Minggu, 23 Oktober 2022

223. MENGAPA SEMUA UNTUK KEMULIAAN ALLAH?

 

223. MENGAPA SEMUA UNTUK KEMULIAAN ALLAH?

________________________________________________________________________________________________________

 

Dulu kalau aku bertanya, mengapa Tuhan menciptakan manusia? Jawaban yang aku dapat ialah “untuk kemuliaan Tuhan”, dan itu bukan jawaban yang salah, karena sudah sesuai ayat Alkitab. 

 

Yesaya 43:6-7

Aku akan berkata kepada utara: Serahkanlah! dan kepada selatan: Janganlah tahan-tahan! Bawalah anak-anak-Ku laki-laki dari jauh, dan anak-anak-Ku perempuan dari ujung-ujung bumi, yaitu setiap orang yang disebutkan dengan nama-Ku: karena Aku telah menciptakan dia untuk kemuliaan-Ku, Aku telah membentuknya, iya, Aku yang telah menjadikannya.

 

I will say to the north, Give up; and to the south, Keep not back: bring My sons from far, and My daughters from the ends of the earth;

Even every one that is called by My name: for I have created him for My glory, I have formed him; yea, I have made him. (KJV)

Tapi aku tidak puas.

Kok Tuhan egois?  Maklum pikiran dan pengetahuan rohaniku masih cetek waktu itu, jadi tidak bisa menangkap dalamnya arti kata-kata “untuk kemuliaan Allah”.

 

Aku berpikir, oh, jadi Tuhan menciptakan manusia untuk kemuliaanNya, apakah itu juga alasan mengapa manusia punya anak? Jadi berdasarkan egoisme?

Apakah manusia alasannya juga untuk “kemuliaan si ayah-ibu”? Padahal repotnya banyak, tanggung jawabnya besar, dan belum tentu si anak menjadi kemuliaan orangtuanya, bisa-bisa malah menjadi aib orangtuanya. Menjadi pusing dan kerepotannya pasti, tapi menjadi kemuliaannya adalah taruhan.

Lihat saja Tuhan, pada akhirnya lebih banyak mana manusia yang menjadi kemuliaan Allah daripada yang menyusahkan Allah?

 

Jadi, kalau sudah melihat contoh yang dialami Tuhan, mengapa manusia nyaris semua yang menikah masih mau punya anak? Tidak yang kaya tidak yang miskin, tidak yang sehat tidak yang berpenyakit, tidak yang pintar tidak yang bodo, tidak yang berpendidikan tidak yang buta huruf, tidak orang kota tidak orang desa, semua mau punya anak dan berupaya apa saja untuk punya anak karena sepertinya ada konsep bahwa manusia itu tidak lengkap kalau kawin tidak punya anak.

 

Maka aku ingin tahu konsep apa ini “untuk kemuliaan Allah”?

 

1 Korintus 10:31

Oleh karena itu, jika engkau makan atau jika engkau minum, atau apa pun yang engkau lakukan, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”

 

Mengapa kok semua-semua “untuk kemuliaan Allah”? Dari makan-minum sampai apa pun yang engkau lakukan(berarti tidak ada perkecualiaannya!) itu harus untuk kemuliaan Allah! Ini ayat Alkitab loh yang berkata begini, berarti ini perintah dari Allah.    

Secara harafiah apakah ini tidak meletakkan Allah pada posisi yang tidak enak, seakan-akan Allah seorang raja lalim yang selalu menuntut dimuliakan? Tidakkah begitu kesannya? Mungkin karena kalimat-kalimat seperti ini, maka banyak orang yang memilih menjadi atheis.

Bayangkan jika orangtua kita berkata kepada kita, “Kamu dilahirkan untuk kemuliaan orangtuamu, jadi segala yang kamu lakukan harus untuk kemuliaan kami!” Apakah itu tidak melahirkan bermacam-macam jawaban dari kita yang bersifat memberontak? “Memang siapa yang minta dilahirkan? Aku tidak pernah ditanya apakah aku setuju dilahirkan untuk memuaskan kemuliaanmu. Daripada aku terbebani begini, mending tidak usah dilahirkan saja.” Apa kita tidak akan menjawab begitu?

 

Jadi aku berpikir, pasti ada yang salah dengan konsep ini, ada pengertian yang tidak tepat di sini. Bukankah Allah itu kasih? Bukankah Allah itu baik?

 

Mazmur 107:1

Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya kemurahanNya kekal untuk selama-lamanya.

 

Mazmur 145:9

TUHAN itu baik kepada semua, dan kemurahanNya yang lemah lembut bagi segala yang dijadikan-Nya.

 

Yakobus 1:17

Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; yang pada-Nya tidak ada perubahan maupun bayangan dari pertukaran.

 

1 Yohanes 4:8

Dia yang tidak mengasihi, tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.

 

 

Dan masih banyak ayat yang lain yang mengatakan betapa baiknya Allah itu, betapa mengasihinya Dia.

Jadi bagaimana kita harus memahami “segala untuk kemuliaan Allah” ini dalam konteks Allah itu baik, Allah itu kasih, Allah itu pemurah?

 

 

Lalu aku teringat, kapan aku merasa paling senang, paling bahagia bersama orangtuaku? Ternyata itu bukan saat aku melakukan semua kehendakku, saat aku nakal melawan mereka, saat aku melakukan semua keinginanku sendiri, saat aku menuntut ini-itu, saat aku bertingkah macam-macam. Tidak. Aku ingat, ternyata justru pada waktu aku sedang menurut, ketika aku sedang tidak nakal, ketika aku mematuhi semua kehendak orangtuaku, saat itulah aku merasa paling bahagia. Mengapa? Karena pada saat itu hubunganku dengan mereka paling dekat, pada saat itu aku merasa paling disayang. Tidak ada konflik dengan orangtua. Tidak ada masalah. Tidak ada kekecewaan mereka yang menjadi dinding yang memisahkan. Tidak ada rasa bersalah di pihakku yang menjadi pagar yang menghalangi.

Perlawanan selalu menimbulkan ketegangan. Perbedaan kemauan menimbulkan kesenjangan, ketidakharmonisan, rasa tidak serasi, dan akhirnya rasa takut. Pihak orangtua takut anaknya tetap akan melanggar, sedangkan pihak anak takut orangtuanya akan mengambil tindakan yang bersifat menghukum. Maka dari rasa takut akan muncul rasa tidak nyaman dan hubungan pun merenggang. Bahkan kalau parah bisa sampai putus.

Kalau aku ingat-ingat sekarang, itulah yang aku rasakan setiap kali aku melakukan sesuatu yang tidak untuk “kemuliaan” orangtuaku. Walaupun terkadang orangtuaku yang akhirnya mengalah dan membiarkan aku yang menang, tapi rasa kesenjangan itu terlanjur ada, dan hubungan merenggang untuk sementara waktu. Saat-saat itu memang aku sudah menang, kehendakku yang dituruti, tapi hatiku tidak senang. Aku merasa jauh lebih senang pada waktu aku yang menuruti orangtuaku, mereka yang menang, tapi aku yang merasa damai, disayang, dan terlindung dalam suatu hubungan yang dekat.

Sulit untuk menjelaskan anomali seperti ini, tapi itu kenyataannya.

Pada waktu itu tentu saja aku tidak mengerti ini, aku masih terlalu muda. Aku selalu mengira, yang menang, yang keinginannya dituruti, itu yang bahagia. Ternyata itulah penipuan Setan. 

 

WINNING IS NOT ALWAYS A VICTORY

LOSING IS NOT ALWAYS A DEFEAT

 Ini agak sulit diterjemahkan, karena setiap bahasa memiliki gayanya sendiri.

Memenangi tidak selamanya suatu kemenangan

Mengalah tidak selamanya suatu kekalahan.

Yang mudah, kita lihat saja Setan.

Kapan saat hidupnya lebih berbahagia?

ü    Ketika dia masih Lucifer, sang anak fajar,

masih hidup menurut kehendak Tuhan, ketika dia hidup untuk kemuliaan Tuhan, di Surga dengan segala kemuliaan dan keindahan yang diberikan Tuhan kepadanya, tidak mengenal kematian, di antara para malaikat, sebagai pemimpin biduan mereka, sebagai kerub tertinggi yang menudungi takhta Allah;

ü    atau sekarang setelah pemberontakannya,

setelah dia melawan Allah, akibatnya dia dicampakkan dari Surga, kehilangan posisinya, kehilangan kasih Allah, dan hari-harinya sudah terbatas, dia ditunggu penghukuman yang akan membinasakannya? 

Setan sekarang bisa tidak usah hidup untuk kemuliaan Allah, dia hidup untuk kemuliaannya sendiri. Tapi apakah dia bahagia? Pasti tidak. Mungkin karena dia tidak bahagia itulah dia menjadi semakin jahat, karena orang yang bahagia itu tidak akan punya niat jahat, dia sudah sibuk menikmati kebahagiaannya sendiri, tidak punya waktu untuk memikirkan yang jahat lagi.

Jadi kalau kita melihat Setan, jelas bahwa hidup menurut Tuhan, hidup untuk kemuliaan Tuhan itu lebih berbahagia daripada hidup menurut kehendaknya sendiri, untuk kemuliaannya sendiri.

Dengan melawan Tuhan, Setan merosot dari malaikat kerub yang statusnya tertinggi, yang kudus, yang tidak bercela, menjadi makhluk yang paling berdosa, mengerikan, yang berbohong dan membunuh, yang tidak tersisa sedikit pun kebaikan padanya. Karena apa? Karena dia menolak hidup untuk kemuliaan Allah. Dia sangka bahwa hidup untuk kemuliaannya sendiri lebih bahagia, tapi justru sebaliknya.

 

Karena itu ajaran Tuhan agar kita hidup untuk kemuliaanNya itu adalah demi kebahagiaan kita sendiri. Sama sekali bukan karena Allah itu diktator, lalim, mau menang sendiri. Justru karena Allah mau kita bahagia, maka Dia berkata, “hiduplah untuk kemuliaanKu” karena kamu akan bahagia.

 

Pertanyaan: Bagaimana caranya hidup untuk kemuliaan Allah?

 

Sebagai contoh kita lihat dulu bagaimana kita hidup untuk kemuliaan orangtua kita?

Sewaktu aku kecil, kalau ada tamu, atau aku diajak bertamu ke rumah orang, ayahku selalu berpesan “Jangan bikin malu orangtua! Jangan sampai orang bilang, ‘Ini anak siapa kok tidak tahu aturan!’”  Itu pesan yang tidak pernah dilupakan. Nah, “tidak bikin malu orangtua” artinya tidak boleh nakal, menyapa dengan hormat terutama orang-orang yang lebih tua, duduk manis dengan sopan, kedua kaki tidak boleh naik ke atas kursi, tangan tidak boleh pegang-pegang barang orang, mulut tidak boleh menciptakan bunyi-bunyi yang mengganggu, kalau disodori makanan dan minuman diterima dengan cara yang halus disertai ucapan terima kasih, tidak boleh bikin kotor, menjawab dengan sopan kalau ditanya, kalau tidak ditanya tidak boleh bicara, tidak boleh mengganggu orang dewasa yang sedang bicara, tidak boleh merengek minta pulang, tidak boleh lari-lari di rumah orang, dan masih banyak lagi larangannya. Ancamannya kalau sampai bikin malu orangtua, tidak akan diajak pergi lagi. Kalau didaftar sepertinya banyak sekali larangannya, tapi sebenarnya intinya hanya satu: patuh pada orangtua. Jadi “tidak bikin malu orangtua” sama dengan menuruti segala perintah orangtua.

Dan kalau aku “tidak bikin malu orangtua” itu sama dengan aku “memuliakan orangtua.” Orangtuaku senang, dan aku senang, karena aku tidak kena marah setiba di rumah. Jadi sama-sama senang. Malah sering pulangnya dibeliin eskrim atau apa.

 

 

Ternyata itu tidak beda banyak dengan memuliakan Bapa kita di Surga.

Kita memuliakan Tuhan, jika kita tidak nakal, tidak melawan kehendakNya, kita hidup menuruti peraturan-peraturanNya, Perintah-perintahNya, dan HukumNya. Kalau kita hidup sesuai dengan kehendakNya, kita tidak bikin malu Tuhan, kita memuliakan Tuhan. Tuhan senang, kita juga senang karena Tuhan senang, dan kita tidak bikin dosa.

 

Tuhan Yesus berkata,

Yohanes 14:15

Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala Perintah-Ku.

 

Jadi

v   dasar dari menurut segala Perintah Tuhan itu adalah kasih, karena kita mengasihi Tuhan.

v   Kalau kita mengasihi Tuhan, kita akan senang menurut segala PerintahNya.

Jadi menuruti segala Perintah Tuhan adalah bukti bahwa kita mengasihi Tuhan.

v   Kalau kita mengasihi Tuhan, kita membuat Tuhan senang.

v   Kalau kita membuat Tuhan senang itu sama dengan kita memuliakan Dia.

Jadi memuliakan Tuhan itu membuat Tuhan senang.

v   Dan kalau kita bisa menyenangkan hati Tuhan, pasti kita sendiri juga senang.

Kita akan punya hubungan yang dekat dengan Tuhan, tidak ada jurang yang memisahkan, tidak ada keretakan, semuanya baik-baik. 

 

Berarti Tuhan menyuruh kita memuliakan Dia itu semata-mata karena Tuhan mau kita senang, Tuhan mau kita merasa bahagia.

 

Yeremia 29:11

Sebab Aku mengetahui rancangan-rancangan yang Aku rancang untukmu, firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kejahatan, untuk memberikan kepadamu akhir yang engkau harapkan.

 

For I know the thoughts that I think toward you, saith the LORD, thoughts of peace, and not of evil, to give you an expected end. (KJV)

 

Tuhan hanya punya rancangan yang baik bagi kita. Tuhan itu kasih. Dia tahu kalau kita patuh padaNya, hidup kita akan bahagia.

 

Jadi kalau Tuhan menciptakan kita untuk kemuliaanNya, dan Tuhan menghendaki kita hidup dan melakukan segala sesuatu demi kemuliaanNya, itu semuanya adalah supaya kita bahagia, supaya kita tidak berakhir seperti Setan.

Percayalah, jika kita mengasihi seseorang, maka kalau kita bisa membuatnya senang, kita pasti ikut bahagia. Itu sudah rumusnya.

Maka, Tuhan mengasihi kita, karena itu jika Dia membuat kita senang, Tuhan juga senang.

Sebaliknya kita juga, kalau kita mengaku mengasihi Tuhan, maka kita pasti akan merasa senang bila kita bisa membuat Tuhan senang.

Dasar semuanya ialah kasih.

 

Tuhan menciptakan kita untuk kemuliaanNya karena kasih.

Kita hidup menurut kehendak Tuhan untuk kemuliaanNya juga karena kasih.

 

Dalam kasih tidak ada rasa takut.

Dalam kasih tidak ada hitungan untung-rugi.

Dalam kasih hanya ada melayani.

Tuhan mengasihi kita karena itu Tuhan melayani kita ~ hebat lho Tuhan kita yang melayani!

Kita mengasihi Tuhan, maka kita juga harus melayani Tuhan.

 

 

 

 

 

23 10 22

 

 

 

 

 

Senin, 17 Oktober 2022

222. SIAPA YANG MEWARISI BUMI?

222. SIAPA YANG MEWARISI BUMI?

________________________________________________________________________________________________________

  

Matius 5:5

Diberkatilah orang yang berserah penuh, karena mereka akan mewarisi bumi.

 Blessed are the meek: for they shall inherit the earth. (KJV)

Alkitab terjemahan LAI menerjemahkannya "lemah lembut" tapi itu tidak tepat.

“Lemah lembut” itu berperangai halus, tutur katanya sopan, sabar, tidak kasar.

Tapi “meek” yang dimaksud di sini adalah tidak melawan, tidak mempertanyakan, tidak protes, tidak menuntut, tidak minta pembelaan. Terjemahan yang tepat adalah “berserah penuh”, “nerimo” (bah. Jawa), atau “penurut”. Boleh dikatakan orang yang “meek” adalah orang yang tahu diri, menyadari bahwa dirinya sendiri itu bukan apa-apa di hadapan Khalik semesta yang Mahakuasa, karena itu dia tidak protes apa-apa karena dia percaya bahwa Khaliknya selalu memberinya yang terbaik.

 

Sifat sebaliknya dari “meek” adalah mereka yang selalu tidak puas, yang sering bersungut-sungut kepada Tuhan, yang suka komplain dan mengeluh kepada Tuhan, yang merasa mereka orang penting yang seharusnya layak mendapatkan perlakuan yang baik dari Tuhan. Orang Farisi yang mengingatkan Tuhan tentang semua “amalnya” sudah pasti bukan orang yang “meek”.

Jadi kita punya pemahaman yang lebih tepat tentang apa yang dimaksud oleh Matius 5:5 di atas.

 

Nah, kebanyakan manusia tidak “meek” dari sononya. Tidak usah kepada Tuhan, kepada sesamanya saja selalu ada yang dikeluhkan, selalu ada yang dikomplain, selalu ada perasaan tidak puas. Bedanya ada manusia yang vokal, ekspresif, teriak-teriak; ada yang diam namun di dalam hatinya merasa tidak terima, menyesali Tuhan, kecewa pada Tuhan, lalu sebagai demonstrasi rasa tidak senangnya, dia meninggalkan Tuhan, dia mau menghukum Tuhan karena Tuhan tidak membelanya.

Jadi “meek” ini memang bukan sifat kodrati manusia, kita tidak dilahirkan dengan sifat ini. Karena itu kalau ada manusia yang “meek” tentu ada alasannya mengapa dia bisa berbeda dari manusia pada umumnya. Dan itu yang perlu kita ketahui rahasianya, supaya kita pun bisa menjadi “meek” dan kelak mewarisi bumi.

 

 

Orang yang "meek" adalah orang yang "penurut, yang berserah penuh kepada Allah".

Siapa yang bisa berserah penuh kepada Allah? Berserah tidak penuh saja sulit, apalagi yang penuh!

Siapa manusia yang “meek” menurut Alkitab?

 

Matius 11:29

Pikullah kuk-Ku padamu dan belajarlah dariKu, karena Aku penurut (berserah penuh) dan rendah hati dan kamu akan menemukan perhentian bagi jiwamu.


Take My yoke upon you, and learn of Me; for I am meek and lowly in heart: and ye shall find rest unto your souls.

Yesus adalah contoh manusia yang paling “meek”, Dia patuh hingga mati, bahkan mati di salibkan.

 

Filipi 2:8

Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan Diri-Nya, dan menjadi taat hingga kematian, bahkan kematian di kayu salib

 

Apa yang membuat Yesus bisa “meek”? ImanNya yang luar biasa, rasa percayaNya yang luar biasa pada BapaNya.

 

Maka hanya mereka yang memiliki IMAN seperti iman Yesus, iman yang pasrah 100% kepada Allah, Iman yang mempercayakan dirinya sepenuhnya dalam tangan Allah, yang bisa punya tabiat “meek” seperti Yesus. Orang yang sadar Allah yang mengatur hidupnya, Allah yang mengendalikan segala sesuatu di dunia, Allah yang tahu segala sesuatu, sehingga dia tidak perlu meragukan Allah, melainkan berserah penuh, tidak perlu bertanya kepada Allah mengapa ini terjadi padanya, mengapa Allah tidak membelanya, mengapa Allah tidak berbuat ini atau itu, dll. dll.

Orang yang "meek" atau "berserah penuh" MENERIMA SEGALA DENGAN IMAN DAN KARENANYA DIA AKAN HIDUP OLEH IMAN.

 

Roma 1:17

Sebab di dalamnya [ini bicara ttg Injil - jadi di dalam Injil] terdapat pembenaran dari Allah, yang dinyatakan dari iman ke iman, seperti ada tertulis: 'Orang benar akan hidup oleh iman.'


For therein is the righteousness of God revealed from faith to faith: as it is written, 'The just shall live by faith'. (KJV)

  

KENAPA ORANG BENAR AKAN HIDUP OLEH IMAN?

 

Karena dia ikhlas menerima apa pun yang diatur oleh Allah, dia tidak protes, tidak memberontak, tidak mau menggurui Allah, dia tidak menyalahkan Allah, tidak marah pada Allah kalau keadaannya tidak seperti yang dia harapkan, tapi dengan setia dan ikhlas dan percaya dia menjalani hidupnya, enak maupun tidak enak, dia tetap menurut kepada Allah walaupun dia tidak mengerti. Modalnya apa? Modalnya percaya bahwa Tuhan hanya punya niat yang baik terhadapnya, Tuhan mengasihinya, Tuhan yang pegang kendali, dan walaupun dia tidak mengerti, dia menurut saja. Inilah namanya iman, dan iman yang seperti ini yang dimiliki Yesus.

 

Orang yang “meek” tidak memberontak, dia penurut, dan dia akan selamat sampai akhir karena dia hanya modal bergantung terus kepada Allah, maka kelak dia akan mewarisi bumi yang baru.

Jadi "meek" atau "berserah penuh kepada Allah" ini berkaitan dengan IMAN. Kalau kita memiliki iman Kristus kita bisa menjadi "meek", kalau tidak, ya mustahil bisa berserah.

Apa Lucifer punya iman? Punya. Tapi bukan iman Kristus. Dia mengimani dirinya sendiri yang selalu merasa dirinya sudah hebat, meyakini dirinya benar, dirinya istimewa, pangkatnya paling tinggi di antara malaikat, jadi dia merasa dia sudah sama pintarnya dengan Allah yang menciptakannya. Dan karena merasa dia unggul, dia tidak mau menurut kepada Allah, dia memberontak, dia menuntut, dia menjadi tinggi hati, dia mau membuktikan kepada semua bahwa dia bisa memimpin dan dia layak dipatuhi seperti Allah. Dan imannya ini yang berjangkar pada dirinya sendiri justru membawanya kepada kebinasaan.

Karena itu Yesus berkata, orang yang berserah, yang “meek”, yang penurut, itu diberkati karena mereka yang selamat, mereka kelak mewarisi bumi.

Berarti yang tidak “meek”, tidak berserah, tidak menurut, mereka ke mana? Tidak mewarisi bumi, mereka akan dibakar sampai habis dan lenyap menjadi abu yang diterbangkan angin.

Pada akhir zaman Antikristus dan kawan-kawannya akan memaksakan tanda Binatang kepada umat Allah. Dan ini tidak lama lagi waktunya.

 Wahyu 14:9-11

Dan malaikat yang ketiga mengikuti mereka, dan berkata dengan suara nyaring:  ‘Jikalau seorang menyembah Binatang dan patungnya itu, dan menerima tanda pada dahinya atau pada tangannya, maka ia sendiri akan minum dari anggur murka Allah, yang dicurahkan dengan seluruh kekuatannya ke dalam cawan murka-Nya; dan ia akan disiksa dengan api dan belerang di depan mata malaikat-malaikat kudus dan di depan mata Anak Domba.

Maka asap api yang menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak memperoleh istirahat, yaitu mereka yang menyembah Binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya.

 

Ini peringatan yang sangat keras dan bukan main-main.

Jadi mereka yang menerima tanda Binatang pada dahi atau pada tangannya, mereka akan binasa, mereka akan dibakar api dan belerang tanpa jeda, tanpa istirahat, sampai mereka semuanya menjadi abu.

Jadi siapa yang selamat? Tentu saja mereka yang tidak menerima tanda Binatang baik di dahi atau di tangannya. Bagaimana mereka bisa menolak menerima tanda Binatang? Jawabannya ada di ayat berikutnya.

 Wahyu 14:12

Di sinilah kesabaran [keuletan] orang-orang kudus. Di sinilah mereka yang memelihara Perintah-perintah Allah dan iman Yesus.


Here is the patience of the saints: here are they that keep the commandments of God, and the faith of Jesus. (KJV)

Lagi-lagi terjemahan LAI kurang tepat, bukan "iman kepada Yesus" tetapi "iman Yesus", iman seperti yang dimiliki Yesus, yaitu iman yang 100% berserah kepada Allah tanpa memberontak.

Kalau kita memelihara iman yang seperti iman Yesus dan kita memelihara Perintah-perintah Allah (10 Perintah Allah = Hukum Allah) kita akan menjadi “meek”, menjadi penurut, menjadi berserah dan bergantung seluruhnya kepada Allah, maka ketika Binatang itu memaksakan tanda Binatang kepada kita dengan diancam apa pun, kita tetap akan menurut Allah, kita tetap “meek” tidak memberontak kepada Allah, tidak melawan Allah, melainkan kita akan tetap setia bahkan sampai mati. Dan karena kita tetap setia itulah, kalaupun kita mati kita akan dibangkitkan untuk mewarisi bumi.

 

Mohonlah senantiasa supaya kita boleh dikaruniai iman Yesus, supaya kita boleh menjadi "meek" dan berserah sepenuhnya, dan di saat-saat pencobaan berat, di saat kenyamanan dan nyawa kita terancam pun kita boleh setia dan selamat sampai akhir. Tidak apa kalaupun  kita mati dibunuh karena tetap setia kepada Allah. Kita akan dibangkitkan lagi kepada hidup yang kekal. Itu jauh lebih baik daripada kita lolos sebentar dengan berkompromi menerima tanda Binatang tapi kemudian kita disiksa dengan api dan belerang di depan mata malaikat-malaikat kudus dan di depan mata Anak Domba.”

 

 

 

17 10 22