Rabu, 21 Februari 2018

188. ANAK DAGING VERSUS ANAK PERJANJIAN

188. ANAK DAGING VS ANAK PERJANJIAN

__________________________________________________________________

 

 

Galatia 4:29

Tetapi seperti dahulu, dia yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini.

 

Ada banyak yang disampaikan Paulus kepada jemaat di Galatia. Di pasal 4 surat ke jemaat Galatia ini, Paulus ingin menyampaikan dua hal.

 

1.   Yang pertama ialah, bahwa pengikut-pengikut Kristus harus mengantisipasi menerima penganiayaan,

dan untuk menjelaskan poin itu, Paulus memakai contoh kedua anak Abraham. Kita tentunya sudah tahu bahwa Abraham mempunyai dua orang anak yang terkenal:

ü   yang satu yang lahir lebih dahulu dari seorang perempuan budak yang bernama Hagar, orang Mesir; 

ü   dan yang lain, yang lahir belakangan dari istri Abraham yang sah, Sara, perempuan yang merdeka.

 

Menurut Galatia 4:29, anak yang lahir dari Hagar menganiaya anak yang lahir dari Sara, padahal jika melihat status ibu masing-masing, anak yang lahir dari Hagar yang seorang budak, seharusnya lebih tahu diri, karena posisi anak yang lahir dari Sara, yang istri sah Abraham, adalah majikan ibunya, jadi jelas status anaknya juga lebih tinggi daripada dirinya, yang hanya anak seorang budak. Tetapi ternyata anak yang lahir dari perempuan budak Hagar ini tidak tahu diri, malah dia berani menganiaya “putra mahkota” keluarga Abraham.

Paulus memakai kisah ini untuk memberikan pesan kepada pengikut-pengikut Kristus, yang sudah diangkat sebagai anak-anak Allah, tidak usah terkejut bilamana mereka juga dianiaya oleh yang bukan anak-anak Allah, yang cuma anak-anak budak, karena dari zaman dahulu sudah begitu, dan sampai zaman sekarang juga begitu.

 

2.   Point yang kedua yang disampaikan di Galatia pasal 4

ini lebih mendalam, lebih doktrinal, dan itu berbicara tentang keselamatan, bahwa mereka yang sudah menerima Injil ~ yaitu bahwa di dalam Yesus Kristus manusia beroleh pengampunan dosa dan pembebasan dari hukuman kematian kekal ~ tidak lagi berstatus anak seorang hamba/budak (seperti Ismael) di bawah Hukum, melainkan sebagai anak-anak Allah, mereka berstatus anak orang merdeka  (seperti Ishak).

 

Kita tentunya sudah hafal dengan kisah Abraham dengan Sara istri yang sah, dan Hagar yang tidak sah, serta kedua anaknya dari dua perempuan itu. Kita tahu, Tuhan telah berjanji pada Abraham bahwa dia akan punya keturunan, padahal saat itu usia Abraham dan istrinya Sara sudah melampaui usia manusia yang bisa punya keturunan. Tetapi karena Tuhan yang berkata demikian, mereka percaya dan menunggu. Tapi tunggu punya tunggu dengan rasa cemas karena setiap tahun usia mereka bertambah tua, tidak tampak Tuhan menggenapi janjiNya. Mereka mulai bimbang, apa benar Tuhan memang akan memberi mereka anak, karena secara biologis sebenarnya itu mustahil.

Karena meragukan Tuhan itulah, mereka mulai berpikir, apa barangkali maksud Tuhan mereka juga harus berbuat sesuatu, bukan cuma berpangku tangan saja menunggu mujizat? Maka Sara istri Abraham punya ide cemerlang dan menyuruh Abraham mengambil budaknya, Hagar, yang masih muda yang punya kemampuan mengandung dan melahirkan anak, supaya Abraham punya anak dari budak itu. Gara-gara ide cemerlang itu lahirlah Ismael dari Hagar, yang diperanakkan menurut daging pada saat Abraham berusia 86 tahun.

Jelas kan “menurut daging” artinya menurut kehendak manusia. Bukan kehendak Tuhan. Dalam hal ini, menurut kehendak Sara dan Abraham. Ini sama sekali bukan kehendak Tuhan karena anak yang dijanjikan Tuhan kepada Abraham, haruslah lahir dari istrinya yang sah yaitu Sara, bukan dari perempuan lain.

Seharusnya Abraham tidak menuruti usul Sara. Tuhan itu mahakuasa, Tuhan tidak perlu dibantu. Jika pas saatnya Tuhan akan memberikan apa yang dijanjikanNya. Justru dengan “membantu” Tuhan, Abraham mengacaukan rencana Tuhan.

 

Tuhan tidak pernah ingkar janji. Walaupun Abraham sudah mempunyai anak hasil ide cemerlangnya bersama Sara, tetapi anak itu tidak bisa mengisi kedudukan anak yang dijanjikan Tuhan kepada mereka. Tuhan tidak menerima anak Abraham dari Hagar sebagai anak yang dijanjikanNya walaupun mungkin Abraham menganggap Ismael itulah anak yang dijanjikan Tuhan.

 

Belasan tahun kemudian, ketika Abraham berusia 100 tahun dan Sara, istrinya yang sah berusia 90 tahun, Tuhan menepati janjiNya dan secara ajaib Sara melahirkan seorang anak yang diberi nama Ishak. Anak inilah anak yang dijanjikan Tuhan kepada mereka, karena anak ini lahir semata-mata karena kuasa Tuhan, karena kehendak dan kuasa Tuhan, sama sekali bukan karena kemampuan manusia. Karena itu Ishak disebut “anak perjanjian” yang lahir menurut Roh, artinya dia lahir karena Tuhan (Roh) yang berkarya. 

Ketika Tuhan memanggil Abraham untuk meninggalkan tempat tinggalnya dan pergi ke tempat yang tidak diketahuinya, yang belum ditunjukkan Tuhan kepadanya, Abraham menurut. Karena apa? Karena iman. Dia menurut karena dia punya keyakinan pada Sosok yang menyuruhnya pindah itu. Karena keyakinannya itu, karena imannya itu, Abraham mau meninggalkan tempat tinggalnya dan pergi ke tempat yang asing yang tidak diketahuinya di mana. Jadi iman yang teguh itu membuahkan penurutan. Kita harus ingat ini. Karena itu Alkitab berkata, Abraham dibenarkan karena imannya.

 

Kejadian 15:6

Dan dia (Abraham) percaya dalam TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.

 

Jadi Abraham mempercayai janji Tuhan. Abraham punya iman dalam Tuhan.

Apa yang diperhitungkan Tuhan sebagai kebenaran? Iman Abraham.

Kenapa? Karena iman itu membuahkan penurutan. Karena iman, Abraham patuh pada Tuhan, lalu memboyong keluarganya dan harta miliknya mengikuti suara Tuhan meninggalkan tempat tinggalnya.

Renungan buat kita: jika kita tidak mau atau belum bisa patuh kepada Tuhan, itu kita perlu bertanya, apakah kita benar-benar sudah punya iman pada Tuhan? Karena jika kita memang punya iman, kita pasti akan patuh kepada Tuhan.

 

Tapi dalam hal mendapatkan anak ini, Abraham imannya kurang teguh sehingga itu membuahkan pelanggaran. Abraham tidak menurut Tuhan. Dia meragukan Tuhan dan bertindak sendiri.

Tuhan tidak pernah berkata kepada Abraham untuk berupaya sendiri supaya punya anak dari perempuan lain yang bukan istrinya. Alkitab mencatat, sebelum Abraham bertindak sendiri ini, sedikitnya 6 kali Tuhan sudah mengulangi janjiNya pada Abraham bahwa Abraham akan punya keturunan. Tuhan tidak pernah menyuruh Abraham berupaya sendiri, tetapi Tuhan-lah yang akan memberinya keturunan itu.

 

Kejadian 12:2

Dan Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan Aku akan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.

 

Kejadian 12:7

Dan TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman, ‘Kepada keturunanmu Aku akan memberikan negeri ini.’ Dan di situ dia mendirikan mezbah bagi TUHAN yang telah menampakkan diri kepadanya

 

Kejadian 13:16

Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah, sehingga, seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, maka keturunanmu pun akan dapat dihitung

 

Kejadian 15:4-5

Dan lihat, Firman TUHAN datang kepadanya, mengatakan,  ‘Dia ini tidak akan menjadi ahliwarismu, melainkan yang keluar dari perutmu sendiri yang akan menjadi ahliwarismu. Dan TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman, ‘Lihatlah sekarang ke langit dan hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitung mereka. Seperti inilah keturunanmu nanti.

 

Kejadian 15:13

Lalu TUHAN berfirman kepada Abram, ‘Ketahuilah dengan pasti bahwa keturunanmu akan menjadi orang asing di negeri yang bukan kepunyaan mereka, dan akan menghamba kepada mereka, dan mereka akan menganiaya mereka empat ratus tahun lamanya.

 

Kejadian 15:18

Pada hari yang sama TUHAN mengadakan perjanjian dengan Abram, dengan berkata, ‘Kepada keturunanmu Kuberikan tanah ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat.’

 

Jadi di sini ada contoh, bahwa iman itu bisa naik-turun. Tidak berarti kalau dulu iman itu teguh, sekarang masih teguh. Karena itu kita harus berhati-hati dengan iman kita supaya jangan naik-turun. Abraham pernah percaya penuh kepada Tuhan, ketika dia mematuhi perintah Tuhan untuk pergi ke tempat yang tidak diberitahukan Tuhan. Tapi dalam perjalanan waktu, karena Tuhan lama tidak menggenapi janjiNya, imannya luntur, digantikan keragu-raguan. Dan itu menyebabkan Abraham tidak mematuhi perintah Tuhan.

Jadi pelajaran yang harus kita ambil dari sini ialah, bilamana kita tidak mematuhi Tuhan, itu karena sedang ada masalah dengan iman kita. Iman kita mundur, sudah tidak sekokoh yang kita sangka.

 

Sekarang, karena ada dua orang anak dari dua orang ibu yang berbeda dalam rumah tangga Abraham, maka itu jelas menimbulkan ketidakdamaian. Apa kata Paulus? 
“yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh”, jadi secara literal Ismael menganiaya Ishak. Ismael lebih tua sekitar 13-14 tahun dari Ishak, jadi yang lebih besar mudah sekali menganiaya yang masih kecil. Alkitab tidak menjelaskan macam apa penganiayaannya, apa Ismael suka memukuli Ishak, atau membully dia, tidak jelas. Tapi yang jelas, Sara, ibu Ishak mengetahui tentang penganiayaan itu. Berarti di dalam rumah tangga Abraham suasana pasti sangat tidak nyaman.

 

Setiap pelanggaran, setiap ketidakpatuhan pada Tuhan itu pasti berbuah yang merugikan bagi kita.

Tuhan menciptakan satu Hawa untuk satu Adam, berarti dalam sebuah rumah tangga, hanya boleh ada satu suami untuk satu istri dan satu istri untuk satu suami. Abraham sudah menabrak peraturan ini. Dan akibatnya banyak:

ü   Hagar menjadi angkuh dan tidak menghormati nyonyanya (Sara) karena dia bisa hamil sedangkan Sara tidak (Kejadian 16:4).

ü   Sara membalas sakit hatinya dengan menindas Hagar yang adalah budaknya (Kejadian 16:6), dan dia berhak melakukannya, karena di zaman itu seorang budak adalah milik majikannya.

ü   Rumah tangga Abraham menjadi kacau.

Kebencian, iri hati, dendam, memenuhi rumah tangganya. Hagar sampai melarikan diri karena tidak betah, tetapi Malaikat Tuhan menyuruhnya kembali dan menerima ditindas oleh Sara, majikannya. (Kejadian 16:9) Tuhan selalu mengajarkan kepatuhan, dan Tuhan menyuruh Hagar kembali untuk tunduk kepada majikannya, karena dia memang budaknya.

ü   Sebaliknya, karena Sara telah menindas Hagar, maka Tuhan akan membalas perbuatan itu dengan menjadikan keturunan Hagar sangat banyak jumlahnya. (Kejadian 16:10).

Jadi ini pelajaran buat kita, jika kita menindas orang lain, jangan-jangan pembalasan Tuhan akan membuat kita semakin kesal. Karena itu lebih baik kita bersikap baik terhadap semua orang, walaupun orang tersebut menjengkelkan hati kita.

ü   Tuhan berkata, anak yang dilahirkan Hagar ini dan keturunannya akan selalu menimbulkan permusuhan, dia liar tak terkendalikan, dia akan menentang semua orang, dan semua orang akan menentangnya, dan dia akan hadir di mana-mana di antara saudara-saudaranya. (Kejadian 16:12 lihat terjemahan KJV).

Lihat, dari satu langkah yang salah, ekornya panjang, problemnya beranak-pinak.

ü   Lalu anak dari Hagar ini (Ismael), yang liar tidak terkendali, yang selalu menentang orang dan menimbulkan pertentangan, akan menganiaya anak perjanjian, bukan saja di zaman mereka, tapi berlangsung terus, kata Paulus. (Galatia 4:28)

Nah, akhirnya anak perjanjian (Ishak) menjadi korban penganiayaan yang bersumber dari kesalahan yang dibuat orangtuanya. Coba, seandainya Abraham bersabar, menurut Tuhan, tidak minteri membuat anak dengan Hagar, maka tidak akan ada Ismael, tidak akan ada yang menganiaya Ishak dan keturunannya, tidak ada pertentangan dan permusuhan dalam rumah tangganya.

ü   Kekalutan dalam rumah tangganya membuat Abraham sendiri bersedih, apalagi ketika Sara mendesaknya untuk mengusir Hagar dan Ismael.

Dan Tuhan menyuruh Abraham menuruti permintaan Sara, Hagar dan anaknya Ismael harus disingkirkan dari rumah tangga Abraham jika mengharapkan ketenangan kembali di rumah tangganya. Jika dalam satu rumah tangga ada dua orang istri, itu tidak akan tentram. Ketentraman harus dikembalikan. Maka dengan berat hati Abraham harus berpisah dari darah dagingnya, Ismael. (Kejadian 21:10-14). Bayangkan betapa pedihnya hati seorang bapak harus berpisah dari anak kandungnya sendiri. Dan Abraham menyadari bahwa perpisahan itu untuk selamanya. Dia tidak akan bertemu lagi dengan anaknya ini.

 

Betapa banyaknya sakit hati, kesedihan, masalah, dan permusuhan yang timbul akibat keraguan dan kebimbangan Abraham pada Tuhan. Dan semua itu tidak berhenti hanya sampai ke akhir hayat Abraham, melainkan terus berlangsung sampai sekarang, kata Paulus.

Ini seharusnya menyadarkan kita, bahwa kesalahan yang kita lakukan hari ini bisa berakibat panjang dan lama bahkan sampai tulang-tulang kita sudah memutih. Maka kita perlu berhati-hati supaya kita tidak menciptakan masalah berkepanjangan yang masih tidak terselesaikan lama setelah kita mati.

 

Galatia 4:29

Tetapi seperti dahulu, dia yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini.

 

Lihat, dari dulu Ismael menganiaya Ishak, dan itu berlangsung terus sampai sekarang, kata Paulus.

Bukankah Ismael dan Ishak di zaman Paulus sudah lama mati? Ya.

Jadi siapa yang dikatakan Paulus menganiaya dan dianiaya “sampai sekarang”? Ya keturunannya.

 

Jadi, janganlah heran bila keturunan Ishak rohani ( = bukan keturunan literal, tapi yang dimaksud ialah kita, anak-anak Allah menurut Roh) sering dianiaya oleh keturunan Ismael  rohani ( = mereka yang bukan anak-anak Allah menurut Roh). Ishak dan Ismael yang literal sudah lama mati, mereka sekarang menjadi simbol. Paulus berkata, dari semula semua yang berasal dari daging (seperti Ismael) itu menganiaya yang berasal dari Roh (seperti Ishak).

Ini bukan lagi bicara tentang dua saudara beda ibu, dua keturunan, melainkan dua agama, dua kebudayaan.

Tapi Tuhan mengizinkan itu terjadi, dan bahkan itu sudah tertulis di Alkitab.  Maka yang diperanakkan dari Roh, harus bersabar dan menjalaninya sampai Tuhan sendiri nanti yang menghentikannya.

 

Ketika Ismael dan Hagar diusir dari rumah Abraham, mereka kembali ke keluarga Hagar di Mesir. Maka selanjutnya Ismael hidup sesuai kebudayaan dan agama orang Mesir, meninggalkan agama ayahnya, walaupun masih ada beberapa praktek keagamaan Abraham yang diteruskannya, misalnya tentang hukum sunat. 

 

Sedangkan Ishak yang tinggal bersama ayahnya Abraham, terus mengikuti agama yang dipraktekkan Abraham, yaitu yang diajarkan Tuhan kepadanya. Maka keturunannya adalah mereka yang memelihara agama Abraham, yang menyembah Allahnya Abraham.

Secara jasmani Yesus Kristus lahir sebagai keturunan Abraham dari anaknya Ishak, dari anak perjanjian yang dikaruniakan Tuhan ini.

Maka, para pengikut Kristus disebut keturunan Abraham. Bukan kataku, tapi kata Alkitab. Mari lihat di:

 

Galatia 3:29

Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu adalah benih Abraham dan menurut  janji Allah, adalah ahliwaris.

 

Jemaat Galatia adalah jemaat campuran, dari bangsa-bangsa bukan Yahudi. Tetapi Paulus berkata “kamu adalah keturunan Abraham”, berarti, walaupun mereka tidak berdarah Yahudi, bukan dari bangsa Israel, mereka tetap diperhitungkan sebagai keturunan Abraham.

Maka semua yang mengikut Kristus, menjadi keturunan Abraham secara rohani, walaupun secara jasmani, secara biologis, secara darah, kita tidak berdarah Yahudi/Israel.

 

Mungkin ada yang berpikir, Ishak disebut “yang diperanakkan menurut Roh”, tapi aku kan tidak? Aku kan bukan anak perjanjian? Aku kan lahir seperti semua orang lain?

Jadi, apakah kita juga masuk kategori “diperanakkan menurut Roh”? Iya! Karena kita (seharusnya) mengalami kelahiran baru oleh Roh, bukan hanya sekali, melainkan seharusnya berulang-ulang selama hidup kita. Lihat tulisan di:

 

Yohanes 3:5-7

Jawab Yesus,  ‘Sungguh-sungguh Aku berkata kepadamu, kecuali seorang manusia dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging; dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh.  Janganlah heran kalau Aku berkata kepadamu,  ‘Kamu harus dilahirkan kembali.’

 

Jadi kita seharusnya juga dilahirkan kembali/dilahirkan baru oleh Roh, jika tidak, maka kita punya masalah yang besar.

 

Dengan kata lain, semua orang yang tidak dilahirkan kembali dari air dan Roh, mereka itu masuk kategori dilahirkan oleh daging. Dan semua yang hanya dilahirkan oleh daging, tidak berkenan kepada Allah, mereka berseteru dengan Allah, mereka menuju ke kebinasaan karena keinginan daging ialah maut!

 

Roma 8:5-8

Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; tetapi mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh. Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan rohani adalah hidup dan damai sejahtera.       Sebab pikiran manusia adalah perseteruan melawan Allah, karena ia tidak patuh kepada Hukum Allah; dan memang tidak mungkin bisa. Maka mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.

 

Roma 9:8

Artinya: mereka yang adalah anak-anak secara daging, mereka ini bukanlah  anak-anak Allah; tetapi anak-anak perjanjian–lah yang diperhitungkan sebagai  benih.

 

 

Nah, ternyata pertentangan dalam skala luasnya bukan lagi hanya antara keturunan Ismael dengan keturunan Ishak yang literal, melainkan  juga antara “anak-anak menurut daging” dengan “anak-anak menurut Roh” yang dilambangkan oleh Ismael dan Ishak.

Di Galatia 3:29 sudah dikatakan bahwa siapa yang milik Kristus, itu diperhitungkan sebagai benih Abraham, atau “anak-anak perjanjian”, atau “anak-anak menurut Roh.” Berarti yang bukan milik Kristus itulah “anak-anak menurut daging.”

 

Tadi sudah kita lihat makna spesifiknya, sekarang marilah kita lihat makna luasnya. Makna luasnya Paulus membandingkan antara kedua ibu anak-anak Abraham.

Kita kembali ke Galatia pasal 4.

4:22         Karena ada tertulis, bahwa Abraham mempunyai dua anak laki-laki, seorang dari perempuan budak, seorang dari perempuan yang merdeka. 

4:23         Tetapi dia yang berasal dari perempuan budak itu diperanakkan menurut daging;  tetapi dia yang dari perempuan yang merdeka itu, oleh janji.

4:24         Hal mana adalah kiasan. Sebab inilah kedua perjanjian itu; yang satu berasal dari gunung Sinai dan melahirkan perbudakan, yaitu Hagar—

4:25         Karena Hagar ini ialah gunung Sinai di tanah Arab, dan bertanggungjawab kepada Yerusalem yang sekarang ini, dan berada dalam perbudakan dengan anak-anaknya.

4:26         Tetapi Yerusalem sorgawi itu merdeka, yang adalah ibu kita semua.

4:31         Jadi, saudara-saudara, kita bukanlah anak-anak perempuan budak, melainkan dari yang merdeka.

 

 

Jadi kisah sejati Abraham dengan dua perempuan dan dua anaknya itu adalah suatu kiasan. Kiasan apa? Kiasan dua perjanjian Allah. Apa itu:

Dikatakan di ayat 24-26, itu melambangkan (1) perjanjian Allah dengan Musa di gunung Sinai, Yerusalem duniawi; dan (2) perjanjian Allah dengan jemaatnya, Yerusalem Baru, atau Yerusalem Surgawi.

ü   Hagar melambangkan gunung Sinai.

Yang seharusnya umat Allah itu pengantin/mempelai Kristus, tetapi karena banyak ketidakpahaman umat Allah di masa yang lalu, telah menempatkan dirinya sebagai budak sebagaimana Hagar itu adalah seorang budak. Maka anak-anak yang dilahirkannya adalah anak-anak perbudakan.

ü   Sara melambangkan Yerusalem Surgawi.

Dia tahu bahwa dia bukanlah budak, melainkan istri/pengantin Kristus yang merdeka. Anak-anaknya adalah anak-anak yang merdeka.

 

Apa bedanya kedua perjanjian itu?

1.   Perjanjian yang pertama ialah perjanjian yang berdasarkan lambang-lambang janji penebusan Allah.

Semua upacara kurban, upacara perayaan hari-hari keagamaan yang diajarkan Tuhan kepada Musa, dan yang oleh Musa ditulisnya dalam kitab Taurat, itu merupakan lambang pekerjaan penebusan Kristus. Umat Allah di zaman itu hanya bisa memandang kepada lambang-lambang, banyak dari mereka tidak paham tentang sang Mesias. Itulah sebabnya ketika Mesias datang, mereka menolakNya karena mereka tidak mengenaliNya dari lambang-lambang yang telah diajarkan turun-temurun kepada mereka beratus-ratus tahun. Karena kurangnya pemahaman umat Allah di masa itu tentang Allah dan kebenaranNya, maka mereka melakukan Hukum Taurat sebagai sarana untuk mendapatkan keselamatan. Perbuatan itu layaknya seorang budak  yang patuh kepada tuannya karena takut dihukum. Seorang budak tidak punya keyakinan bahwa tuannya sungguh-sungguh mengasihi dia, karena itu dia mematuhi tuannya semata-mata karena takut tuannya akan menghukumnya bila dia berbuat salah. Kepatuhannya adalah legalisme, berangkat dari kewajiban, bukan dari kerinduan.

Perjanjian yang pertama hanya merupakan lambang, karena dosa manusia belum sungguh-sungguh dihapuskan, karena darah lembu dan domba yang dikurbankan tidak benar-benar bisa menghapuskan dosa (baca Ibrani pasal 9), dosa-dosa itu masih merupakan “surat utang” (Kolose 2:13-14) hingga Anak Domba Allah yang sejati dikurbankan, barulah surat-surat utang itu dipakukan di salib.

 

2.   Perjanjian yang kedua, ialah perjanjian yang berdasarkan penggenapan janji penebusan Allah,

disahkan oleh darah Kristus sendiri, dan Kristus sebagai Imam Besar di Bait Suci Surgawi, menjadi perantara dan hakim umatNya.

Dengan datangnya Anak Allah yang hidup di tengah-tengah manusia, memperkenalkan pribadi Allah yang penuh kasih karunia kepada manusia, memberi teladan tentang bagaimana seharusnya umat Allah itu hidup, maka umat Allah mendapat pemahaman yang lebih sempurna tentang Allah dan kebenaranNya. Dan dengan kematian Kristus di salib, itu merupakan penggenapan semua lambang-janji penebusan Allah bagi manusia. Karena itulah dikatakan bahwa penurutan dalam perjanjian yang baru ini berdasarkan rasa cinta, bukan lagi antara seorang budak kepada tuannya berdasarkan rasa takut, tetapi antara seorang istri kepada suaminya, Kristus sebagai suami, dan Yerusalem Surgawi/Yerusalem Baru itulah istrinya.  Dan kita adalah anak-anak Yerusalem Surgawi (“Yerusalem sorgawi itu merdeka, yang adalah ibu kita semua.”) kita adalah anak-anak dari perempuan yang merdeka, kita adalah anak-anak yang merdeka.

 

Kalau di bawah perjanjian yang pertama, umat Allah, yaitu Israel jasmani (bangsa Israel) mayoritasnya mematuhi Hukum Taurat karena rasa takut dan dengan tujuan untuk bisa selamat (legalis), maka di bawah perjanjian yang baru, umat Allah, Israel rohani (dari segala bangsa) mematuhi Hukum Allah berdasarkan kasih kepada Tuhan. Israel rohani sadar bahwa kepada mereka telah diberikan keselamatan secara gratis, tanpa mereka harus berbuat apa-apa karena keselamatan itu pemberian Tuhan sebab Tuhan mengasihi mereka. Maka mereka gemar mematuhi Hukum Tuhan karena itulah caranya menyatakan kasih mereka kepada Tuhan yang telah mengampuni dosa mereka dan menyelamatkan mereka.

 

 

Yang perlu kita renungkan:

v   Apakah kita ini sudah Israel rohani?

Apakah kita mematuhi Hukum Tuhan karena kita mengasihi Tuhan dan kita rindu menurut Tuhan, ataukah kita mematuhi Tuhan karena kita takut kena hukuman? Apakah kita ini anak-anak budak atau anak-anak yang merdeka?.

v   Apakah kita ingin selamat karena kita ingin hidup kekal bersama Tuhan, atau kita cuma tidak mau binasa di api neraka?

Apa Tuhan ada dalam motif kita?.

v   Di manakah posisi Tuhan dalam rencana dan motivasi kita?

Apakah bagi kita Tuhan hanya sarana supaya kita lolos dari api neraka, ataukah Tuhan itu Sosok yang kita cintai dan pusat dari hidup kita?.

 

Hubungan kita dengan Tuhan menentukan apakah motivasi dan rencana kita itu benar di mata Tuhan atau tidak. Tuhan tahu isi hati kita, kita tidak bisa menipuNya. Tapi jika kita menyerahkan hati kita kepada Tuhan, Tuhan bisa mengubah hati kita, hingga kita dilahirkan baru dalam Roh setiap hari.

 

Pelajaran Alkitab itu dalam. Seumur hidup kita pelajari tidak habis-habisnya kebenaran yang kita temukan. Seperti mengupas bawang, selapis demi selapis, seperti mencari harta karun. Tuhan memberkati minat kita mencari kebenaranNya.

 

Matius 6:33

Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.

 

 

 

 

 

21 02 18