166. TERBALIK
________________________________________
Dua Sabat berturut-turut Pdt. Kristiyono berkhotbah tentang tema TERBALIK. Dan pembahasan ini dibuat berdasarkan kedua khotbah tersebut.
T
E R B A L I K
Apa yang
terbalik?
Cara atau metode
atau konsep dunia.
Terbalik dari
apa?
Cara atau metode
atau konsep Allah.
Apa yang
diajarkan dunia itu terbalik dari apa yang diajarkan Allah.
Siapa yang bilang?
Alkitab!
Kita lihat
terjemahan LAI dulu.
1 Korintus 3:19 terjemahan LAI
Karena
hikmat dunia ini adalah kebodohan bagi Allah. Sebab ada tertulis: ‘Ia yang menangkap orang berhikmat
dalam kecerdikannya.’
Kata yang diterjemahkan “menangkap” oleh
LAI, berasal dari kata δράσσομαι [drassomai] yang menurut
Strong’s Dictionary berarti: capture (= menangkap), grasp
(= mencekal), entrap (= menjebak/mengurung
dalam perangkap).
Kata yang diterjemahkan “berhikmat” oleh LAI, berasal dari
kata σοφός [sophos]
yang menurut
Strong's Dictionary berarti: clear (= jelas), wise ~ in general (= bijak ~ secara umum).
Kata yang diterjemahkan “kecerdikannya” oleh LAI, berasal dari kata πανουργία [panourgia] yang menurut
Strong’s Dictionary berarti: trickery (= tipu muslihat), sophistry
(= kecanggihan), cunning (=
kelicikan), subtilty (kelihaian), adroitness -–in a bad sense (ketangkasan – dalam makna negatif).
Jadi ayat
tersebut lebih tepat diterjemahkan seperti terjemahan KJV, seperti berikut:
1 Korintus 3:19
Karena hikmat dunia ini adalah
kebodohan bagi Allah. Sebab ada tertulis: ‘Ia
menjebak orang cerdik dalam kelicikan mereka sendiri.’
Jadi, apa yang
dianggap hikmat atau bijak oleh dunia itu malah dianggap kebodohan oleh Allah.
Ini bagian yang pertama.
Bagian yang kedua dari ayat ini semakin menarik.
Orang-orang yang σοφός [sophos]
“cerdik” ini terjebak dalam πανουργία [panourgia] “kelicikan”
mereka sendiri. Ayat itu mengatakan Allah yang δράσσομαι [drassomai] "menjebak" mereka, tetapi
sebenarnya bukan Allah yang menjebak mereka, melainkan Allah membiarkan mereka
masuk jebakan mereka sendiri. Ingat pepatah, siapa menggali lubang, terperosok
sendiri ke dalamnya. Ini sama seperti itu. Bila di Alkitab kita bertemu dengan
ungkapan Allah yang melakukan sesuatu yang buruk pada manusia, makna
sesungguhnya ialah Allah mengizinkan atau membiarkan hal yang buruk menimpa
manusia itu. Mengapa? Karena manusia ybs. sendiri tidak mau patuh pada Allah,
dan berlindung padaNya.
Jadi, terjebak dalam
kelicikan mereka sendiri, artinya apa? Artinya mereka tidak bisa melihat di
balik itu, mereka terperangkap, seperti katak dalam tempurung, mereka
menganggap apa yang mereka ketahui itu sudah segala-galanya, padahal di luar
tempurung itu masih ada dunia yang sangat luas yang tidak terbayangkan oleh si
katak ini. Mereka tidak bisa
melihat melampaui “kecerdikan” mereka sendiri, yang sesungguhnya adalah
kebodohan di mata Allah.
Ini membuktikan
apa?
Ini membuktikan
bahwa KONSEP DUNIA SELALU BERTENTANGAN DENGAN KONSEP ALLAH. KONSEP DUNIA TERBALIK DARI KONSEP ALLAH.
Contoh:
Dunia
mengajarkan manusia itu trend-nya harus selalu naik, ke atas, mencapai yang
tertinggi. Yang tertinggi itu identik dengan yang paling bagus, yang paling
mahal, yang paling wah: bersekolah di
sekolah yang paling terkenal, bekerja di perusahaan yang paling besar, punya posisi
sebisanya yang paling tinggi, pendapatan harus yang paling gede, mobil beli yang
paling hebat, rumah yang paling mewah, bahkan pasangan hidup harus yang paling
keren. Itulah targetnya. Itulah konsep dunia. The sky is the limit. Itu yang ditanamkan para orangtua kepada
anak-anak mereka. Meraih bintang di langit. Dan celakanya konsep itu membuat
manusia berusaha meraih bintang di langit dengan menginjak-injak manusia
lainnya sebagai batu pijakannya. Itulah asal mula munculnya egoisme, mendahulukan
kepentingan diri sendiri demi mencapai yang lebih tinggi.
Tapi apa kata
Allah? Mari kita lihat beberapa ayat:
Matius 5:3, 5
3 Diberkatilah orang yang merasa sangat tidak layak di hadapan Allah karena merekalah yang empunya kerajaan surga.
5 Diberkatilah orang-orang yang ikhlas menerima apa pun, karena mereka akan mewarisi bumi.
Matius 20:26-27
Tetapi tidak boleh demikian di
antara kamu. Melainkan barangsiapa yang mau
menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi pemimpin
di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;
Matius 19:30
Tetapi banyak yang pertama akan
menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi
yang pertama.
Siapa yang
mengucapkan kata-kata ini? Yesus Kristus, Putra Allah, yang diakui orang-orang
Kristen sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.
Apakah Yesus
Kristus mengajarkan kepada murid-muridNya supaya menjadi orang yang paling
hebat, paling layak, paling mampu, paling besar, paling terkemuka menurut
ukuran dunia? Sebaliknya.
Lihat apa yang
dikatakan Kristus:
Mari kita kupas
sedikit pengertian dari kata-kata Yesus ini.
v Merasa sangat tidak layak
di hadapan Allah
Orang yang merasa dirinya bukan apa-apa, bukan orang
yang merasa dirinya baik, bukan orang yang merasa sudah suci, bukan orang yang bangga
dengan kemampuan dan prestasinya termasuk prestasi rohani. Orang yang sangat
menyadari segala kekurangannya, merasa dirinya berdosa, orang yang merasa kecil,
yang tidak layak. Mengapa mereka yang menerima kerajaan Surga? Karena merekalah
yang merasa sangat membutuhkan kasih karunia Allah. Orang-orang yang sudah
merasa hebat, sudah sempurna, baik secara duniawi maupun secara rohani, tidak
merasa membutuhkan kasih karunia Allah lagi. Dan tanpa kasih karuna Allah tidak
ada manusia yang bisa menerima kerajaan Surga. Kerajaan Surga tidak bisa
diperoleh dengan kesuksesan dan prestasi manusia sendiri.
v yang ikhlas menerima apa pun
Orang yang “nerimo”, pasrah, selalu bersyukur dengan
apa yang diberikan kepadanya, baik atau buruk, diterima dengan ikhlas. Orang
yang tidak menuntut, orang yang tidak protes, tidak bertanya, tidak membantah,
tidak mendebat, tetapi melakukan apa yang dibebankan kepadanya dengan
sebaik-baik kemampuannya. Mengapa justru mereka yang akan mewarisi bumi? Karena
mereka ini mengakui kemahatahuan Allah, dan patuh menerimanya. Mereka mengakui
mereka hanya makhluk ciptaan yang wajib tunduk kepada Pencipta mereka. Mereka tidak merasa lebih pintar daripada
Allah, mereka tidak sombong, mereka tidak memprotes cara Allah mengatur hidup
mereka, mereka tidak berdebat dan bertanya pada Allah, mengapa mereka mengalami
begini-begitu. Dengan kata lain, mereka menyadari Allah itu yang Mahakuasa dan
Mahatahu, dan mereka percaya Allah memelihara mereka.
v Yang menjadi pelayan, menjadi hamba
Menjadi hamba jelas harus tahu diri, tahu posisinya
selalu di belakang, bukan yang mau menonjol di depan, orang yang menempatkan
dirinya di posisi yang lebih rendah daripada yang dilayani. Menjadi hamba dan
pelayan pasti harus mengerem mulutnya, bisa mengendalikan emosinya, panjang
sabar, setia, selalu sopan santun, penuh hormat terhadap tuannya. Seorang
pelayan atau hamba yang baik itu membela tuan yang dilayaninya, rela berkorban
demi kepentingan tuannya. Dan seorang hamba akan memakai seluruh kemampuannya
untuk bisa melayani tuannya dengan baik. Justru inilah ciri-ciri khas orang
yang besar menurut Yesus. Seorang raja baru disebut raja yang baik, raja yang
berhasil, jika apa yang dilakukannya bermanfaat bagi rakyatnya. Jadi
sesungguhnya seorang raja itu adalah hamba rakyatnya, dia harus berbuat yang
terbaik demi kepentingan rakyatnya. Jika seorang raja hanya mau mengenakkan
dirinya sendiri dan tidak melayani kebutuhan rakyatnya, maka dia seorang raja
yang lalim, dan gagal menjalankan jabatannya.
v Yang terakhir
Orang
yang tidak mau berebut kedudukan apa pun, orang yang rela berada di belakang,
orang yang menerima tidak diperhatikan, orang yang tidak menuntut bila
dilupakan, orang yang memberi orang lain kesempatan lebih dulu. Orang yang
selalu mengalah, mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri.
Justru menurut Yesus mereka inilah yang akan menjadi yang pertama di
pemandangan Allah.
Dasar dari semua
sifat ini apa? KERENDAHAN HATI.
Apa kata Tuhan
Yesus tentang orang-orang ini?
Yang merasa
tidak layak di hadapan Tuhan, justru merekalah yang empunya kerajaan Surga.
Yang ikhlas
menerima apa pun yang terjadi, yang akan mewarisi bumi.
Yang menjadi
pelayan, menjadi hamba, justru yang akan menjadi besar. Besar di mana? Di mata
Allah.
Yang di posisi terakhir-terakhir,
justru akan menjadi yang pertama, di mana? Di mata Allah.
Jadi Yesus Kristus tidak pernah
mengajarkan murid-muridNya supaya merebut posisi tertinggi,
supaya menjadi yang terkemuka, yang menonjol, supaya menjadi yang dihormati
orang, supaya merasa dirinya paling layak di hadapan Allah. MURID-MURIDNYA DIAJARI SUPAYA MERENDAH, MERENDAH, MERENDAH, MENGALAH,
MENGALAH, MENGALAH, MENAHAN, MENAHAN,
MENAHAN, SABAR, SABAR, SABAR, MELAYANI, MELAYANI, MELAYANI.
Sangat
bertentangan dengan ajaran dunia, bukan?
Pertanyaan:
Apakah orang-orang Kristen lebih banyak hidup menurut konsep Yesus Kristus atau
menurut konsep dunia yang terbalik dari konsep Allah?
Apakah kita yang mengaku sebagai murid-murid Kristus, lebih
banyak hidup menurut konsep Kristus atau konsep dunia?
Biarlah kita
masing-masing yang menjawab itu.
Mengapa Tuhan mau kita merendah, mengalah, menjadi
hamba? Untuk membuat kita sadar bahwa diri kita sendiri ini bukan siapa-siapa.
Kita ini ibarat rumput kata
Mazmur 103:15-16
Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di
padang demikianlah ia berbunga; apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi
ia, dan tempatnya tidak mengingatnya lagi.
Tuhan
mengatakan kita seperti rumput, sesuatu yang sangat tidak berharga, kena angin
saja, sudah lenyap. Apa yang mau dibanggakan?
Siapa yang
mengatakan ini? TUHAN yang menciptakan kita. Sudah pasti yang menciptakan kita
yang paling tahu tentang ciptaanNya, bukan? Maka jika Pencipta kita mengatakan
kita itu seperti rumput, kena angin sudah lenyap, percayalah, ya memang cuma
itulah kita. Tidak punya apa pun yang bisa dibanggakan.
Tulis
pemazmur di
Mazmur
90:5-6
5 Engkau menghanyutkan mereka
seperti air bah,; mereka seperti mimpi. Di
pagi hari mereka seperti rumput yang tegak,
6 di waktu pagi itu subur dan bertumbuh; di waktu petang dia sudah rebah dan layu.
Seperti mimpi
kata pemazmur, di pagi hari masih tegak, di waktu petang sudah rebah dan layu
sendiri. Apa yang mau kita banggakan?
Kita mungkin
bertanya, jika kita ini, manusia ini tidak ada nilainya, cuma disamakan dengan
rumput murahan yang diinjak-injak kaki, mengapa Tuhan menciptakan kita?
Sesungguhnya saat Tuhan menciptakan kita itu mulia,
menurut Kejadian 1:27
dikatakan,
Maka Allah menciptakan manusia dalam
gambar-Nya sendiri, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Tapi kemudian
karena manusia sudah jatuh dalam dosa, dan kehilangan kemuliaannya, maka
satu-satunya jalan supaya Allah bisa memulihkan kemuliaan itu kepada kita
adalah dengan membawa kita turun ke posisi yang paling rendah, supaya kita yang
sudah lupa diri, menyadari apa sebenarnya kita itu, barulah kemudian
setelah kita menyadari
ketidakberdayaan kita, Tuhan sendiri yang akan membawa kita ke atas, memulihkan
kembali kemuliaan kita dengan kemuliaanNya.
Di dalam
Alkitab ada banyak kisah yang seperti ini, dan salah satunya adalah kisah
Yusuf. Kita semuanya tentu sudah hafal kisah Yusuf. Jika ada yang tidak tahu,
silakan membuka kitab Kejadian pasal 37 sampai pasal 50. Ini sungguh adalah
kisah yang menarik, segala ada di dalamnya.
Karena
terlalu panjang untuk dibahas setiap ayatnya, maka di sini dirangkumkan saja.
Kita bisa mencocokkannya dengan isi Alkitab sendiri.
1. Yusuf adalah anak kesayangan ayahnya,
karena dilahirkan dari istri yang dicintainya.
2. Selain itu Yusuf juga anak yang paling
baik dari antara 10 saudaranya yang lain (Adiknya yang bungsu masih terlalu
kecil waktu itu).
3. Karena ayahnya pilih kasih inilah,
saudara-saudaranya membenci Yusuf,
apalagi Yusuf suka melaporkan tentang
perbuatan saudara-saudaranya kepada ayah mereka.
4. Belum cukup itu, Yakub ayahnya, kurang
bijaksana dengan mendemonstrasikan cintanya kepada Yusuf dengan membuatkan
pakaian yang istimewa, yang berwarna-warni sementara anak-anaknya yang lain
tidak diberi pakaian begitu.
5. Karena mendapatkan perlakuan istimewa
itu, Yusuf yang masih muda ini pun besar kepala.
6. Yusuf diberi Tuhan mimpi dua kali, dan
kedua-duanya merupakan amaran dari Tuhan bahwa kelak dia akan menjadi lebih
besar daripada saudara-saudaranya, bahkan orangtuanya juga akan mengakui
keunggulannya.
Karena waktu itu Yusuf masih muda, maka
dia belum bisa meredam sukacitanya, Yusuf pun dengan bangga menceritakan kedua
mimpinya ini, yang membuat saudara-saudaranya semakin iri hati dan membencinya.
7. Ketika dia berusia 17 tahun, dia dikirim ayahnya
untuk mencari kabar tentang saudara-saudaranya yang menggembala di Sikhem.
Jadi pergilah Yusuf dengan memakai
jubahnya yang berwarna-warni itu dari Hebron ke utara mencari
saudara-saudaranya. Ternyata mereka sudah tidak di Sikhem, mereka sudah pindah
ke Dotan. Jadi Yusuf pun terus ke utara lagi ke Dotan.
8. Begitu bertemu saudara-saudaranya,
Yusuf mereka tangkap.
Jubah warna-warninya yang menjadi duri dalam daging
saudara-saudaranya dilepas, dan Yusuf dimasukkan ke dalam sumur kering. Beruntung
atas intervensi Ruben, saudaranya yang sulung, Yusuf tidak mereka bunuh. Ketika
lewat rombongan kafilah Ismael, Yusuf pun dikeluarkan dari sumur itu dan dijual
kepada rombongan kafilah ini.
9. Pakaian warna-warninya dicelupkan di
darah domba, dibawa pulang, dan mereka berkata kepada Yakub sang ayah bahwa
Yusuf sudah mati, diterkam binatang buas, yang tersisa hanya pakaiannya.
10. Sementara itu Yusuf dijual oleh rombongan kafilah itu ke Mesir sebagai budak,
ke salah satu kepala pengawal Firaun, yang bernama Potifar.
Maka Yusuf pun mengabdi kepada Potifar,
dan majikannya mempercayainya karena akhlaknya yang baik, dia pun dijadikan
pengurus rumah tangganya.
11. Setelah beberapa lamanya, Tante Potifar
berusaha merayu Yusuf,
tetapi Yusuf yang setia kepada Tuhan,
menolak berbuat dosa. Tante Potifar marah dan memfitnah sehingga Yusuf pun
dijebloskan ke penjara di mana orang-orang yang dipenjarakan oleh Firaun juga
ditempatkan.
12. Singkat cerita, ada dua orang pegawai
Firaun yang juga dijebloskan ke penjara tersebut, dan masing-masing bermimpi.
Yusuf mengartikan mimpi-mimpi tersebut.
Tiga hari lagi tukang roti itu akan dibunuh sedangkan tukang anggur akan
dikembalikan ke posisinya semula dalam istana Firaun. Kalau kita baca di
Alkitab, dalam mengartikan kedua mimpi tersebut Yusuf sama sekali
tidak menyebut bahwa Tuhanlah yang memberikan pengertiannya kepadanya.
Yusuf belum memberikan kemuliaan kepada Tuhan. Lalu dia berpesan kepada si
tukang anggur, supaya nanti setelah dia keluar, jangan lupa menceritakan
kisahnya kepada Firaun, supaya dia boleh dikeluarkan dari penjara itu.
13. Berarti hingga saat itu
pun Yusuf masih belum lulus pelajarannya.
Pertama dia tidak memberikan kemuliaan
kepada Tuhan ketika mengartikan mimpi kedua pegawai istana Firaun, dan kedua
dia mengandalkan manusia (si tukang anggur) untuk menyelamatkannya. Nah, karena
Yusuf belum lulus pelajarannya, Tuhan membiarkan dia tetap di dalam penjara itu
supaya dia belajar lagi.
14. Dua tahun lagi lewat. Sekarang Tuhan
memberi Firaun mimpi.
Karena tidak ada yang bisa mengartikan
makna mimpi itu, barulah si tukang anggur itu ingat pada Yusuf. Jadi dibawalah
Yusuf menghadap Firaun untuk mengartikan mimpinya.
15. Tuhan tahu bahwa pada saat ini
Yusuf sudah lulus pelajarannya.
Terbukti ketika dia disuruh mengartikan
mimpi Firaun, Yusuf berkata, “Kedua mimpi tuanku Firaun itu sama. Allah telah memberitahukan
kepada tuanku Firaun apa yang hendak dilakukan-Nya.” Jadi sekarang,
Yusuf memberikan kemuliaan kepada Tuhan. Tuhan-lah yang telah memberitahukan, bukan
dirinya, tetapi Tuhan.
16. Berapa usia Yusuf sekarang? Kejadian
41:46 berkata bahwa Yusuf sudah berusia
30 tahun ketika dia berdiri di hadapan Firaun.
Jadi berapa tahun sudah lewat sejak dia
dijebloskan saudara-saudaranya ke dalam sumur kering di Dotan? 13 tahun! Dari
anak kesayangan bapaknya yang sering mendapatkan perlakuan istimewa, Yusuf
dipisahkan dari keluarganya, dan dijual sebagai budak kepada bangsa asing yang
kafir. Tiga belas tahun hidup menderita sebagai budak orang
Mesir, entah berapa tahun persisnya di dalam penjara yang pasti
lebih dari dua tahun, baru
terbentuk karakter Yusuf menjadi apa yang dikehendaki Tuhan.
17. Setelah itu karir Yusuf pun menanjak.
Firaun mengangkatnya menjadi tangan
kanannya, orang kedua yang paling berkuasa di Mesir.
Jadi sekarang
kita lihat bagaimana Yusuf ini turun-naik bersama Tuhan.
Pertama
sebagai anak emas Yakub, posisinya di mana? Di atas. Dia kesayangan ayahnya.
Dan karena merasa posisinya di atas, dia pun besar kepala, tinggi hati, bangga
dengan dirinya sendiri, bangga dengan posisinya sebagai anak emas ayahnya,
bangga dengan lambang cinta ayahnya yaitu jubahnya yang berwarna-warni itu,
bangga karena Tuhan telah memberinya mimpi di mana semua saudaranya dan
orangtuanya akan menghormati dia.
Tuhan yang
Mahatahu, sudah tahu bahwa Yusuf adalah nabiNya. Karena itu ketika Yusuf masih
remaja pun, Tuhan sudah memberinya mimpi bahwa kelak dia akan menjadi orang
besar. Tetapi dalam kondisinya seperti itu, Tuhan belum bisa memakainya. Tuhan hanya
bisa memakai orang yang mengosongkan dirinya dan membiarkan Tuhan yang memimpin
hidupnya. Karena itu Tuhan perlu membawa Yusuf turun
dulu ke titik yang terendah, untuk belajar bahwa dirinya itu bukan apa-apa,
anak emas ayahnya itu bukan apa-apa. Dia hanya bisa menjadi besar, apabila
Tuhan yang menuntunnya ke sana, bukan dari modalnya sendiri.
Karena itu
pertama-tama lambang kebanggaannya dilucuti dulu. Di Dotan jubah warna-warninya
dicopot saudara-saudaranya, dan Yusuf diturunkan jauh ke dalam tanah, ke dasar
sebuah sumur kering. Itulah simbol posisi yang paling rendah, bukan di atas
permukaan bumi, tetapi masuk dalam di bawah permukaan bumi. Di sana cinta
ayahnya tidak bisa menolongnya. Walaupun dia berteriak-teriak, tidak ada yang
menolongnya. Yusuf
perlu merasakan bagaimana yang namanya tidak berdaya itu. Yusuf
perlu merasa bahwa dia bukanlah yang paling hebat. Melawan saudara-saudaranya
yang 10 orang itu saja dia tidak berdaya.
Tapi Tuhan
tahu pelajaran itu belum cukup baginya. Andai dia dikeluarkan setelah beberapa
jam lalu diajak pulang lagi, Yusuf tidak akan menjadi Nabi Yusuf yang kita
kenal di Alkitab. Jangan-jangan dia malah akan lapor ke ayahnya sehingga
ayahnya murka pada saudara-saudaranya. Tidak. Yusuf yang anak emas ayahnya harus belajar
menjadi budak dulu, dari anak
yang dikasihi dan dilayani di dalam rumah, yang segala keinginannya bisa
diperolehnya, dia justru harus belajar menjadi pelayan orang lain, menghamba,
mengabdi kepada orang lain, menjadi budak yang telah dibeli orang. Budak di
zaman dulu tidak punya hak apa-apa. Dia boleh diapakan saja oleh majikannya,
bahkan boleh dibunuh pun tidak ada urusan. Hidup seorang budak itu tidak ada
nilainya. Dan Yusuf harus merasakan bagaimana hidup sebagai seorang budak yang
tanpa harapan itu.
Tetapi,
walaupun Tuhan membawanya turun ke posisi yang serendah itu, Tuhan tidak
meninggalkannya. Tuhan tetap membimbingnya. Tuhan menyediakan Potifar, salah
satu kepala pengawal Firaun yang membelinya, bukan sembarang saudagar kaya di
pasar. Dan Tuhan tetap melindungi Yusuf sehingga selama beberapa tahun di rumah
Potifar, Yusuf diperlakukan dengan baik, malah diberi kedudukan sebagai
pengurus rumah tangganya. Yusuf belajar mengurus rumah tangga Potifar,
belajar bertanggung jawab, belajar tidak merugikan majikannya, di situ Yusuf belajar menjadi
seorang administrator yang handal. Jadi di setiap kesempitan yang
menghimpit hidup kita, Tuhan menyediakan kesempatan bagi kita untuk belajar
menjadi lebih tangguh.
Setelah Tuhan
melihat Yusuf sudah bisa menjadi administrator yang baik, tibalah saatnya Yusuf
belajar sesuatu yang baru. Dan Tuhan menggunakan ujian yang datang dari Tante
Potifar untuk melihat apakah benar Yusuf sudah bisa memulai pelajaran
berikutnya. Yusuf perlu membuktikan kepada Tuhan apakah dia
benar-benar mengasihi Tuhan. Dan Yusuf berhasil membuktikan dia tetap
mempertahankan integritas sebagai orang yang takut akan Allah. Rayuan tante
Potifar tidak dilayaninya. Yusuf memilih untuk tidak berbuat dosa, walaupun akibatnya
dia dimasukkan penjara. Lho? Setia kepada Tuhan kok akibatnya malah masuk
penjara? Ya, itu pelajaran berikutnya yang harus
dipelajari Yusuf, bahwa ikut Tuhan itu tidak
selamanya tanpa masalah. Justru ikut Tuhan itu bisa bertemu dengan banyak
masalah. Sekarang ujiannya ialah, apakah Yusuf akan tetap setia
kepada Tuhannya atau dia akan ngambek? Ternyata Yusuf tetap setia
kepada Tuhan.
Mungkin Yusuf tidak mengerti mengapa Tuhan membiarkan dia masuk penjara padahal
dia tidak berbuat salah, tapi Yusuf menerima nasibnya dengan
pasrah. Yusuf ingat mimpi yang diberi Tuhan kepadanya. Yusuf yakin
bahwa penjara bukanlah tempatnya yang terakhir, dia tidak akan mati ngenas di
sana, suatu waktu Tuhan akan mengeluarkannya dari sana.
Di dalam
penjara Yusuf tetap memegang integritasnya, dia hidup dengan baik, dan Tuhan yang
memelihara Yusuf, membuat kepala sipir penjara itu melihat kebaikan Yusuf, dan
dia mempercayakan orang-orang tahanan lainnya kepada Yusuf. Entah berapa lama
Yusuf di penjara hingga datang ujian berikutnya,
dalam bentuk dua orang pegawai Firaun yang menceritakan mimpi-mimpi mereka.
Ternyata saat itu Yusuf tidak lulus dalam
ujian ini. Egonya masih besar, dia tidak memuliakan Tuhan yang memberinya
pengertian tentang mimpi-mimpi itu. Jadi Tuhan membiarkan dia duduk dua tahun
lagi di dalam penjara itu. Waktu yang cukup lama bagi Yusuf untuk mengenal
Tuhannya dengan lebih baik.
Lewat dua
tahun kemudian, datanglah ujian berikutnya.
Kali ini Yusuf dipanggil menghadap Firaun untuk menjelaskan mimpi Firaun. 13
tahun telah lewat sejak dia dijual ke Mesir. Sekarang Yusuf sudah bukan remaja
manja 17 tahun lagi, sekarang dia sudah dewasa, sudah berusia 30 tahun, dia
sudah bertumbuh dalam bimbingan Tuhan, sudah merasakan suka-duka kehidupan. Dan
sekarang dia paham bahwa
Tuhanlah segalanya, dia bukan apa-apa.
Di hadapan
Firaun, Yusuf memuliakan Tuhannya. Yusuf lulus ujian. Ini mengakhiri perjalanannya turun ke bawah bersama Tuhan.
Sekarang tibalah saatnya Tuhan menuntun Yusuf
untuk naik ke atas.
Dan kali ini dia bukan hanya dikembalikan ke statusnya semula sebagai anak emas
ayahnya, tetapi bahkan melampaui itu, menjadi penguasa nomor dua di
seluruh Mesir, menjadi tangan kanan dan orang kepercayaan Firaun,
dan bahkan menjadi penyelamat bangsa Israel dan keluarga
besarnya ketika bala kelaparan menyerang kampung halamannya.
Jadi kalau
kita lihat sejarah Yusuf, kita lihat bagaimana Tuhan merendahkannya, anak manja
ayahnya, anak yang sok, anak yang GR, dibanting Tuhan masuk ke dasar sumur
kering, diseret sebagai budak ke Mesir, dijebloskan ke dalam penjara, semua itu
untuk mempersiapkan dia menjadi penguasa Mesir yang menyelamatkan orang banyak.
Jika kita turun bersama Tuhan,
kita akan naik ke atas bersamaNya juga.
Yusuf perlu 13 tahun untuk mengosongkan
dirinya. Hanya setelah dia mengosongkan dirinya, barulah Tuhan bisa berkarya
dengannya.
Apa buktinya
bahwa Yusuf telah lulus pelajarannya?
Itu bisa kita
baca di Kejadian mulai pasal 42 hingga
50.
9 tahun
kemudian ketika saudara-saudara yang menjualnya ke Mesir itu muncul untuk
membeli makanan dari Mesir, Yusuf mengenali mereka. Dia tidak berkata,
“Sekarang saatnya aku balas dendam. Kalian telah merampas masa mudaku. 22 tahun
yang lalu kalian memasukkan aku ke dasar sumur, kalian menjual aku sebagai
budak, maka sekarang aku adalah penguasa Mesir, kalian semua aku tangkap dan
aku jadikan budak juga.” Tidak. Yusuf tidak balas dendam. Mengapa? Karena yang hidup bukan lagi Yusuf anak
Yakub, melainkan Tuhan yang hidup dalam dirinya. Dan karena
Tuhan ada dalam hidupnya, mengampuni saudara-saudaranya menjadi mudah dan wajar.
Tuhan bekerja
dengan cara yang mengagumkan. Waktu perpisahan selama 22 tahun itu telah
mengubah hubungan mereka. Saudara-saudaranya yang tadinya iri hati dan membenci
Yusuf, selama 22 tahun yang terakhir benar-benar menyesali perbuatan mereka
setelah melihat bagaimana ayah mereka begitu berduka menyangka Yusuf sudah
mati.
Singkat
cerita Yusuf mengampuni saudara-saudaranya, dia bersukacita karena masih bisa
bertemu lagi dengan ayahnya yang mengasihinya, dan dengan adiknya seibu yang
paling bungsu. Yusuf mengundang seluruh keluarga besarnya untuk datang menetap
di Mesir karena masa kelaparan masih akan berlangsung 5 tahun lagi. Jadi
datanglah berbondong-bondong seluruh keluarga besar Yakub ke Mesir, seluruhnya
berjumlah 70 orang plus segala binatang ternak mereka. Dan oleh Firaun mereka
pun diberi tempat tinggal di Gosyen, di tempat yang terbaik.
17 tahun
kemudian, Yakub sang ayah meninggal. Dan saudara-saudara Yusuf ketakutan.
Mereka pikir, sekarang ayah mereka sudah tidak ada, barangkali Yusuf akan balas
dendam terhadap mereka karena mereka pernah berbuat jahat kepadanya. Tetapi
Yusuf yang sudah diubahkan hatinya melalui perjalanannya menurun hingga ke
titik nadirnya bersama Tuhan, sudah benar-benar memiliki Tuhan di hatinya.
Yusuf berkata, “Janganlah
takut, sebab aku inikah pengganti Allah?” Yusuf
sudah mengerti bahwa Tuhan campur tangan dalam segala sesuatu yang terjadi
padanya. “Tetapi akan halnya kamu, kamu telah meniatkan yang
jahat terhadap aku, tetapi Allah telah membuatnya
untuk kebaikan, untuk menjadikannya sebagaimana di
hari ini, demi menyelamatkan hidup banyak orang.”
(Kejadian 50:19-20)
Demikianlah
Tuhan mengajar anak-anakNya. Demikianlah jika kita mau diajar oleh Tuhan. Pertama kita harus turun sampai
ke titik nadir dulu, belajar rendah hati, menjadi pelayan, menjadi hamba,
menjadi yang terakhir dan bukan yang pertama. Jangan takut, karena jika Tuhan
yang memimpin kita turun, nanti Tuhan juga yang akan membawa kita naik ke atas,
dan tidak tanggung-tanggung jika Tuhan yang membawa kita naik, bukan sekadar
menjadi kepala ini-kepala itu, tapi bahkan menjadi tamu-tamu Surga dan ahliwaris dunia baru. Tidak ada jabatan apa
pun yang lebih tinggi yang bisa kita harapkan selagi di dunia ini sekarang
daripada kelak menjadi tamu Surga dan ahliwaris dunia baru. Itulah yang
dijanjikan Tuhan kepada kita.
Konsep dunia
bertolak belakang dengan konsep Tuhan. Sekarang ya tergantung kita mau
mengikuti konsep dunia atau konsep Tuhan.
Jika kita memilih ikut Tuhan, ya kita harus ikut
konsep Tuhan. Tidak bisa kita mengatakan kita ikut Tuhan tapi memilih hidup ala
konsep dunia, bertarung
mati-matian untuk mencapai yang paling tinggi. Jika kita memilih ikut konsep
dunia, ya kita tidak bisa menjadi anak
Tuhan.
Dengan kata
lain, jika kita ikut Tuhan dan konsep Tuhan, maka kita harus siap terbalik dari
konsep dunia. Jangan kecil hati bila kehidupan kita yang sekarang tidak seperti
orang-orang dunia, yang selalu berusaha meraih bintang. Sementara hidup di dunia ini sekarang, trend kita tidak
ke atas mencapai segala yang paling tinggi. Trend kita justru harus turun ke
bawah, meninggalkan ego, mengosongkan diri, dan nanti pada saat kedatangan
Kristus yang kedua, pada saat itulah kita betul-betul akan dibawa ke atas,
menjadi tamu-tamu Surga.
21 06 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar