173. PLURALISME…PLURALISME…PLURALISME
______________________________________
Apa pemahaman kita akan kata “PLURALISME”?
Semua
tahu kata “plural” artinya lebih dari satu, jamak, beragam. Maka “Pluralisme”
bolehlah kita artikan pola pikir atau faham yang bisa menerima
keberagaman segala jenis.
Sekarang
aplikasinya.
Nah,
ini yang sering disalahpahami oleh banyak orang.
MENERIMA
PERBEDAAN ORANG LAIN, ARTINYA TIDAK
MEMPERLAKUKAN ORANG LAIN YANG BERBEDA DENGAN KITA SECARA TIDAK BAIK KARENA
PERBEDAAN TERSEBUT.
Jadi,
misalnya kita bertetangga dengan seorang koruptor. Kita bukan koruptor, tapi
tetangga kita ini koruptor, dan kita tahu bahwa dia seorang koruptur, berarti
dia berbeda dengan kita, bukan? Kalau
tetangga kita yang koruptor ini suatu hari jatuh, pas lewat di depan rumah kita
dan kita melihat, seorang pluralis
akan segera memberikan pertolongan tanpa memandang apakah dia seorang koruptor
atau bukan.
Itu
artinya, kita memperlakukan orang yang berbeda dengan kita, sama seperti kita
memperlakukan diri kita sendiri atau orang-orang yang sama dengan kita (dalam
hal ini yang bukan koruptor).
Inilah
aplikasi
pluralisme, yaitu MEMPERLAKUKAN ORANG-ORANG YANG
BERBEDA DENGAN KITA, SAMA BAIKNYA SEPERTI MEMPERLAKUKAN DIRI KITA SENDIRI dan orang-orang yang sama
dengan kita.
Satu
contoh lain. Misalnya tetangga kita itu dua laki-laki yang hidup bareng sebagai
pasangan gay. Pluralisme berarti kita tetap berteman dengan mereka, menyapa
kalau bertemu, saling berinteraksi, ngobrol, dan bila mereka lagi membutuhkan
bantuan, ya kita bantu, tanpa membedakan mereka dengan tetangga yang lain yang
tidak gay. Jangan karena tetangga ini gay lalu rumahnya terbakar kita diam saja
tidak menolongnya. Itu aplikasi pluralisme.
Contoh
lagi.
Misalnya
kita mengenal seorang yang atheis, yang tidak mengakui ada Tuhan. Bolehkah kita
berteman dengannya? Boleh. Asalkan jangan sampai kita lalu terseret ikut dia
juga tidak mengakui Tuhan. Kalau orang atheis ini kecelakaan di jalan, dan kita
pas ada di sana, ya kita harus menolongnya, membawanya ke rumah sakit,
memberitahu keluarganya, dan memberikan apa saja bantuan yang diperlukan pada
saat itu.
Jadi
intinya adalah, memperlakukan setiap orang yang berbeda dengan kita secara ras, agama, suku, bahasa, kebudayaan, status
ekonomi, pendidikan, kejanggalan, dll. sama baiknya seperti kita memperlakukan
orang-orang yang tidak berbeda dengan kita. Dengan kata lain, kita akan MEMPERLAKUKAN SEMUA ORANG SEBAGAIMANA KITA SENDIRI INGIN
DIPERLAKUKAN OLEH MEREKA, dengan kebaikan yang tulus.
Jadi
bila kita sudah memakai pola pikir dan pola tindak ini, kita adalah PLURALIS.
Mirip
ajaran Kristen, tidak? Iya! Itulah yang diajarkan dan dilakukan Kristus.
Jadi seorang Kristen sejati
itu seorang Pluralis.
Tapi seorang Pluralis belum
tentu seorang Kristen.
Tetapi,
ini yang harus kita ingat baik-baik: sebagai PLURALIS tidak berarti kita lalu menjadi bunglon, atau plin-plan, atau mengorbankan
prinsip-prinsip kita sendiri.
Maka,
walaupun berlaku baik dan siap membantu tetangga kita yang koruptor, tidak berarti
lalu kita membenarkan perbuatannya mengorupsi, apalagi membantunya
menyembunykan hasil korupsinya. Kita
tetap harus berkata bahwa korupsi adalah tindak kejahatan, karena undang-undang
Negara berkata demikian.
Sama
dengan tetangga kita yang gay, walaupun kita setiap hari menyapa dan bicara dengan
mereka, tetapi kita tetap harus berkata bahwa hubungan sesama jenis itu dosa
menurut agama. Bila karena satu dan
lain hal mereka harus menginap di rumah kita, kita tidak boleh menempatkan
mereka dalam kamar yang sama berdua saja.
Dan
bila teman yang atheis itu mengatakan bahwa sains membuktikan tidak ada Tuhan,
kita jangan
mengiyakan, kita harus yakin 100%
bahwa Tuhan itu ada, dan kita harus menyatakan posisi kita dengan jelas, bahwa
kita yakin Tuhan itu ada. Kita harus mampu mempertahankan apa yang kita Imani.
Jadi,
sebagai PLURALIS, tidak berarti
KITA MENOLERANSI KESALAHAN, dan menganggapnya BENAR!
“Oh,
kita tidak boleh menghakimi sesama manusia!” banyak orang sok-benar berkata
begitu. Tetapi ikut mengatakan apa yang dikatakan oleh Negara dan
Tuhan sebagai dosa, itu bukan menghakimi. Memang sudah ada
ketentuannya, sudah ada Hukumnya, baik itu Hukum Negara, maupun itu Hukum Tuhan.
Jadi kita tidak menghakimi. Kita hanya mengikuti apa yang sudah ditentukan oleh Negara
dan Tuhan apa yang dosa, apa yang tidak. Kita
hanya mengaplikasikan ketentuan itu dalam hidup kita.
Misalnya,
kalau ada pencuri menjambret tas, dan kita berteriak “Maling!” itu bukan
menghakimi. Karena perbuatan menjambret milik orang lain, sudah ditentukan oleh
Negara dan oleh Tuhan sebagai perbuatan maling. Kita hanya mengaplikasikannya.
Jadi,
terhadap tetangga kita yang koruptor, walaupun kita selalu memperlakukannya
dengan baik, tetap kita tidak boleh mengatakan kepadanya, “Apa yang kamu
lakukan itu benar kok, tidak apa-apa. Korupsi saja, selama tidak ketahuan.
Karena kamu menganggapnya benar, maka saya yang pluralis, juga menganggap itu
benar.” Begitu? Apa tidak konyol itu?
Dan
kepada pasangan gay tetangga kita, kita berkata, “Oh, tidak apa-apa, itu cuma lifestyle, setiap orang bebas menentukan
pola hidupnya sendiri. Saya ini pluralis, jadi saya setuju-setuju saja. Kalau
menurut kalian itu benar, siapalah saya menghakimi?” Begitu? No!
Lalu
kepada teman yang atheis yang mengatakan bahwa manusia itu procotan dari monyet
bukan ciptaan Tuhan karena tidak ada Tuhan, apakah kita juga berkata, “Iya,
benar, memang sains mendukung teori Evolusi. Manusia memang berasal dari
monyet.” Kalau begitu, kita membuat malu Tuhan kita yang telah menciptakan kita
menurut gambar dan rupaNya!
Itu namanya kita bukan PLURALIS
tapi kita BUNGLONIS.
Jika
seorang Pluralis harus menerima segala sebagai kebenaran, maka hanya penjahat
yang bisa menjadi pluralis, karena penjahat itu menganggap semua benar, tidak
ada yang salah; yang benar ya benar, yang salah ya benar. Bagi penjahat tidak
ada batasan Hukum, baik itu Hukum Negara maupun Hukum Tuhan. Mau mencuri kek,
menipu kek, korupsi kek, jadi dealer narkoba kek, berzinah dan berhubungan
seksual yang tidak wajar kek, semua itu boleh-boleh saja. Tidak ada larangan.
Penjahat tidak mengenal Hukum. Tapi PLURALIS MENGENAL Hukum, PLURALIS BUKAN PENJAHAT.
Pikirkan
itu.
Sekarang,
aku mau lebih spesifik, yaitu membahas PLURALIS YANG BERKEYAKINAN KRISTEN.
Nah,
banyak dari kita yang bingung antara bersikap pluralis dengan menjadi bunglon
atau tidak punya prinsip.
Yang
aku maksudkan prinsip
di sini adalah keyakinan yang kita pegang dalam hidup. Ada orang
yang menyebutnya agama, tetapi aku lebih suka menyebutnya “AJARAN-AJARAN TUHAN YANG KITA YAKINI.”
Kata “agama” itu terlalu luas karena mencakup bukan hanya ajaran Tuhan
tetapi juga segala ajaran dan ritual ibadah yang diciptakan manusia. Karena itu
aku lebih suka memangkasnya ke intinya saja, yaitu “HANYA AJARAN-AJARAN TUHAN YANG KITA YAKINI”,
tanpa segala ritual dan ajaran ciptaan manusia di dalamnya. Karena manusia
semua tidak ada yang sempurna, dan hanya Tuhan yang sempurna dan tidak bisa
salah.
Contoh: sebagai
orang Kristen, aku meyakini bahwa hidup dan mati itu hanya satu kali. Orang
Buddha meyakini reinkarnasi. Sebagai pluralis, berarti aku bisa tetap berteman
dengan orang-orang Buddha, bisa ngobrol bareng, bisa tertawa bareng, bisa
bergaul dengan akrab, bisa tolong-menolong, dll. Tetapi bagaimana aku bisa
membenarkan adanya reinkarnasi karena Alkitab
mengatakan manusia hanya hidup dan mati satu kali, bahwa jiwa itu tidak baka?
Tidak mungkin, kan? Jika aku membenarkan reinkarnasi itu ada atas
nama pluralisme, itu namanya aku bukan pluralis tapi bunglonis. Dan itu artinya aku
mengkhianati apa yang aku yakini sendiri.
Jadi
bagaimana?
Walaupun
aku bisa bergaul dengan teman-teman Buddha, tapi bila mereka bicara tentang
reinkarnasi, aku harus mengatakan bahwa aku tidak sepaham dengan mereka. Kalau
mereka mengatakan mungkin nyamuk yang terbang itu pernah keluarga mereka yang
bereinkarnasi, aku harus tetap mengatakan bahwa menurut keyakinanku nyamuk ya
nyamuk bukan manusia yang bereinkarnasi.
Jadi
kita harus menjelaskan kepada mereka di mana posisi kita. Jangan diam saja.
Kita harus menyatakan keyakinan kita.
Contoh: Jika kita diajak
ikut acara berdoa bersama dengan banyak agama yang lain, sebagai Pluralis
Kristen, kita ikut berdoa tidak?
TIDAK!
Karena
ajaran Kristen mengatakan kita berdoa hanya kepada Allah Bapa, dalam nama Yesus
Kristus. Bagaimana
kita bisa ikut dalam doa mereka yang tidak mengakui Yesus Kristus dan tidak
berdoa kepada Allah Bapa? Bagaimana kita bisa mengamini doa yang tidak
ditujukan kepada Allah Bapa dalam nama Yesus Kristus?
Jadi
biarpun kita Pluralis dan kita menghormati keyakinan orang lain, kita tidak
bisa berdoa bersama-sama dengan mereka.
Beda
dengan jika kita berada dalam pesawat yang mau jatuh, lalu 300 penumpang
masing-masing berdoa sendiri-sendiri. Walaupun itu di dalam pesawat yang sama,
tapi itu bukan doa bersama, itu doa sendiri-sendiri.
Contoh: Jika
kita berjualan di pasar misalnya, kita jualan beras, lalu datang seorang gay,
atau seorang banci, atau seorang pembunuh, atau seorang koruptor, mau membeli beras
di toko kita, kita layani tidak?
Harus
dilayani dengan
ramah pula, karena dia datang sebagai pembeli! Asal dia membayar,
ya kita layani plus senyum, dengan sebaik-baiknya.
Kedatangannya
tidak ada kaitannya dengan fakta apakah dia gay, atau banci, atau laki-laki
tulen, atau orang saleh, atau orang jahat. Selama dia bersedia membayar, ya dia
dilayani dengan baik seperti pembeli yang lain.
Contoh: Tetapi
kalau kita punya kenalan teman yang mau berselingkuh, dan kita tahu itu bukan
pasangannya yang resmi, dan mereka mau meminjam atau menyewa atau mengontrak
rumah/homestay/villa kita sebagai tempat untuk berbuat mesum itu, kita layani
tidak?
TIDAK! Karena
mereka mau memakai sesuatu milik kita untuk tempat melakukan dosa mereka. Di
sini jelas-jelas kita harus menolak. Menolak mereka bukan tidak pluralis. Kita
harus bersikap tegas. Tidak boleh kita berkata asal dia membayar, apa yang dia
lakukan di rumah/villa kita itu urusannya sendiri. Jika kita memfasilitasi
orang lain berbuat dosa, kita ikut berdosa.
Atau
jika kita seorang pialang (makelar/broker)
rumah, kita diminta teman kita untuk mencarikan rumah/tempat bagi perempuan
simpanannya, bagaimana kita menyikapinya? Kita harus menolaknya. Jangan beranggapan
kalau bukan kita yang mencarikan toh dia akan mencari pialang lain untuk
mencarikan, ya sudah lebih baik fee
pialangnya jatuh ke tangan kita saja. Kita dihitung Tuhan ikut berdosa.
Jangan
membantu orang lain berbuat dosa, karena jika kita membantu orang lain berbuat
dosa, kita sendiri juga ikut berdosa.
Contoh: Kalau kita ke
salon, dan stylistnya adalah seorang banci, bolehkah rambut kita dipotong
olehnya?
Boleh. Karena
yang memotong rambut itu tangannya, keahliannya, bukan kecenderungan
seksualnya. Apakah stylist ini bekas napi, atau pezinah, atau pencuri, atau apa
pun dosanya, tidak jadi masalah karena kita hanya memakai keahliannya sebagai pemotong rambut.
Contoh:
Kalau
kita ke restoran, dan chefnya seorang banci, bolehkah kita makan masakannya?
Boleh. Karena
keahliannya memasak yang kita nikmati di sini, bukan status gendernya. Dia
tidak memasak dengan gendernya.
Contoh: Lebih sulit nih.
Kalau kita seorang dokter dan ada yang minta operasi transgender, kita layani tidak?
TIDAK! Karena
kita tidak boleh memfasilitasi penyimpangan yang dilarang Tuhan.
Tetapi
kalau seorang banci atau gay menderita usus buntu, dan kita ini dokter bedah
yang berdinas, kita boleh mengoperasinya atau tidak?
Boleh! Karena
penyakitnya tidak ada kaitannya dengan orientasi seksualnya.
Conntoh: Jika ada
pasangan LGBTQ datang ke gereja kita, bagaimana sikap kita? Apakah langsung kita
tolak dan kita dorong mereka keluar?
TIDAK! Kita
terima mereka dengan baik sama seperti orang-orang lain yang datang beribadah
di sana. Tentunya dengan catatan mereka bersikap sopan di dalam gereja, layaknya
orang-orang lainnya yang beribadah di dalam gereja. Kalau mereka berbuat yang
tidak sopan/tidak senonoh di dalam gereja, ya harus ditegur, dan jika setelah
ditegur mereka tetap demikian, barulah mereka diantarkan keluar pintu. Tetapi
ingat, mereka
ditegur bukan karena mereka LGBTQ, tetapi karena mereka bersikap tidak sopan
atau tidak senonoh di dalam gereja. Orang-orang normal pun kalau
bersikap tidak sopan di dalam gereja juga harus kita tegur dan jika mereka
masih begitu, ya juga dipersilakan
keluar.
Mengapa
kita menerima mereka? Karena setiap manusia berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk
mendengarkan Firman Tuhan dan diselamatkan.
Baguslah
jika mereka masih mau masuk gereja. Mungkin mereka berusaha minta bantuan Tuhan
agar bisa keluar dari masalah mereka. Maka anggota gereja perlu membantu mereka
baik dalam memberikan kesempatan bertobat kepada mereka, mendoakan mereka,
menguatkan niat baik mereka, dan menuntun mereka kembali ke jalan yang benar.
Tetapi
jika ada
pasangan LGBTQ datang ke gereja dan minta dinikahkan di sana, maka
gereja yang benar HARUS MENOLAKNYA.
Mengapa? Karena itu sudah berarti membantu orang lain berbuat dosa, mengesahkan
suatu hubungan yang dilarang oleh Tuhan.
Menerima sesuatu yang sudah dicap Tuhan sebagai perbuatan dosa, apalagi
dosa yang keji (abomination), itu bukan pluralisme tapi makar kepada Tuhan!
Jika
gereja kalian menerimanya, sudah waktunya kalian mencari gereja yang lain, yang
berpegang pada ajaran Tuhan dan tidak mengikuti trend dunia.
Jadi dalam hal ini kita harus bisa memisahkan
antara bersikap pluralis dalam hubungan antar-manusia (berteman, bergaul,
tolong menolong dll.) tanpa mengorbankan keyakinan kita sendiri, dengan
membenarkan apa yang dilarang oleh Firman Tuhan.
Semakin
mendekati akhir zaman isu kekacauan gender ini akan menjadi semakin membesar. Ini
sudah dikatakan Yesus 2000 tahun yang lalu.
Lukas 17:28-30
Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan, mereka minum, mereka membeli, mereka menjual, mereka menanam, mereka
membangun. Tetapi pada hari yang sama Lot keluar dari Sodom, turunlah
hujan api dan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. Demikianlah
halnya kelak pada hari, ketika Anak Manusia dinyatakan
Ingat
kisah Sodom dan Gomora? Kata “Sodom” sampai dijadikan kata kerja untuk
menggambarkan praktek hubungan seksual yang menjijikan.
Bagaimana
nasib kota Sodom dan Gomora? Habis dibakar Tuhan. Penyimpangan
seksual merupakan salah satu kejijikan (abomination) di mata Tuhan.
Tetapi
sekarang manusia-manusia yang tidak takut Tuhan, semakin lama semakin
terang-terangan berani menantang Tuhan. 100 tahun yang lalu orang-orang ini masih
merasa malu dan berdosa melakukan penyimpangan seksual, sebisa-bisanya mereka
menyembunyikan fakta itu. Tapi hari ini mereka secara terbuka terang-terangan
mengakui dengan bangga penyimpangan seksual mereka. Seleb-seleb malah
dielu-elukan. Dan lebih parah lagi, perbuatan mereka mendapatkan dukungan dari
banyak orang, termasuk para rohaniawan yang seharusnya tahu bahwa itu dosa.
Bahkan
orang-orang yang normal pun sekarang sengaja mengacaukan pemisahan gender yang
dibuat Tuhan saat penciptaan dengan menjadikan diri mereka “non-binari”,
artinya tidak mau diidentifikasi sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka
berdandan dan berpakaian setengah laki-laki dan setengah perempuan, mereka
memakai nama-nama yang tidak jelas apakah itu nama perempuan atau laki-laki.
Dan mereka membesarkan anak-anak mereka dengan konsep yang sama.
Bagaimana
sikap seorang Kristen pluralis menghadapi ini?
Kita
harus tetap berdiri di atas kebenaran Alkitab. Kita memperlakukan mereka sebagai “sesama
manusia”, tetapi kita tidak boleh membenarkan dosa yang mereka lakukan, dan
kita tidak boleh memfasilitasi perbuatan dosa mereka.
Sekarang,
pertanyaannya adalah, APAKAH
SEORANG YANG PLURALIS KRISTEN ITU HARUS MEMBERITAHU ORANG LAIN BAHWA PERBUATANNYA
MENURUT AJARAN KRISTEN ADALAH SALAH ATAU DOSA?
Jawabannya
tentu sangat bergantung
kepada SEBERAPA KOMITED KITA KEPADA KEYAKINAN KITA, dan SEBERAPA BESAR KASIH
KITA KEPADA ORANG TERSEBUT.
Kebanyakan
kita akan menghindari hal itu, karena mengatakan perbuatan orang lain tidak
benar, bukan posisi yang enak. Resikonya besar. Bisa-bisa mendapat sumpah
serapah dari banyak pihak, kita dituduh sok-suci, dituduh bigot, dituduh
melanggar hak asazi, dibully habis-habisan, dll. karena itu biasanya kita
biarkan saja. Dengan
dalih toleransi, kita bersembunyi di balik tameng pluralisme, dan kita biarkan
teman kita itu terus berbuat dosa. Toh kelak dia sendiri yang
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada Tuhan, kenapa kita yang
bingung? Kita tidak mau dikenal sebagai orang yang bawel, yang dituduh menghakimi
orang lain. Kita mau dikenal sebagai orang yang baik hati, yang toleransi, yang
cuma mengucapkan kata-kata yang manis, yang tidak pernah menyinggung orang,
dll. Dan kebanyakan kita memutuskan untuk membiarkan saja setiap orang
menjalani kehidupannya sendiri, mau selamat kek, mau binasa kek, bukan urusan
kita. Yang penting kita dikenal sebagai orang baik, orang yang pandai bergaul.
Di mata dunia.
Nah,
kita sudah tahu kan bahwa pandangan dunia selalu bertolak belakang dengan
pandangan Tuhan? Maka kita boleh yakin, apa yang dianggap dunia baik, bisa-bisa
malah itu dianggap Tuhan tidak baik.
Dengar
apa kata Tuhan!
Bagi
teman-temanku yang Kristen, aku akan menunjukkan beberapa ayat. Ternyata Tuhan akan minta pertanggungjawaban kita juga kelak! Jadi
jangan enak-enak hanya mau memainkan peranan sebagai orang yang manis. Jika
kita tidak menegur saudara kita yang berbuat kesalahan, Tuhan akan menuntut
pertanggungjawabannya dari kita.
Yehezkiel pasal 3 ~ di sini Tuhan berbicara kepada kita:
3:18 Bila Aku berfirman kepada orang jahat, ‘Kamu pasti akan mati!’
-- dan engkau tidak memperingatkan
dia atau berbicara
untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, untuk menyelamatkan nyawanya, orang jahat tersebut akan mati dalam dosanya, tetapi darahnya
akan Aku tuntut dari tanganmu.
3:19 Tetapi jikalau
engkau memperingatkan orang jahat itu, dan ia tidak berbalik dari kejahatannya,
maupun dari hidupnya yang jahat, ia akan
mati dalam dosanya, tetapi engkau telah
menyelamatkan nyawamu.
3:20 Lagi, bila seorang yang benar berbalik dari
kebenarannya dan berbuat dosa, dan Aku
meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memberinya peringatan, ia akan mati dalam dosanya dan kebenaran yang telah dilakukannya tidak akan diingat, tetapi darahnya akan Aku tuntut dari tanganmu.
3:21 Namun begitu, jikalau engkau memperingatkan
orang yang benar itu, supaya orang benar itu
tidak berbuat dosa, dan dia tidak
berbuat dosa, ia pasti akan hidup, sebab ia telah diperingatkan, dan engkau juga telah menyelamatkan nyawamu.
Jadi, jangan enak-enak, teman-teman, walaupun kita adalah pluralis, jika kita tahu ada teman kita yang sudah berbuat jahat, atau hidup dalam dosa, kita tetap wajib menunjukkan kesalahan mereka. Jika tidak, dan dia mati dalam dosanya, maka Tuhan akan menuntut pertanggungjawabannya dari kita, karena kita punya kesempatan untuk menolongnya namun kesempatan itu tidak kita gunakan.
Bagaimana
cara seorang Kristen Pluralis memberitahu orang lain tentang perbuatan mereka
yang melanggar Hukum?
Apakah
itu lalu berarti kita harus memaksa teman-teman kita yang salah jalan untuk
bertobat?
Kalau
tidak mau bertobat lalu kita gebukin?
Kita
tidak mau berteman dengannya lagi, atau kita mengucilkannya, atau kita
menyiksanya, atau berbuat jahat kepadanya?
TIDAK!
Andai
kita berbuat begitu, berarti kita sendiri sudah berdosa. Tidak. Tugas kita kata
Tuhan adalah “memperingatkan”
orang saja, bukan “memaksa” dia, apalagi menghukum dia jika dia
tidak mau mendengar peringatan kita. TIDAK. TIDAK. Itulah yang dilakukan Kepausan
dalam Inquisisi mereka yang kejam. Semua orang yang dianggap melawan gereja,
ditangkap, harta bendanya dirampas, orangnya disiksa dengan alat-alat penyiksa
yang mengerikan (lihat saja di Google, banyak gambarnya), dibakar hidup-hidup,
dijadikan makanan binatang buas, digantung, ditarik kaki dan tangannya sampai
terlepas dari tubuhnya, dan macam-macam kekejaman lainnya.
Tuhan tidak memberi kita wewenang untuk
menghukum orang lain hanya karena orang tersebut tidak mau menerima pendapat
kita.
Jadi
kita memberitahu mereka bagaimana ajaran Tuhan kita, dengan lemah lembut,
dengan sabar, tanpa membuat mereka malu.
Kita
saja kalau berbuat salah Tuhan tidak memarahi kita, Tuhan menegur kita dengan
sabar dan lembut lewat segala cara yang tidak kentara, yang tidak mempermalukan
kita, maka kita yang sesama manusia berdosa juga harus bersikap lembut dan
sabar, jangan mempermalukan orang, beri dia kesempatan untuk mundur secara
terhormat. Tujuan kita menegur mereka ialah agar mereka bertobat dan selamat,
bukan untuk mencari musuh dan menyinggung mereka, jadi jangan bertengkar. Kita
pasti akan menghadapi bermacam-macam reaksi. Ada yang marah, ada yang lalu
tidak mau bicara lagi dengan kita, ada yang tidak mau mendengar. Jadi kalau
kita mendapatkan reaksi demikian, ya kita maklumi. Kalau kita sudah berusaha,
sudah kita doakan, teman kita tetap tidak mau terima, ya kita hormati
pilihannya. Kita tidak boleh memaksa. Kita sudah melakukan kewajiban kita,
selebihnya serahkan kepada Roh Kudus. Tapi siapa tahu dari antara sekian banyak
yang tidak mau mendengar ada 1-2 yang mau?
Jadi SEORANG PLURALIS TETAP WAJIB MEMBERITAHU
ORANG LAIN JIKA KITA TAHU APA YANG DILAKUKANNYA ITU BERTENTANGAN DENGAN
KEBENARAN YANG KITA YAKINI.
1. Kita
manusia hanya:
· Menyampaikan/membagikan
kebenaran
· Memperingatkan/menunjukkan
kesalahan sesuai ajaran Alkitab
2.
Membuat orang yang mendengar, mau atau
tidak menerima kebenaran itu, itu bagian Roh Kudus.
3. Menghukum
orang yang tidak bertobat itu nanti bagian Tuhan.
Jadi
kita lakukan saja tugas kita, tidak lebih, tidak kurang. Janganlah kita mengambil
wewenang Roh Kudus, jangan kita merebut kuasa Tuhan. Tetapi jangan pula kita
tidak melakukan tugas yang dibebankan kepada kita.
20
08 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar