Pada tahun 312AD
Kaisar Constantine dari Roma mengaku menjadi Kristen. Maka pada tanggal 7 Maret 321AD, keluarlah Sunday
Law-nya yang pertama:
“On the venerable Day of the Sun let the magistrates and people residing in cities rest, and let all
workshops be closed. In the country, however, persons engaged in agriculture
may freely and lawfully continue their pursuits; because it often happens that
another day is not so suitable for grain-sowing or for vine-planting; lest by
neglecting the proper moment for such operations the bounty of heaven should be
lost.” (Given the 7th day of March, Crispus and Constantine being consuls each
of them for the second time [A.D. 321].)” Source: Codex Justinianus, lib. 3, tit. 12, 3; trans. in Philip
Schaff, History of the Christian Church, Vol.3 (5th ed.; New York: Scribner,
1902), p.380, note 1.
“Pada hari Matahari yang dihormati
semua pejabat dan rakyat yang tinggal di kota-kota,
harus berhenti bekerja, dan semua tempat kerja ditutup. Namun, di pedesaan
mereka yang mengerjakan agraria, boleh dengan bebas dan sah melanjutkan
pekerjaan mereka; karena sering terjadi hari yang lain tidak cocok untuk
menabur benih atau untuk menanam; sehingga dengan mengabaikan saat yang tepat
untuk tindakan-tindakan tersebut, kemakmuran yang diberikan surga bisa hilang.”
[terjemahannya]
Note:
Karena
sebelum menjadi Kristen, Constantine adalah seorang penyembah dewa matahari,
perhatikan pada Sunday Law-nya yang
pertama didekritkan tanggal 7 Maret
321AD, dia masih menyebut hari Minggu sebagai “the venerable Day of the Sun” = “hari Matahari yang dihormati”. Jadi jelas bahwa hari
Minggu yang sampai sekarang namanya
masih tetap SUNday (dalam hampir semua bahasa di Eropa), tadinya
adalah hari penyembahan kepada
dewa matahari.
Pada
tahun 325AD, Constantine ikut mengepalai Konsili Pertama Nicea. Pada
tahun 330AD, Constantine memindahkan ibukotanya dari Roma ke Constantinople
[Istambul], sehingga meninggalkan takhta di Roma kosong, yang kemudian
diserahkan keturunannya kepada Paus Roma sebagai penerusnya. Dengan semakin kuatnya posisi Kepausan,
maka pada tahun 336AD, Konsili di Laodecea mengesahkan perpindahan kesucian
hari yang ketujuh ke hari yang pertama. Pada tahun 336AD itulah
gereja Katolik mengeluarkan 59 Canon Laws. Dan no.XXIX mengatakan:
“Christians must not judaize by resting on the
Sabbath, but must work on that day, rather
honouring the Lord's Day; and, if they can, resting then as Christians. But if any shall be found to be judaizers, let them be anathema
from Christ.” (Percival Translation).
“Orang-orang Kristen tidak boleh mempraktekkan yudaisme dengan
berhenti bekerja pada hari sabat, tetapi harus bekerja pada hari itu, sebaliknya
menghormati hari Minggu; dan apabila mereka bisa, berhenti pada hari itu
sebagai orang-orang Kristen. Tetapi siapa pun yang
didapati mempraktekkan yudaisme, biarlah mereka dikucilkan (diekskomunikasi)
dari Kristus.”
Jadi jelaslah
bahwa ibadah pada hari pertama (hari Minggu/hari
Matahari=Sunday), baru terjadi jauh setelah
kematian Yesus Kristus di
kayu salib, sekitar 300
tahun kemudian.
Menurut kalian,
apakah Tuhan berkenan pengikut-pengikutNya mengalokasikan kepadaNya hari yang dulunya (dari zaman Babilon) dialokasikan kepada penyembahan
berhala dewa matahari? Hari yang
sampai sekarang masih memakai stempel (cap) “matahari” pada namanya (SUNday,
Zondag, Sontag, dll.)? Apakah hal ini tidak membuat Tuhan murka?
Padahal Tuhan sudah lebih dulu (sejak penciptaan dunia) menentukan memilih hari
ketujuh sebagai hari milikNya!
8 Ingatlah hari Sabat, peliharalah
kekudusannya. 9 enam hari
lamanya engkau harus bekerja dan melakukan
segala pekerjaanmu, 10 tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka pada hari itu jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu
laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu
perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. 11Sebab
dalam enam hari TUHAN menjadikan langit dan
bumi, laut dan segala isinya, dan telah berhenti bekerja
pada hari ketujuh. Itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya.
Yesaya 58:13-14
13 Apabila kamu tidak
menginjak-injak hari Sabat, dengan tidak melakukan kesenangan kamu sendiri
pada hari kudus-Ku dan menyebut Sabat suatu yang
menyenangkan’, hari kudus TUHAN, yang dihormati; dan akan menghormati Dia, dengan tidak melakukan kehendakmu sendiri atau mencari kesenanganmu sendiri, atau mengucapkan kata-katamu sendiri 14
maka kamu akan bersenang-senang dalam TUHAN, dan Aku akan membuat kamu berkendaraan
ke tempat-tempat yang tinggi di bumi dan
memberi kamu makan dari milik pusaka Yakub,
bapa leluhurmu, sebab mulut Tuhan-lah yang telah
mengatakannya.
Di seluruh
Alkitab, tidak ada satu hari yang lain mana pun yang pernah
disebut Tuhan sebagai “hari Sabat TUHAN, hari kudus-Ku; hari yang menyenangkan, hari
yang dihormati", hanya hari ketujuh. Hari yang
ketujuh sudah diklaim Tuhan sebagai milikNya.
Inilah
perkataan Tuhan sendiri yang dicatat oleh nabi-nabiNya.
Di
seluruh Alkitab Tuhan tidak pernah menyuruh umatNya untuk
mengganti hariNya (hari yang ke-7) ke hari yang lain. Walaupun Yesus
Kristus bangkit pada hari pertama, Dia tidak pernah mengatakan “Mulai sekarang
kalian bersabat pada hari yang pertama.” Tidak pernah ada ayat itu. Bahkan
murid-muridNya pun saat mengabarkan injil ke mana-mana (nanti akan kita lihat),
juga tidak pernah menulis bahwa mereka tidak lagi bersabat pada hari ketujuh melainkan
pada hari pertama. Tidak ada itu! Dan memang itu tidak pernah terjadi. Bahkan
dari surat-surat Paulus kita tahu dia selalu mengajar tentang kebenaran Tuhan
pada hari ke-7.
“We observe Sunday instead of Saturday because the Catholic Church in the Council of Laodicea (AD 336) transferred the
solemnity from Saturday to Sunday.”
[terj.
“Kita memelihara hari Minggu sebagai ganti hari Sabtu karena Gereja Katolik di Konsili Laodekia (AD 336) telah
memindahkan kesucian dari hari Sabtu ke hari Minggu.”]
Dari Roman
Catechism cetakan ke-5 th 1976,
terjemahan bahasa Inggris oleh pastor J. Donovan, D.D. Domestic Prelate
kepada Yang Mulia Gregory XVI, tertulis:
“It pleased the church of God, that the religious celebration of the
Sabbath day should be transferred to ‘The Lord’s Day’(Sunday);
for as on that day light first shone on
the world; so by the resurrection of our Redeemer on that day, who opened to us
the gate to life eternal, our life was recalled out of darkness into light;
whence also the Apostles would have it named ‘the Lord’s day.’ We also observe
in the Sacred Scriptures that this day was held sacred because on that day the
creation of the world commenced, and the Holy Ghost was given to the apostles.”
[terj. “Atas
kebijaksanaan Gereja Allah (maksudnya gereja Katolik) maka perayaan relijius hari Sabat harus dipindahkan ke ‘Hari Tuhan’
(Minggu), karena sebagaimana pada hari itu terang pertama menyinari
bumi, demikian juga melalui kebangkitan Penebus kita pada hari tersebut yang telah
membuka bagi kita gerbang ke kehidupan kekal, hidup kita dipanggil keluar dari
kegelapan kepada terang; maka demikian pulalah para Rasul menamakannya ‘Hari
Tuhan’ (~
mereka menganggap yang disebut ‘Hari Tuhan’ di Alkitab itu hari Minggu, padahal
itu hari Sabat karena Tuhan sendiri bilang, “hari ketujuh itu Sabat Tuhan Allahmu”).
Kami juga melihat di Firman Kudus bahwa hari ini dianggap suci karena pada hari
itulah penciptaan dunia dimulai dan Roh Kudus dikaruniakan kepada pada Rasul.”
Lihat, Allah menentukan hari ketujuh sebagai hari Sabat Tuhan
Allah yang kudus (Keluaran 20:8-11 di atas) karena pada hari tersebut Penciptaan sudah SELESAI
dan dinilai Allah semuanya baik.
Kejadian 2:2-3
2 Dan pada hari ketujuh Allah telah mengakhiri pekerjaanNya yang telah dibuatNya, dan Ia berhenti pada hari
ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. 3 Lalu Allah memberkati hari
ketujuh itu dan menguduskannya, karena di
hari itu Ia telah berhenti dari segala
pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
Jelas alasan Tuhan menetapkan hari ketujuh sebagai milikNya ialah KARENA
PENCIPTAAN SELESAI, dan Tuhan menjadikan itu hari perhentianNya. Bukan
karena alasan lain.
Tetapi konsili manusia memutuskan atas
wewenangnya sendiri bahwa hari penciptaan dimulai, hari Yesus bangkit, hari
Pentakosta, itu lebih cocok menjadi hari perhentian Tuhan, karena mereka
menyebut hari Minggu itu hari Sabat (padahal “Sabat” artinya berhenti bekerja). Lha Tuhan sudah terlanjur
berhenti pada hari ketujuh saat Penciptaan, apa itu bisa dipindah ke hari lain,
kan itu sudah terjadi? Jadi sudah pasti tidak masuk akal Tuhan memindahkan hari
perhentianNya ke hari lain, karena yang dijadikan dasar hari
perhentian itu ialah karena Tuhan yang berhenti bekerja pada hari itu,
dan hari di mana Tuhan benar-benar berhenti itu sudah terjadi, tidak bisa diganti hari lain.
Lalu mengapa konsili manusia berani mengganti ketentuan Tuhan? Andai Tuhan memang mau menggantinya
(yang mustahil karena Tuhan sudah “terlanjur” berhenti pada hari ketujuh), Dia bisa melakukannya sendiri,
karena setelah Yesus kembali ke Surga, murid-muridNya masih hidup dan
menginjil. Mengapa mereka tidak ada yang disuruh Tuhan menulis bahwa kekudusan hari
ketujuh sebagai hari perhentian itu dipindahkan ke hari lain menurut hari Yesus bangkit atau menurut
hari Pentakosta? Mengapa harus nunggu 300 tahun lagi sampai seorang kaisar Roma
penyembah berhala dan Konsili gereja yang memindahkan hari Sabat?
Jadi, gereja Katolik-lah ATAS AUTORITASNYA SENDIRI
yang mengubah hari yang disucikan Tuhan, dari hari ketujuh ke hari penyembahan
dewa matahari!
Lalu bagaimana? Apakah kita seharusnya menurut perintah Tuhan
yang diwariskan kepada kita melalui Alkitab,
atau kita memilih untuk melanggar perintah Tuhan dan mengikuti perintah manusia
dan menyucikan hari yang didedikasikan kepada dewa matahari?
Sabat artinya berhenti bekerja, “rest”, beristirahat, libur dari semua pekerjaan duniawi. Hari ketujuh itu dijadikan hari Sabat (hari perhentian) Tuhan, karena pada hari itu Tuhan berhenti
dari pekerjaanNya. Lalu
kalau diganti ke hari pertama hari Minggu, Tuhan mana yang berhenti dari
bekerja pada hari pertama? Justru di Alkitab hari pertama itu hari melakukan pekerjaan: Yesus
bangkit, Roh Kudus dicurahkan (Pentakosta), Allah mulai mencipta. Itu semua kan
melakukan pekerjaan, tidak ada yang beristirahat atau berhenti bekerja. Hari pertama tidak bisa mewakili perhentian Tuhan karena justru Tuhan tidak
berhenti/rest/berSabat pada hari pertama.
Tapi Roma yang pada waktu itu menguasai bagian terbesar
dunia, punya akal cemerlang. Dijadikanlah hari pertama (hari Minggu) sebagai hari libur
kerja di seluruh jajahannya. Sekarang hari Minggu mau tidak mau dianggap
mewakili hari perhentian di seluruh dunia, menurut penetapan manusia. Tapi pelajar Alkitab yang teliti akan melihat bahwa
penetapan hari pertama (hari Minggu) sebagai hari perhentian itu dibuat oleh
manusia, tanpa
ada dasar spiritual yang historis, tidak terkait perhentian Tuhan. Oke-oke
saja kalau dunia sekuler mau libur pada hari Minggu atau hari mana pun; tapi
kalau untuk ibadah kepada Tuhan, untuk masuk ke perhentian Tuhan, ya tidak bisa
sembarang hari, karena Tuhan
berhentinya pada hari ketujuh, jadi kalau mau masuk perhentian Tuhan ya harus
hari ketujuh, dan itulah yang sudah ditetapkan Tuhan sejak awal mula ketika
dunia baru berumur 7 hari, untuk dilakukan oleh manusia turun-temurun.
Hari
ke-7 itu hari Sabtu! Tidak ada bedanya dalam hitungan mingguan antara
kalender Yahudi dengan kalender Masehi, karena sama-sama 1 minggu terdiri atas
7 hari. Dan hari yang ke-7 itu adalah
hari Sabtu. Kita lihat dari nama hari
ke-7 pelbagai bahasa, misalnya:
ü Bahasa Latin
(Itali) Sabbatum
ü Bahasa
Spanyol Sabado
ü Bahasa
Portugal
Sabbado
ü Bahasa Itali Sabbato
ü Bahasa
Indonesia Sabtu
ü Bahasa
Perancis
Samedi
ü Bahasa
Jerman
Samstag
ü Bahasa Rusia Subbota
ü Bahasa
Polandia Sobota
ü Bahasa Latin dies Saturni
ü Bahasa
Inggris Saturday
Kita orang Indonesia ini harus bersyukur karena bahasa
kita mirip dengan bahasa Ibrani yang asli tertulis di Alkitab. Mari kita lihat
di internet tulisan asli Kitab Kejadian pasal 1 dan 2, yang punya Strong’s
Dictionary akan mudah mendapatkannya:
Kejadian 1:5
Dan Allah menamai terang
itu Siang, dan gelap dinamaiNya Malam. Dan petang itu dan
pagi itu, adalah
hari pertama.
ü Kata
“pertama” ini tulisan aslinya אחד ['echâd].
Dan dalam bahasa Indonesia kita
menyebutnya “Ahad”.
Ahad itu hari apa? Bagi generasi yang tua-tua tentunya masih ingat bahwa hari
Ahad adalah Hari Minggu! Ahad itu artinya yang kesatu, yang pertama.
Selanjutnya jika kita teruskan,
maka kita temukan bahwa:
ü Hari
yang “kedua” (Kejadian 1:8) itu tulisan aslinya שׁני [shênı̂y, shay-nee'].
Dan
dalam bahasa Indonesia kita menyebutnya “Senin”. Masih mirip, kan?
ü Hari
“ketiga” (Kejadian 1:13) itu tulisan aslinya
שׁלישׁי [shelı̂yshı̂y, shel-ee-shee'].
Dan
dalam bahasa Indonesia kita menyebutnya “Selasa”. Mirip kan?
ü Hari
“keempat” (Kejadian 1:19) itu tulisan
aslinya רבעי רביעי [rebı̂y‛ı̂y rebi‛ı̂y, reb-ee-ee'].
Dalam bahasa Indonesia
kita menyebutnya “Rabu”.
ü Hari “kelima”
(Kejadian 1:23) itu tulisan aslinya חמשּׁי חמישׁי [chămishshı̂y, kham-ish-shee' ].
Jelas
kan dalam bahasa Indonesianya apa? “Kamis”.
ü Hari
“keenam” (Kejadian 1:31) tulisan aslinya שׁשּׁי [shishshı̂y, shish-shee'
].
Nah ini agak beda
dalam bahasa Indonesianya, karena bahasa Indonesianya “Jumat” diambil dari bahasa Arab “Jumu’ah” yang
artinya hari berkumpul. Zaman dahulu hari Jumat adalah hari pasar, orang-orang
datang untuk berjualan bahan pangan, karena besoknya hari ketujuh, orang-orang
Yahudi tidak berjualan, tidak ada pasar. Mereka berhenti bekerja.
ü Hari “ketujuh”
(Kejadian 2:3) tulisan aslinya שׁבעי שׁביעי [shebı̂y‛ı̂y, sheb-ee-ee'].
Bahasa
Indonesianya “Sabtu”,
tidak salah kan?
Nah,
di ayat yang sama dikatakan bahwa Tuhan berhenti bekerja pada hari ketujuh itu,
dan kata “berhenti bekerja” itu tulisan
aslinya שׁבת [shâbath] yang kita eja “Sabat”
Maka, tidak bisa diperdebatkan lagi bahwa hari yang ketujuh dalam satu minggu itu jatuhnya pada hari Sabtu, dan bukan pada hari Minggu, atau hari-hari lainnya. Sejak awal penciptaan dunia, hingga kini, siklus 7 hari yang berulang-ulang itu tetap dipelihara oleh Tuhan, sehingga walaupun perhitungan kalender mengalami perubahan, itu sama sekali tidak mempengaruhi siklus 7 hari seminggu yang kekal.
Efesus 2:8-9
8 Karena oleh kasih karunia kamu
diselamatkan melalui iman, dan itu bukan karena usaha kamu,
itu adalah pemberian Allah, 9 itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan sampai ada orang yang
memegahkan dirinya.
Inilah
ayat pegangan setiap orang Kristen. SANGAT
BENAR! Tidak ada satu pun perbuatan kita
yang bisa menyelamatkan kita. Kita
HANYA DISELAMATKAN OLEH KASIH KARUNIA TUHAN, yang kita terima MELALUI IMAN.
Keselamatan itu adalah “pemberian Allah” bukan hasil pekerjaan kita. Bahkan iman kita itu pun pemberian Allah, tapi ini
adalah pelajaran lain untuk hari lain.
Tetapi
janganlah karena kita diselamatkan oleh kasih karunia Tuhan lalu diartikan kita
bebas berbuat sesuka hati setelah
kita diselamatkan.
Yakobus 2:26
Sebab seperti tubuh tanpa roh itu mati, demikianlah iman tanpa perbuatan-perbuatan juga mati.
Yehezkiel 24:14
Aku, TUHAN, yang telah mengatakannya. Itu akan terjadi, dan Aku yang akan melaksanakannya. Aku tidak akan mundur, maupun akan menyesali. Menurut kelakuanmu dan menurut perbuatan-perbuatanmu mereka akan menghakimi engkau, firman Tuhan ALLAH.
Pengkhotbah 12:13-14
13 Mari kita dengarkan kesimpulan dari semua ini: takutlah akan Allah dan peliharalah
perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. 14Karena Allah akan membawa setiap
perbuatan ke penghakiman, termasuk setiap hal yang rahasia, entah
itu baik, entah itu jahat.
Yeremia 17:10
Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, Aku menguji kendali, yaitu untuk memberi setiap orang setimpal dengan tingkah langkunya, dan setimpal dengan hasil perbuatannya.
Jelas di sini, Tuhan mengingatkan
bahwa perbuatan kita bisa membatalkan status selamat kita. Kesimpulannya:
PERBUATAN KITA TIDAK BISA MENYELAMATKAN KITA
TETAPI
PERBUATAN KITA BISA TIDAK MENYELAMATKAN KITA
BUKAN!
Hukum Sabat hari ke-7 itu adalah Hukum yang
ke-4 dari 10 Hukum TUHAN yang ditulis oleh jari
Tuhan sendiri pada dua loh batu. Tuhan khusus menulisnya di atas
batu, memberikan kesan bahwa itu bersifat permanen. Tulisan di atas batu tidak
akan bisa hilang kecuali batunya dipecahkan.
Keluaran
31:18
Dan setelah TUHAN selesai
berbicara dengan dia (Musa) di gunung Sinai, Dia
memberikan kepada Musa dua loh Kesaksian, loh-loh
batu, yang ditulis oleh jari Allah.
Keluaran 32:15 -16
15 Setelah itu berpalinglah Musa, lalu turun dari gunung, dan kedua loh Kesaksian ada di tangannya.
Loh-loh itu tertulis pada kedua sisinya; mereka
tertulis pada sisi yang satu dan pada sisi yang lain. 16 Nah, kedua loh itu ialah pekerjaan Allah, dan tulisan itu ialah tulisan Allah ditukik pada loh-loh itu.
Untuk membaca seluruh Hukum yang ditulis Tuhan pada
kedua loh batu itu, bukalah Keluaran
pasal 20. Anda akan mendapatkan Hukum tentang Sabat hari ketujuh ini
pada ayat 8-11.
10 Hukum TUHAN ini tidak pernah dihapus oleh Yesus. Sepanjang
sejarah dunia, itulah satu-satunya Hukum yang DITULIS OLEH
TUHAN SENDIRI. Sedemikian pentingnya dan sakralnya Hukum ini,
Tuhan tidak mempercayakan Musa atau nabi yang lain untuk menulisnya, tetapi
TUHAN SANG KHALIK, DIALAH YANG MENULIS SENDIRI! Apakah menurut kalian, Hukum yang begitu diistimewakan
Tuhan ini bisa diganti?
Tidak. Justru inilah standar yang dipakai
Tuhan untuk menghakimi perbuatan manusia! (lihat
pertanyaan no. 6 di atas)
Selain 10 Hukum yang ditulis Tuhan, Musa juga disuruh
Tuhan menulis hukum-hukum yang diturunkan Tuhan kepadanya ketika dia berada
selama 40 hari di atas G. Sinai bersama Tuhan. Ini disebut Taurat Musa, ditulis di gulungan kulit,
tidak pada loh batu, dan karena itu sering disebut KITAB Hukum. Sedangkan 10 Hukum
TUHAN tidak pernah disebut “Kitab” karena ditulis di loh batu.
Hukum yang digenapi oleh salib Kristus adalah hukum-hukum (Taurat) yang ditulis
oleh Musa yang
mengatur tentang hari-hari Sabat Upacara **) yang merupakan
antitipe dari pekerjaan penebusan Kristus (misalnya hari raya
Passah, hari raya Roti tak Beragi, hari raya Buah Sulung, hari raya Pentakosta,
hari raya Nafiri, hari raya Pendamaian, hari raya Pondok Daun). Semua peraturan imamat suku Levi, dan segala
peraturan upacara kurban ini berakhir di salib karena semua peraturan itu merupakan lambang/bayangan
dari pekerjaan penebusan Kristus. Ketika Kristus Domba Allah yang
sejati berseru “Sudah selesai” di atas salib, persis pada jam domba Passah
seharusnya disembelih di Bait Allah
(sekitar pukul 3 siang), tirai Bait Allah pun
robek menjadi dua, menandakan berakhirnya fungsi Bait Allah sebagai tempat
mempersembahkan kurban untuk dosa. Sejak saat itu manusia tidak perlu lagi
memakai hewan domba untuk kurban dosa karena Kristus sudah menjadi Kurban bagi dosa kita. Imamat
orang Levi sudah digantikan oleh Imamat Yesus Kristus. Itu yang digenapi,
artinya kalau sudah
digenapi, ya sudah selesai, tidak usah dilakukan lagi!
**) HARI SABAT ARTINYA HARI ISTIRAHAT, HARI
PERHENTIAN, HARI LIBUR KERJA, istilah kita “tanggal
merah”.
Di Alkitab sepanjang tahun
kalender Yahudi ada banyak hari Sabat [hari libur kerja], sama
dengan kalender kita sekarang, semua
hari raya keagamaan adalah hari libur kerja. Hari-hari Sabat (hari libur) itu ada yang jatuh pas hari ketujuh dalam
minggu itu, sehingga itu disebut “high
Sabbath” atau “Sabat Besar”
karena selain itu hari upacara Bait Suci, itu juga hari yang ketujuh, jadi ada
dua alasan untuk libur kerja di hari itu. Ini seperti misalnya hari libur kita
(17 Agustus) jatuh pas pada hari Minggu, sehingga itu ada dua alasan untuk
libur kerja.
Hari libur kerja yang pertama diperkenalkan Tuhan kepada manusia adalah hari ketujuh, ketika Tuhan sudah selesai menciptakan langit dan
bumi dan semua isinya, dan Tuhan berhenti dari pekerjaanNya, dan menetapkan
hari ketujuh yang pertama-tama itu sebagai hari perhentian. Sejak itu, sepanjang masa, SETIAP
HARI YANG KETUJUH, ADALAH HARI LIBUR KERJA menurut ketetapan Tuhan; karena itulah hari ketujuh setiap
minggu disebut hari Shabbat
(Hebrew: שַׁבָּת,
Ashkenazi pronunciation: Shabbos, Yiddish: שאבּעס
Istilah “Sabat” untuk hari
ketujuh ini, kemudian
diikuti oleh semua bangsa sehingga hari yang ketujuh dikenal dengan nama
Sabbatum [Latin], Sabado [Spanyol], Sabbato [Itali], Sabtu [Indonesia], dll., dengan masih mempertahankan “Sab” nya.
Tetapi selain hari yang ketujuh, masih ada
hari-hari Sabat [hari libur kerja] lainnya, yang bukan hari
ketujuh setiap minggu. Hari-hari ini juga disebut hari-hari Sabat karena SABAT ARTINYA “BERHENTI
BEKERJA” BUKAN “HARI KETUJUH”.
Jadi:
HARI KETUJUH PASTI HARI SABAT
Tapi hari Sabat tidak selalu hari ketujuh
Maka dalam membaca ayat-ayat di Alkitab, kita perlu
teliti, hari libur kerja [hari Sabat] yang mana yang dimaksudkan, karena ada hari
Sabat mingguan (hari ketujuh setiap minggu)
dan ada hari Sabat upacara.
Jadi, jangan lupa:
a)
Hari ketujuh pasti hari Sabat (=
hari berhenti bekerja),
bahkan
disebut “Hari
Sabat Tuhan Allahmu” (Keluaran 20:10).
Sabat
hari ketujuh ini yang dimulai dari Eden, ini kekal, valid
untuk semua manusia keturunan Adam, dari Eden yang pertama hingga di Eden baru
yang nanti akan dipulihkan Tuhan.
b)
Tetapi hari Sabat (= hari
berhenti bekerja) upacara
bisa jatuh di hari mana pun dalam minggu itu. Nah,
hari-hari Sabat ini yang berkaitan dengan perayaan
upacara-upacara Bait Suci, khusus untuk bangsa Yahudi ketika mereka masih umat pilihan Allah. Ini yang semuanya sudah digenapi oleh
kematian Yesus di atas salib dan sudah tidak valid lagi setelah salib.
BUKAN!
Kejadian 2:2-3
2 Dan pada hari ketujuh Allah telah mengakhiri
pekerjaanNya yang telah dibuatNya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh dari segala
pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. 3 Lalu Allah memberkati hari ketujuh
itu dan menguduskannya, karena di hari itu
Ia telah berhenti dari segala pekerjaan
penciptaan yang telah dibuat-Nya itu.
Sejak awal
penciptaan dunia, begitu seluruh ciptaan sudah selesai dijadikan, Tuhan
menetapkan hari Sabat yang pertama. Waktu itu belum ada bangsa Yahudi. Waktu itu hanya ada Adam dan Hawa,
nenek-moyang bangsa manusia.
Adam dan Hawa
itu bangsa apa? Bangsa Manusia. Yang jelas BUKAN BANGSA YAHUDI SAJA, karena bangsa Yahudi baru
ada pada waktu Abraham, ribuan tahun kemudian.
Kalau mau
persis, di dalam Adam dan Hawa terdapat
benih segala suku bangsa yang kemudian
muncul karena merekalah pasangan manusia yang
pertama yang menurunkan segala bangsa. Maka bila ketetapan memelihara Sabat Hari
Ketujuh itu diberikan Allah kepada pasangan manusia yang pertama, berarti Sabat Hari Ketujuh berlaku juga bagi semua manusia yang menurun dari
mereka.
Sabat hari
ketujuh adalah Sabat yang tertua, hari libur kerja yang pertama, yang
diperkenalkan Tuhan saat Adam baru berusia 1 hari, saat dunia ini baru berusia
7 hari.
Apakah Sabat hari
ketujuh ini tidak berlaku bagi kita?
Yah, jika kita merasa tidak termasuk bangsa manusia, bukan keturunan
Adam dan Hawa, kalau kita
memilih untuk mempercayai teori Evolusi bahwa kita ini keturunan monyet, maka Sabat hari ketujuh ini tidak
berlaku bagi kita. Kalau kita
mengaku kita bukan ciptaan Tuhan tapi hasil produksi monyet, kita tidak perlu
menyembah Tuhan, bahkan Tuhan tidak punya peranan dalam hidup kita, kita tidak
perlu mengenal agama, kita tidak perlu memelihara Sabat yang semuanya berkaitan
dengan Tuhan Allah Sang Pencipta. Kita boleh menyembah monyet karena dia yang
menciptakan kita.
Markus 2:27-28
27 Dan Yesus berkata kepada mereka, ‘Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk
hari Sabat. 28 jadi Anak Manusia adalah juga Tu(h)an atas hari Sabat.’
Ini adalah
salah satu ayat yang sering dipakai orang Kristen mayoritas untuk mendukung pembelaan bahwa Sabat hari ketujuh sudah
tidak mengikat lagi, dengan alasan manusia lebih tinggi derajatnya daripada
Sabat Hari Ketujuh, sehingga manusia boleh saja membatalkannya kalau dia mau.
Tapi ini adalah pengertian yang sama
sekali keliru. Coba kita baca ayat itu dengan teliti:
1. “Hari Sabat (1)diadakan (2)untuk manusia”
ü Kata “diadakan”
berasal dari kata dasar
“ada” yang artinya “eksis”, “berwujud.” “diadakan” artinya “dijadikan
ada”, yang tadinya tidak ada, diciptakan menjadi ada. Jadi Sabat
[hari perhentian] hari ketujuh itu dijadikan ada/diciptakan untuk manusia. Siapa yang mengadakan? Siapa yang menciptakan? Ya Tuhan!
Berarti ini suatu pemberian dari Tuhan kepada manusia.
Apa Tuhan memberi yang jelek kepada manusia? Lihat Yakobus 1:17 di bawah.
Karena yang
menciptakannya itu adalah Tuhan, maka manusia tidak boleh mengubahnya
sesuka hati. Yang berhak mengubahnya hanyalah Tuhan, tetapi
karena Tuhan itu tidak pernah berubah, maka peraturanNya pun
tidak berubah.
Ibrani 13:8
Yesus Kristus tetap sama, kemarin dan hari ini, dan selama-lamanya.
Pengkhotbah 3:14-15
14 Aku tahu bahwa apa
pun yang dilakukan Allah itu akan
tetap untuk selamanya; tidak ada yang bisa ditambahkan
padanya, maupun ada yang diambil darinya; dan Allah berbuat itu supaya manusia takut akan Dia.15 Yang sekarang ada
sudah pernah ada, dan yang akan ada sudah
ada; dan Allah mencari dari yang lampau.
Yakobus 1:17
Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna,
datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; yang pada-Nya tidak ada
perubahan maupun bayangan dari pertukaran
ü “untuk manusia”
jelas menunjukkan bagi
siapa Hari Sabat itu diadakan. Bukan untuk hewan, bukan untuk bangsa Yahudi saja, tetapi “untuk manusia”.
Semua yang masuk golongan manusia. Apakah
ada dari antara kita yang merasa tidak termasuk golongan manusia? Bagi yang
merasa tidak termasuk golongan manusia, maka Hari Sabat itu memang bukan untuk
dia.
2. “dan bukan manusia untuk hari Sabat.”
Kalimat ini menerangkan
bahwa manusia-lah yang membutuhkan Hari Sabat. Hari Sabat tidak
membutuhkan manusia! Pada proses penciptaan, Tuhan tidak menciptakan
Hari Sabat dulu, baru menciptakan manusia untuk melengkapi hari Sabat. Tetapi
justru setelah Tuhan menciptakan
manusia, maka Tuhan
mengadakan Hari Sabat untuk melengkapi
kebutuhan manusia untuk perhentian. Jadi Sabat hari ketujuh itu diciptakan Tuhan untuk kepentingan
manusia. Andai Tuhan tidak
menciptakan manusia, Tuhan tidak perlu menciptakan hari Sabat!
Sabat (hari ketujuh) itu dibutuhkan manusia
karena setiap hari yang ke-7 kita perlu beristirahat dari segala kesibukan
rutin kita, mengistirahatkan mental dan fisik, masuk ke perhentian Tuhan. Memelihara hari Sabat
Tuhan berarti kita mengakui kita hanyalah makhluk ciptaan, dan keberadaan dan
kesejahteraan kita bergantung seluruhnya kepada Khalik Pencipta kita, dan pada
hari yang khusus adalah milik Sang Pencipta, kita patut datang sujud menyembah dan mengucap syukur kepada
Pencipta dan Penebus kita. Inilah salah satu bentuk ketaatan kita kepada Khalik
kita.
3. “Anak Manusia adalah juga Tu(h)an atas
hari Sabat."
Pernahkah ada ayat lain di Alkitab di mana dikatakan Yesus itu Tu(h)an atas
hari yang lain? Atas hari pertama, kedua, sampai hari keenam? Tidak ada! Hanya
satu ayat ini di mana Yesus mengklaim sebagai Tu(h)an atas hari yang ketujuh! Nah, di ayat ini jelas Yesus yang mengklaim bahwa Dia-lah Tu(h)an atas hari Sabat. Bukan manusia yang menjadi tuan atas hari
Sabat, oleh sebab itu manusia tidak
boleh sesuka hatinya mengubah harinya! Tetapi Tuhan Yesus
sendiri-lah yang memiliki hari Sabat itu. Dialah Tu(h)an atas hari Sabat.
Sekali lagi di sini
jelas, hari
Sabat itu bukan punya kita, jadi kita tidak boleh berbuat sesukanya dengan hari
itu. Hari Sabat itu
kepunyaan Tuhan, yang diberikan kepada kita untuk kita nikmati. Markus 2:28 dengan jelas mengatakan demikian. Begitu juga,
Keluaran 20:10
tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu [berarti bukan
hari Sabat orang Yahudi, kan?]; maka pada hari itu jangan
melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu
perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau
orang asing yang di tempat kediamanmu.
Andai Sabat hari
ketujuh itu sudah dihapus, bagaimana Yesus bisa berkata Dia-lah Tu(h)an atas hari Sabat? Bagaimana Yesus bisa menjadi Tu(h)an atas sesuatu
yang tidak berlaku atau tidak eksis? Nah,
jika Sabat Hari Ketujuh diganti Minggu/Ahad hari pertama, berarti bukan Sabat Tuhan yang diberikan manusia
(karena Sabat Tuhan itu hari yang ketujuh, Tuhan sendiri berhenti pada hari
ketujuh). Kalau kita menerima hari Minggu, maka itu penipuan karena hari Minggu,
hari yang pertama hanyalah hari biasa yang memang milik manusia, sudah
diberikan Tuhan sejak awal di Eden, itu memang sudah milik kita dari awal
untuk hari melakukan
pekerjaan. Tuhan berkata “enam hari lamanya engkau harus
bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka pada hari itu jangan melakukan sesuatu pekerjaan...” (Keluaran 20:9-10).
Jadi Sabat Hari Ketujuh itu eksis dan akan terus eksis hingga
dunia baru nanti. Yesus bukan Tu(h)an atas sesuatu yang bodong,
yang tidak eksis. Ayat ini saja sudah
meneguhkan bahwa Sabat hari ketujuh itu TETAP EKSIS! Dan Tu(h)annya adalah Yesus
Kristus sendiri, yang menciptakannya.
Kesimpulan:
Markus 2:27-28 sama sekali tidak memberi manusia
wewenang untuk mengubah hari Sabat. Ayat ini justru
meneguhkan, bahwa kita sebagai bangsa manusia diberi Hari Sabat (hari libur/hari perhentian) pada hari ketujuh oleh Tuhan supaya kita pelihara, karena hari yang ketujuh itu
milik Tuhan, Yesus-lah Tu(h)an atas hari Sabat. Kalau kita bilang kita mencintai Yesus,
tentunya kita menghormati apa yang diklaim sebagai milikNya.
TIDAK!
Matius 22:37-40
37 Yesus berkata kepadanya, ‘Engkau harus mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. (Di Lukas 10:27 ditambahkan “dengan
segenap kekuatanmu”.)
38 Itulah Perintah yang utama dan yang pertama. 39
Dan yang kedua, sama seperti itu: Engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri.’
40 Pada kedua Perintah inilah
tergantung seluruh Hukum Taurat dan kitab para nabi.
Matius 22:37-39 dikenal dengan sebutan “The Golden Rules” dan sering dijadikan
alasan orang Kristen modern untuk mengabaikan 10 Hukum TUHAN. Alasan mereka Sepuluh Hukum itu sudah diganti dengan dua peraturan ini saja.
Nah, yang benar bukan diganti, teman-temanku yang
Kristen, tapi di dalam kedua Golden Rules itu terangkum Sepuluh Hukum.
Yesus membagi ke-10 Hukum itu menjadi 2 kelompok:
1.
yang satu Hukum yang menyangkut hubungan
kita dengan Tuhan
Bagaimana menurut Tuhan kita seharusnya mencintai
Tuhan dengan seluruh hati, jiwa, akal budi dan kekuatan kita? Apa pedomannya? Apa setiap orang boleh menjabarkannya
sesuka hatinya sendiri? Kalau begitu setiap orang bisa punya standar yang
berbeda. Tentu saja tidak. Manusia harus mencintai Tuhan sesuai standar Tuhan.
2.
yang kedua Hukum yang menyangkut hubungan
kita dengan sesama manusia.
Bagaimana menurut Tuhan kita seharusnya mencintai
orang lain? Sama, sudah pasti
Tuhan tidak akan membiarkan setiap orang menentukan sendiri standarnya, karena
setiap manusia punya pendapatnya sendiri.
Jadi supaya semuanya seragam menurut standar Tuhan, Tuhan memberi keterangan dengan berkata: “Pada kedua Perintah inilah tergantung seluruh Hukum Taurat dan kitab para nabi." Apa maksudnya?
Artinya, seluruh Hukum Taurat
(pada waktu Yesus berkata ini Dia belum disalib, sehingga seluruh Hukum Taurat masih
berlaku) dan kitab para nabi (= kitab Perjanjian Lama)
tergantung, atau istilah kita sekarang: “attached” kepada kedua Golden Rules itu.
Kalau kita menerima surat atau email dengan tulisan “attached”, apakah yang di-attached-kan itu tidak berlaku atau
tidak berarti? Andai tidak berlaku dan tidak berarti, tentu tidak perlu di-attached-kan, bukan? Justru karena di-attached kepada surat itu, berarti itu
adalah bagian dari isi surat tersebut, malah faktanya,
yang di-attached itulah penjelasan luasnya,
sementara suratnya hanya surat pengantar.
Setelah salib, bagian Hukum Taurat
yang berkaitan dengan peraturan-peraturan upacara Bait Suci dan
perayaan-perayaan tahunan itu yang sudah digenapi Yesus dan tidak perlu dilaksanakan
lagi. Tetapi bagian itu berkaitan dengan pekerjaan penebusan Kristus, tidak berkaitan dengan Hukum Moral yang universal yang berlaku bagi
semua manusia.
Mari kita golongkan kedua Golden Rules tersebut.
Golden Rule yang pertama:
Engkau harus mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. (Di Lukas 10:27 ditambahkan “dengan
segenap kekuatanmu”.)
Penjelasan terperincinya terdapat
di Keluaran 20:3-11
Perintah 1: 3Jangan engkau punya allah lain di hadapanKu.
Perintah 2: 4Jangan engkau membuat bagimu patung pahatan apa pun, atau
keserupaan dari apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di
bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. 5Jangan engkau sujud menyembah kepada mereka,
atau melayani mereka; sebab Aku, TUHAN,
Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang
membalaskan dosa bapak-bapak ke atas anak-anak, hingga
ke keturunan yang ketiga dan keempat dari mereka
yang membenci Aku, 6 Dan menunjukkan
rahmat kepada beribu-ribu dari mereka yang mengasihi Aku dan yang
berpegang pada Perintah-perintah-Ku.
Perintah 3: 7 Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab
TUHAN tidak akan menganggap orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan, tidak bersalah.
Perintah 4: 8 Ingatlah hari Sabat, peliharalah kekudusannya. 9 enam
hari lamanya engkau harus bekerja dan
melakukan segala pekerjaanmu, 10
tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka pada hari itu jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu
laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu
perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. 11 Sebab
dalam enam hari TUHAN menjadikan langit dan
bumi, laut dan segala isinya, dan telah berhenti bekerja
pada hari ketujuh. Itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya.
Beginilah Tuhan
minta kita mencintaiNya, yaitu dengan melakukan Hukum ke-1 hingga ke-4 dari 10
HUKUMNya.
Golden Rule yang kedua:
Engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Penjelasan terperincinya terdapat di Keluaran 20:12-17
Perintah 5: 12 Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu
di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu.
Perintah 6: 13 Jangan membunuh.
Perintah 7: 14 Jangan berzinah.
Perintah 8: 15 Jangan mencuri.
Perintah 9: 16 Jangan memberikan saksi
dusta tentang sesamamu.
Perintah 10: 17Jangan
mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya
laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun
yang milik sesamamu.
Beginilah –
menurut standar Tuhan – kita seharusnya mencintai sesama manusia.
Kesimpulannya:
The Golden Rules itu
hanyalah rangkuman atau judul [titel], atau sinopsis dari seluruh Hukum Taurat
dan kitab para nabi.
Juklak pelaksanaan dari “the Golden
Rules” ini terdapat di seluruh Hukum Taurat dan Kitab para Nabi. Jadi the Golden Rules sama sekali tidak
menghapus Ke-10 Hukum Tuhan, justru penjelasan tentang pelaksanaan
the Golden Rules itulah Ke-10 Perintah/Hukum Tuhan.
The Golden Rules ini sendiri bisa disimpulkan lagi dengan hanya satu kata, yaitu KASIH. Itulah inti Hukum Tuhan. Hukum Kasih.
1 Yohanes 4:8
Dia yang tidak mengasihi, tidak mengenal Allah, sebab Allah itu kasih.
Yohanes 14:15
Jikalau kamu mengasihi Aku, turuti Perintah-perintah-Ku.
1 Yohanes 2:5
Tetapi barangsiapa menuruti Firman-Nya, di dalam orang itu
sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia.
Jadi bukti kita mengasihi Allah ialah kita menuruti
FirmanNya, menuruti Perintah-perintahNya, ketetapan-ketetapanNya, HukumNya. Berarti, kalau tidak menurut, kalau
memberontak, kalau mengganti, kalau mengabaikan Hukum/Perintah/Ketetapan Allah,
itu namanya tidak mengasihi Allah. Kalau kita tidak mengasihi Allah,
ya tidak usah menjadi pengikut Allah, untuk apa kita ikut Sosok yang tidak kita
kasihi? Itu namanya munafik dan mubazir.
Jangan mengira kita bisa mengikut Allah hanya supaya kita selamat, bisa ke
Surga dan tidak dibakar api neraka. Dasar atau alasan atau motivasi kita mengikut Allah tidak
boleh karena pamrih (hanya mencari selamat sendiri). Allah hanya menerima manusia yang sungguh-sungguh mengasihi Dia, karena
Dia sungguh-sungguh mengasihi kita. Dan kita tidak bisa menipu
Allah, Allah tahu isi hati kita.
Mayoritas manusia suka berkata, Tidak mungkin menurut semua Perintah Allah,
karena manusia itu lemah. Alasan sebenarnya bukan manusia itu lemah,
tetapi manusia
itu egois, manusia tidak benar-benar mengasihi Allah. Manusia itu pamrih.
Dia pura-pura mengasihi Allah karena tidak mau dibakar api neraka saja. Karena
itu bagi manusia menuruti Perintah-perintah Allah itu berat, karena dia
sebenarnya merasa terpaksa mematuhi perintah Allah. Maka manusia berusaha mencari celah, persyaratan yang paling ringan, yang
paling minimal harus dilakukannya untuk bisa diterima dalam kerajaan Surga. Orang yang
benar-benar mencintai, tidak ada perasaan terpaksa, dia akan gemar menyenangkan hati kekasihnya. Dia bukan mencari yang paling
minimal, tapi dia akan berusaha memberikan yang paling maksimal kepada
kekasihnya. Kalau dia harus mengorbankan sesuatu demi
kekasihnya, dia tidak akan merasa itu berat,
dia akan melakukan itu dengan senang hati tanpa berpikir dua kali.
Lihat saja seorang ibu. Setua apa pun dia, kalau anaknya
datang, dia akan berusaha menyediakan makanan kesukaannya. Dan dia melakukannya
dengan senang hati walaupun
badannya capek. Itu namanya cinta tanpa pamrih. Sebaliknya kalau kita punya
pasangan yang selalu hanya mau melakukan yang paling minimal untuk kita, kalau
bisa tidak usah sama sekali, yakinlah dia tidak mencintai kita, dia mencintai
dirinya sendiri.
Jadi, kalau kita ingin bisa mematuhi semua Perintah
Tuhan, semua Hukum Tuhan, belajarlah mencintai Tuhan dulu.
Renungkan betapa besarnya cinta Tuhan yang diberikanNya kepada kita.
PemeliharaanNya dan perlindunganNya bagi kita siang dan malam, sejak kita masih
di kandungan sampai hari ini, itu luar biasa. Andaikan bukan tangan Tuhan
melindungi kita, kita sudah lama habis disikat Setan karena Setan berusaha
setiap saat untuk membunuh sebanyak-banyaknya manusia, supaya manusia jangan
selamat. Setiap hari kita bisa pulang sampai di rumah dengan utuh dan selamat itu perlindungan Tuhan. Apalagi keikhlasanNya
untuk mati bagi kita, seorang Raja di Surga, rela turun ke dunia menjadi
manusia yang miskin, yang harus menderita mati disalib demi kita, menanggung
dosa-dosa kita sebelum kita mengenalNya, itu cinta yang tak bisa kita pahami
dalamnya. Jika kita sering merenungkan itu, kita belajar mencintai Tuhan. Tidak
mungkin kita tidak akan mencintaiNya bila kita setiap hari merenungkan itu. Dan
bila kita sudah mencintai Tuhan, mematuhi PerintahNya,
melakukan kehendakNya, tidak lagi menjadi beban, itu justru menjadi kesenangan
bagi kita.
Jikalau kamu mengasihi Aku, turuti Perintah-perintah-Ku.
Ini ditulis Yohanes, rasul Perjanjian
Baru, murid Yesus yang hidup paling lama. Dia yang paling dikasihi Yesus karena di antara para
murid Dia yang lebih dulu belajar mengasihi Yesus. Dia masih hidup lama setelah Yesus kembali ke Surga. Dan dia
mengutip kata-kata Yesus bahwa menuruti Perintah-perintah Tuhan
itu bukti kita mengasihi Dia.
Yakobus 1:25
Tetapi barangsiapa meneliti
Hukum yang memerdekakan yang sempurna, dan
bertekun di dalamnya, tidak sebagai pendengar yang pelupa, tetapi sebagai
pelaku yang melakukannya, orang ini akan diberkati perbuatannya.
Jangan salah baca, ini bicara tentang Hukum yang memerdekakan, bukan merdeka dari
Hukum. Jika kita patuh pada Hukum, itu membuat kita merdeka, karena kita tidak melanggar Hukum
maka kita tidak kena hukuman. Hanya para
pelanggar Hukum yang kena hukuman. Jadi Hukum itu memerdekakan pelakunya bila dipatuhi.
Matius 19:17
Maka
berkatalah Ia kepadanya, ‘Mengapa engkau menyebut Aku baik? Tidak ada yang baik, hanya Satu, yaitu
Allah. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup turutilah Perintah-perintah Allah.
Dengan kata lain, jika kita tidak menuruti Perintah-perintah Allah, kita tidak bisa masuk dalam hidup kekal. Masa masih kurang jelas?
Jadi jangan mau ditipu omongan bahwa orang Kristen tidak usah patuh pada Hukum
Tuhan. Itu kebohongan Setan. Kita tidak mendapat hidup kekal kalau kita tidak
patuh pada Hukum Tuhan.
1 Yohanes 2:3-4
3 Dan inilah tandanya, bahwa
kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti Perintah-perintah-Nya. 4
Dia yang berkata, ‘Aku mengenal Dia’ dan tidak menuruti Perintah-perintahNya,
ia seorang pendusta dan kebenaran tidak ada dalamnya.’
Di
Wahyu 21:27 dikatakan di antara yang tidak punya bagian di Kota
Yerusalem Baru di dunia baru adalah para pendusta. Jadi jangan
sampai kita mendapat label “pendusta” dari Tuhan.
Yohanes 15:10
Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku sama seperti Aku telah menuruti
perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.
Alangkah indahnya bisa tinggal dalam
kasih Kristus. Dan itu hanya bagi mereka yang menuruti
perintahNya. Kita kehilangan banyak fasilitas, banyak kebaikan jika
kita tidak menurut perintah Allah.
Kalian lihat Yohanes, murid yang dikasihi, murid yang penuh kasih, justru banyak sekali menulis tentang
keharusan mematuhi Hukum. Dia
sangat mengerti bahwa KASIH dan
HUKUM itu berjalan berdampingan. Kalau ada Kasih,
pasti ada kegemaran untuk patuh pada Hukum. Sebaliknya kalau tidak ada Kasih, mematuhi Hukum itu
seperti minum jamu pahit. Jadi
jangan salah. Kalau
sekarang kita merasa berat mematuhi Perintah Tuhan, kita perlu bertanya kepada
diri sendiri, apakah kita benar-benar mengasihi Tuhan, atau kita sesungguhnya
tidak kenal siapa Tuhan dan kita mengikutiNya hanya karena kita ingin selamat
saja. Ini perlu kita sadari karena kita perlu tahu apa sesungguhnya yang ada di
hati kita. Percayalah, semakin
besar kadar Kasih kita kepada Tuhan, semakin gemar kita mematuhi HukumNya. Kalau kita
mengasihi Tuhan, kita tidak
akan berpikir untuk sengaja melanggar HukumNya demi kepentingan diri kita sendiri. Teman-teman, melanggar Sabat
Tuhan itu melanggar HukumNya, karena itu adalah Perintah keempat dari Hukum
Tuhan. Kalau kita memang sungguh-sungguh mau ikut Tuhan, jangan melanggar
HukumNya, yang
mana pun.
BUKAN! Ini satu lagi penipuan Setan.
Kita harus membedakan ada dua
jenis Hukum:
1. Hukum Moral yang
universal
Ini
sudah ditetapkan Tuhan sejak awal Penciptaan dunia
ini sebelum Adam berbuat dosa. Ini Hukum yang berlaku bagi semua
manusia. Hukum ini yang disebut landasan takhta Allah (Mazmur
89:15). Hukum ini kekal. Hukum ini
tidak ada kaitannya dengan pekerjaan penebusan Kristus.
2. Hukum Upacara Bait Suci
dan Hari-hari raya
Hukum
ini ditambahkan Tuhan setelah adanya dosa.
Hukum ini melambangkan pekerjaan penebusan Kristus dan hanya berlaku
hingga kematian Kristus. Hukum ini yang digenapi Kristus di salib,
maksudnya berakhir di salib.
Dengan kehidupanNya di dunia dan kematianNya, Yesus menggenapi hanya Hukum # 2, yaitu Hukum yang mengatur
tentang semua upacara Bait Suci dan Hari-hari Raya. Ini yang tidak usah kita
lakukan lagi, karena sudah digenapi Yesus di salib. Tapi Hukum # 1 itu
tetap harus kita lakukan.
Matius 5:17-18
17 Janganlah kamu menyangka,
bahwa Aku datang untuk meniadakan kitab Hukum atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya,
melainkan untuk menggenapinya. 18 Karena
sesungguhnya Aku berkata kepadamu: ‘Sampai
lenyap langit dan bumi satu iota atau
satu titik pun tidak akan ditiadakan dari Taurat, sampai semuanya digenapi.
Ada tiga pesan Yesus yang sangat jelas di ayat ini:
v Yesus tidak datang untuk MENIADAKAN HUKUM TAURAT
ATAU KITAB PARA NABI [selurh Kitab Perjanjian Lama].
v Sampai lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau titik pun
tidak akan ditiadakan dari Hukum Taurat [jelas
tidak ada bagian yang dibuang].
v Yesus datang untuk MENGGENAPInya.
1. Yesus TIDAK MENIADAKAN Hukum Taurat atau Kitab
para nabi
Di sini Yesus bicara tentang bagian Hukum Taurat yang bukan mengenai upacara-upacara Bait Suci dan
Hari-hari Raya.
Kalimat ini sudah sangat jelas.
Berarti Hukum Taurat
dan Kitab para nabi [atau yang kita kenal sebagai Kitab Perjanjian
Lama] itu tidak dihapus
oleh Yesus.
Kalau tidak dihapus/ditiadakan,
berarti MASIH
ADA dan VALID kan?
Mengapa kebanyakan orang Kristen
mengatakan bahwa Hukum Taurat itu hanya untuk orang Israel dan bukan untuk
orang Kristen Perjanjian Baru? Padahal Yesus tidak mengatakan begitu. Mengapa
banyak yang memutarbalikkan kata-kata Yesus sendiri yang begitu jelas
kalimatNya sehingga tidak mungkin disalahartikan?
2. Sampai
lenyap langit dan bumi ini,
satu iota atau titik pun TIDAK
AKAN DITIADAKAN dari Hukum Taurat
Ini juga sangat jelas. Sampai
sekarang langit dan bumi ini, di mana kita
hidup, sekarang masih ada, belum lenyap. Bahkan dikatakan, sampai langit dan bumi ini lenyap pun Hukum
Taurat masih intact, masih ada.
3. Yesus datang untuk MENGGENAPInya
Menggenapi apa?
Menggenapi Hukum Taurat dan Kitab
para nabi [Perjanjian Lama] yang berkaitan dengan pekerjaan
penebusanNya!
Apa yang diajarkan di Hukum Taurat
dan Kitab para nabi tentang pekerjaan penebusan Kristus?
v Semua upacara kurban yang
diajarkan oleh Hukum Taurat mengacu kepada pekerjaan penebusan Kristus.
v Hewan-hewan kurban yang
disembelih melambangkan Kristus yang dikurbankan untuk membayar hukuman dosa
manusia.
v Darah hewan kurban melambangkan
darah Kristus yang harus dicurahkan untuk membayar hukuman dosa.
Sementara Yesus Kristus belum
datang, Tuhan mensosialisasikan ajaran tentang penebusan Kristus lewat upacara
kurban hewan, supaya manusia mengerti bahwa hukuman dosa itu adalah kematian.
Dan karena Tuhan tidak menghendaki semua manusia mati akibat dosa mereka, maka
Tuhan bersedia menggantikan kematian manusia dengan kematian Yesus Kristus,
yang dilambangkan oleh penyembelihan hewan-hewan kurban.
Jadi INILAH YANG DIGENAPI OLEH KEDATANGAN
KRISTUS.
Semua upacara kurban merupakan TIPO [LAMBANG] dari pengorbanan Kristus.
Ketika Kristus mati disalibkan,
Dia-lah Antitiponya. Jadi di salib ANTITIPO MENGGENAPI TIPOnya. Inilah yang dimaksudkan Kristus bahwa Dia
datang untuk menggenapi Hukum Taurat dan Kitab para nabi. Karena itu, sejak
kematian Kristus di salib, semua upacara penyembelihan kurban hewan berhenti.
Kurban yang sejati telah menggenapi apa yang selama itu hanya dilambangkan.
Bukti bahwa Kristus tidak menghapus Hukum Moral:
Matius 5:21-22, 27-28
21 Kamu telah mendengar yang
difirmankan kepada nenek moyang kita: ‘Jangan membunuh; siapa yang membunuh akan dalam
bahaya dihakimi’ 22 Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang
yang marah terhadap saudaranya tanpa alasan,
akan dalam bahaya dihakimi. Dan siapa yang
berkata kepada saudaranya: ‘ῥακά [rhaka] Tidak berguna!’ dalam bahaya disidang dan siapa yang berkata: Tolol! dalam bahaya api neraka’
27 Kamu telah mendengar dikatakan kepada mereka dari zaman lampau, ‘Jangan berzinah.’ 28 Tetapi Aku
berkata kepadamu, siapa pun yang memandang seorang perempuan dengan nafsu terhadapnya, sudah melakukan perzinahan dengan dia di dalam
hatinya.
“Jangan membunuh” dan “jangan berzinah” adalah dua
Perintah di SEPULUH HUKUM. Di sini Yesus membahasnya. Yesus TIDAK
mengajarkan ajaran baru. Tetapi Yesus memperkenalkan PEMAHAMAN BARU kepada Hukum-hukum [dan
ajaran-ajaran] yang sudah ada. Ajaran yang dulu, yang hanya dimengerti secara literal, sekarang diperkenalkan
Yesus dengan pengertian secara rohani. Apa yang dulu dianggap
dosa bila
dilakukan secara literal, sekarang Yesus menjelaskan sesungguhnya ketika itu baru berbentuk niat dalam pikiran saja, belum
dilakukan secara literal, itu sudah dosa. Jadi penurutan Hukum sesungguhnya lebih mudah di
zaman Perjanjian Lama atau di zaman Perjanjian Baru? Kalau di zaman Perjanjian
Lama, orang
tertangkap basah berzinah baru dihukum, tetapi kata Yesus, baru ingin saja, tidak diketahui orang lain, tapi di mata Tuhan kita sudah berbuat zinah di dalam hati, sebelum kita
berbuat apa-apa loh, nyolek aja tidak! Orang dulu mencuri harus tertangkap oleh dua orang saksi baru bisa
dihukum, sekarang menurut rumus Yesus, tidak usah nunggu sampai mencuri, baru punya pikiran
mengingini saja, bagi Tuhan itu sudah dihitung mencuri dalam hati. Dan
kita tidak bisa menipu Tuhan, Tuhan tahu semua isi hati kita. Berarti Sepuluh Hukumnya dihapus atau justru sekarang menjadi lebih berat dengan pemahaman
yang baru yang diajarkan Yesus?
Lihat,
kalau kita belajar dari Alkitab, itu bisa sangat berbeda dengan apa yang kita
dengar dari mimbar. Karena itu paling aman adalah mempelajari Alkitab sendiri,
karena kita tidak tahu sudah seberapa banyak ajaran palsu yang ditanamkan di
pikiran kita oleh para guru agama palsu yang semakin lama semakin banyak ini.
BUKAN! Kisah yang
dibuat kontroversial ini bisa dibaca di:
Matius 12:1-8
1 Pada waktu itu, pada hari Sabat, Yesus berjalan di ladang jagung, dan murid-murid-Nya lapar, dan mulai memetik jagung dan memakannya. 2 Tetapi ketika orang-orang Farisi melihat itu,
berkatalah mereka kepada-Nya: ‘Lihatlah,
murid-murid-Mu berbuat apa yang tidak
diperbolehkan hukum untuk dilakukan pada
hari Sabat.’ 3 Tetapi Yesus berkata
kepada mereka, ‘Tidakkah kamu pernah membaca
apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang bersamanya, lapar, 4 bagaimana ia masuk ke dalam Bait Allah dan makan roti sajian yang tidak diperbolehkan Hukum
untuk dimakan olehnya maupun oleh mereka yang bersamanya,
kecuali oleh imam-imam? 5 Atau belumkah
kamu baca dalam kitab Taurat, bagaimana pada hari-hari Sabat, imam-imam di Bait Allah melanggar Sabat, namun tidak bersalah? 6 Tetapi Aku berkata kepadamu, ‘Bahwa di tempat
ini ada Satu yang lebih besar daripada Bait Allah.’ 7 Tetapi andai kamu mengerti apa maksud
ini: ‘Aku mendambakan belas kasihan dan
bukan kurban, kamu tidak akan menghukum orang yang tidak bersalah. 8 Karena Anak Manusia adalah Tu(h)an atas hari Sabat.
Yang
mengatakan murid-murid Yesus melanggar Sabat adalah orang-orang Farisi. Tuduhan itu dijawab sendiri oleh Yesus di
ayat ke 7, bahwa murid-muridNya itu tidak bersalah. Dan di ayat ke-8, Yesus secara sarkastis mengatakan, Dia-lah Tuhan atas hari
Sabat, dengan kata lain Dia yang menciptakannya,
maka sudah jelas Dia-lah yang paling tahu bagaimana kesucian hari Sabat itu harus
dipelihara menurut kehendakNya! Jelas bukan seperti yang diajarkan
orang-orang Farisi.
Sesungguhnya tidak ada larangan untuk makan pada hari sabat. Bagi mereka yang ada di rumah pada waktu makan, tentunya makanan untuk Sabat sudah disiapkan sebelumnya. Tetapi bagi murid-murid Yesus yang bepergian terus mengikuti Sang Guru, maka tidak ada orang yang menyiapkan makanan/bekal untuk mereka. Jika pada hari-hari lain mereka bisa membeli makanan, tetapi justru karena hari itu mereka menghormati hari Sabat, mereka tidak membeli makanan mereka. Jadi mereka memetik jagung untuk dimakan. Itu sah-sah saja. Apa bedanya mengambil roti dari atas meja dan memasukkannya ke dalam mulut dengan memetik jagung di ladang lalu memasukkannya ke dalam mulut? Lain halnya kalau mereka memetik jagung, lalu dikumpulkan dan dijual. Itu baru namanya melanggar kesucian hari sabat.
Yesus
menyinggung bahwa imam-imam justru “melanggar” Sabat, karena pada hari Sabat, imam-imam
tetap mempersembahkan kurban pagi dan petang, itu kan melakukan pekerjaan? Tapi
itu tidak
bersalah karena pekerjaan itu sesuai ketentuan Allah, sehingga melakukannya
adalah untuk kemuliaan Allah.
Yesus berkata demikian sebagai teguran kepada orang-orang Farisi yang telah membuat peraturan-peraturan tambahan yang membingungkan sehingga hari Sabat itu sedemikian beratnya dan menjadi beban. Orang-orang Farisi ini mengira bahwa jika Hukum Tuhan itu dibuat semakin berat, maka bagi yang bisa melaksanakannya, pastilah dia mendapat pahala terbesar. Mereka tidak mengerti bahwa melaksanakan Hukum Taurat tidaklah menyelamatkan mereka. Manusia hanya bisa selamat menerima kasih karunia Allah dengan iman. Mereka tidak mengerti konsep iman yang dimiliki Abraham. Mereka justru tidak punya iman. Mereka menolak Mesias yang ada di depan mereka karena mereka tidak punya iman. Mereka mau mencapai Surga dengan pahala yang mereka kumpulkan sendiri.
Lukas 12:1
Sementara itu ketika mereka
berkumpul bersama, ada banyak orang yang
tidak terhitung, sampai mereka saling menginjak satu sama lain, Yesus mulai
berkata pertama-tama kepada murid-murid-Nya,
Waspadalah terhadap ragi
orang Farisi, yaitu kemunafikan.
Kemunafikan itu
berbahaya, karena itu bukan saja menipu orang lain, tapi itu juga menipu diri
sendiri.
Lukas 11:46
Dan Ia berkata, Celakalah kamu juga, kalian ahli-ahli Taurat, sebab kamu meletakkan
beban-beban yang sangat berat untuk dipikul
pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu pun jarimu.
Ini kegemaran orang-orang munafik,
menambah-nambahi beban orang membuat orang pesimis dan merasa gagal, tapi
dirinya sendiri tidak menyentuh beban itu sama sekali.
Matius 23:13
Celakalah kamu, hai
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, orang-orang munafik, karena kamu
menutup Kerajaan Sorga bagi orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu tidak mengizinkan mereka yang akan masuk, untuk
masuk.
Jadi para ahli Taurat dan orang
Farisi sendiri tidak akan masuk Surga, kata Yesus, karena walaupun mereka
sangat teliti mematuhi Hukum, mereka melakukannya untuk motif yang salah, yaitu mereka mau mencapai Surga
dengan usahanya sendiri. Mereka bukan mematuhi Hukum karena mengasihi Tuhan.
Tapi perhatikan, orang-orang lain
yang mereka tipu dengan doktrin mereka juga tidak masuk Surga!
Mengapa? Karena mereka juga berbuat salah, mereka mengikuti doktrin yang
salah. Jadi kita perlu waspada, kalau kita mengikuti doktrin yang
salah, kita tetap diperhitungkan salah oleh Tuhan, karena doktrin yang benar
itu ada, dan bisa diakses di Alkitab, kenapa kita tidak meluangkan waktu untuk
mengaksesnya sendiri? Jadi kita bertanggung jawab sendiri atas pilihan kita.
Kalau kita salah pilih, ya kita tetap dianggap salah; karena sebenarnya kita
bisa memilih yang benar kalau kita mau.
Jadi apakah
teori-teori orang Farisi ini benar?
Matius 5:20
Maka Aku berkata kepadamu: Jika kebenaranmu tidak melebihi kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga.
Menurut sejarah,
setelah penghancuran Yerusalem dan Bait Allah yang pertama oleh orang-orang
Babilon pada zaman Nebukadnesar, dan orang-orang Yahudi kemudian kembali ke
tanah air mereka pada tahun 457BC, para imam dan ahli-ahli kitab
mereka begitu takut umat Yahudi akan menyeleweng dari Tuhan lagi dan
mengakibatkan mereka ditumpas dan ditawan musuh lagi, maka mereka berusaha
mendidik umat Yahudi menjadi umat yang benar-benar patuh kepada Hukum-hukum
Tuhan. Tapi cara mendidiknya salah. Mereka
bukan mendidik umat untuk mengasihi Tuhan sehingga mematuhi Hukum Tuhan menjadi
alamiah, mereka malah menciptakan peraturan-peraturan tambahan yang sangat
ketat mengenai pemeliharaan Sabat hari ketujuh, yang sangat memberatkan dan menyebabkan hari ketujuh ini bukan lagi “suatu
yang menyenangkan” (Yesaya 58:13-14). Maka di
zaman itu mematuhi Hukum Tuhan menjadi legalisme, bukan atas dasar mengasihi
Tuhan, tapi atas dasar kemampuan sendiri untuk mencapai Surga. Segala
peraturan tambahan inilah yang disalahkan oleh Yesus. Inilah mengapa Yesus berkata, “Jika kebenaranmu tidak melebihi kebenaran ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, jangan berharap kamu akan masuk Surga.”
Jadi cara memelihara kekudusan hari
Sabat, cara memasuki saat perhentian Tuhan, itu harus sesuai yang diajarkanNya,
bukan menurut segala peraturan yang ditambahkan para imam dan ahli kitab orang
Yahudi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar