehat, makan lebih sehat, tidak
mengulangi dosa yang sama, tetapi justru begitu sembuh kita segera mengejar
ketinggalan kita saat sakit dulu dan tidak bisa melakukan apa yang kita suka
walaupun itu salah di mata Tuhan. Na’aman segera bertobat dari kebiasaannya
yang lama. Hendaknya kita ingat ini.
Dan,
bertobatnya Na’aman bukan setengah-setengah, tetapi dia bahkan sudah berpikir
ke depan. Dia ingat, setelah dia kembali ke Siria, dan rajanya pergi ke kuil
Rimon untuk menyembah di sana, maka tidak bisa tidak, bila rajanya bersandar di
lengannya, dan sujud, maka dia yang adalah panglima raja harus ikut sujud. Tapi
Na’aman berkata bahwa selanjutnya itu hanya dilakukannya sebagai tugasnya
mengawal rajanya, hatinya tidak sujud di sana, karena dia sendiri sudah
memutuskan untuk tidak lagi menyembah allah-allah lain di kuil Rimon. Jadi Na’aman yang kafir sekarang
sudah menjadi Na’aman umat Tuhan.
Dan itulah sebabnya mengapa Yesus mengingat
dan mengenal namanya. Karena namanya tercatat di dalam Buku Alhayat yang ada di
Surga!
Jadi,
ini membuat kita sadar, seringkali
Tuhan mengizinkan kita sakit supaya kita selamat. Seandainya
Na’aman tidak kena kusta, dia tidak pernah akan mencari Elisa, tidak akan kenal
Allah Israel, dan namanya tidak akan ada dalam buku Alhayat.
Penyakit
itu tidak datang dari Tuhan. Penyakit itu akibat dosa, dosa kita
sendiri, dosa orang lain, dosa lingkungan, dosa yang merusak ekosistem, dan
juga ulah Setan yang suka membuat manusia sengsara agar manusia marah kepada
Tuhan. Tetapi apabila kita berserah sepenuhnya kepada Tuhan, maka Tuhan
berjanji di Roma 8:28
Kita tahu sekarang, bahwa
Allah turut bekerja dalam segala sesuatu
untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi dia,
yaitu bagi mereka yang
terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Tuhan
memakai penyakit kusta yang menjangkiti Na’aman untuk menyelamatkannya. Na’aman
bukan saja mendapat kesembuhan jasmani, tapi dia mendapatkan janji hidup kekal
kelak di dunia baru yang bebas penyakit, bebas kematian, bebas dosa, bebas air
mata. Bukankah Tuhan itu maha pengasih dan penyayang?
Tapi
kisah Na’aman belum selesai. Jika penyakit kusta Na’aman membuat dia bertemu dengan
keselamatan, maka penyakit kusta Na’aman justru membuat Gehazi, pembantu nabi
Elisa, yang kena hukuman Tuhan.
Kita
lanjutkan 2
Raja-raja pasal 5:
5:19 …Jadi Na’aman meninggalkan
Elisa belum jauh,
5:20 tetapi Gehazi, bujang Elisa abdi Allah berkata, ‘Lihatlah, tuanku telah melepaskan Na’aman orang Aram ini dengan tidak menerima apa pun yang dibawanya. Tetapi demi TUHAN yang hidup, aku akan berlari mengejar dia dan mengambil sesuatu darinya.’
5:21 Lalu Gehazi mengikuti Na’aman. Dan ketika Na’aman melihatnya berlari-lari mengejarnya, turunlah ia
dari atas kereta untuk menemuinya dan
berkata, ‘Apakah semuanya baik?’
5:22 Dan dia berkakta, ‘Semuanya baik. Tuanku Elisa telah mengirim
aku untuk mengatakan, ‘Lihat, baru saja datang kepadaku dua orang muda dari pegunungan
Efraim, anak-anak para nabi. Berikan kepada
mereka setalenta perak dan dua potong pakaian.’
5:23 Dan Na’aman berkata, ‘Jangan khawatir, ambillah dua talenta.’ Dan Na’aman mendesak dia, dan mengikat
dua talenta perak dalam dua pundi-pundi bersama
dua potong pakaian, lalu memberikannya kepada dua bujangnya; dan mereka ini membawa
semuanya di depannya.
5:24 Dan ketika Gehazi tiba di bukit, dia mengambilnya dari
tangan mereka, dan disimpannya di dalam rumah, dan dia
melepas orang-orang itu pergi, dan pergilah
mereka.
5:25 Tetapi ketika Gehazi masuk dan tampil di depan tuannya, berkatalah Elisa kepadanya, ‘Dari
mana kau, Gehazi?’ Dan dia berakta, ‘Hambamu
tidak pergi ke mana-mana.’
5:26 Dan Elisa berkata
kepadanya, ‘Tidakkah hatiku pergi bersamamu ketika orang itu turun dari
atas keretanya untuk menemuimu? Apakah ini saatnya untuk menerima uang dan menerima
pakaian, dan kebun-kebun zaitun, dan kebun-kebun
anggur, dan domba dan sapi, dan budak laki-laki dan
budak perempuan?
5:27 Oleh karena itu, penyakit kusta Na’aman akan
melekat padamu dan pada keturunanmu untuk
selama-lamanya.’ Maka pergilah Gehazi dari hadiratnya sebagai orang kusta, putih seperti
salju.
Ngeri, bukan?
Bagian
ini adalah bagian yang tragis. Gehazi yang adalah pembantu Elisa, yang setiap
hari berkumpul dengan Elisa, belajar dari Elisa, kenal Allah Israel, tahu Hukum
Allah, justru dia yang hilang, dia yang tidak selamat. Menjadi orang kusta,
orang yang najis. Harta telah
membutakan matanya sehingga keselamatan dan hidup kekal tidak lagi berharga
baginya. Lebih berharga
talenta perak dan pakaian. Demi mendapatkan harta itu Gehazi telah
mencatut nama Elisa, menyembunyikan kejahatannya, dan berbohong kepada Elisa.
Dan
sebagai akibatnya, penyakit kusta Na’aman pindah kepadanya. Dan bukan hanya
kepadanya, tetapi kepada anak-cucunya untuk selama-lamanya.
Nama
Gehazi tidak lagi ada di dalam Buku Alhayat.
Di zaman
dulu, Tuhan sering memberi pelajaran dengan langsung menjatuhkan hukuman kepada
mereka yang telah berbuat dosa.
Di zaman
sekarang, Tuhan sepertinya sudah tidak begitu keras lagi, karena sering kita
melihat orang-orang yang berbuat tidak benar, hidupnya tetap makmur, dan itu
terkadang membuat kita merasa Tuhan tidak adil, atau Tuhan justru sudah menurunkan
standarNya, sekarang berbuat dosa sudah tidak apa-apa, melanggar perintah Tuhan
juga tidak apa-apa. Banyak dari kita yang menganggap bahwa Tuhan di zaman
Perjanjian Lama itu keras, sedikit-sedikit menjatuhkan hukuman mati, tapi Tuhan
di zaman Perjanjian Baru itu lebih sabar, lebih pemaaf, lebih mengasihi, sudah
tidak ada lagi yang langsung dihukum mati.
Itu
adalah pendapat yang tidak tepat.
Tuhan tetap Tuhan yang sama, baik di
zaman Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Tuhan tidak pernah berubah.
Dosa tetap dosa.
Dosa
adalah pelanggaran hukum Tuhan (1 Yohanes 3:4).
Dan hukuman dosa tetap kebinasaan. Upah dosa tetap maut (Roma
6:23).
Bagi
Tuhan yang penting adalah manusia boleh selamat untuk menikmati hidup kekal
kelak di dunia yang bebas dari dosa. Karena itu mereka yang berbuat dosa dan
tidak pernah bertobat dan mohon pengampunan untuk dosa-dosanya itu, tidak
beroleh hidup kekal dan tidak bisa masuk ke dunia baru yang bebas dosa. Itulah
hukuman kebinasaan total.
1 Korintus 2:9
Tetapi sebagaimana tertulis:
Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh
telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: itulah yang disediakan Allah untuk
mereka yang mengasihi Dia.
Surga
dan Dunia Baru itu indah, teman-teman, tidak bisa kita bayangkan bagaimana
indahnya. Rugi jika kita tidak berakhir di sana. Rugi jika satu-satunya tempat yang kita
kenal hanya dunia ini sekarang yang sudah rusak oleh dosa. Biarlah Surga dan dunia baru masuk daftar “tempat
yang harus aku datangi”, bukan cuma Paris, atau Venezia, atau Beijing, atau
Alaska. Betul, tempat-tempat itu juga unik dan indah, tapi Surga dan Dunia Baru
melebihi segala keindahan yang pernah kita lihat karena di sana tidak ada lagi
dosa, tidak ada lagi kerusakan, tidak ada lagi kematian, tidak ada lagi
perpisahan. Semuanya kekal.
Janganlah
kita berakhir seperti Gehazi.
Hendaknya
kita bisa seperti Na’aman, yang walaupun berangkat dari latar belakang kafir,
penyembah berhala, tapi karena telinganya mau mendengar nasihat-nasihat yang
baik yang diberikan orang-orang lain kepadanya, dia bertemu dengan keselamatan
Tuhan. Dan dia cukup tanggap untuk segera menerima keselamatan itu,
meninggalkan berhalanya, bertobat, dan menyembah Tuhan yang telah menyelamatkannya.
Berabad-abad kemudian, namanya disebut oleh Yesus, Juruselamatnya yang telah
menyelamatkannya, dan hingga hari ini kisahnya menjadi pelajaran dan teladan
bagi kita.
Sebuah
renungan.
12 07 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar