Minggu, 23 Oktober 2022

223. MENGAPA SEMUA UNTUK KEMULIAAN ALLAH?

 

223. MENGAPA SEMUA UNTUK KEMULIAAN ALLAH?

________________________________________________________________________________________________________

 

Dulu kalau aku bertanya, mengapa Tuhan menciptakan manusia? Jawaban yang aku dapat ialah “untuk kemuliaan Tuhan”, dan itu bukan jawaban yang salah, karena sudah sesuai ayat Alkitab. 

 

Yesaya 43:6-7

Aku akan berkata kepada utara: Serahkanlah! dan kepada selatan: Janganlah tahan-tahan! Bawalah anak-anak-Ku laki-laki dari jauh, dan anak-anak-Ku perempuan dari ujung-ujung bumi, yaitu setiap orang yang disebutkan dengan nama-Ku: karena Aku telah menciptakan dia untuk kemuliaan-Ku, Aku telah membentuknya, iya, Aku yang telah menjadikannya.

 

I will say to the north, Give up; and to the south, Keep not back: bring My sons from far, and My daughters from the ends of the earth;

Even every one that is called by My name: for I have created him for My glory, I have formed him; yea, I have made him. (KJV)

Tapi aku tidak puas.

Kok Tuhan egois?  Maklum pikiran dan pengetahuan rohaniku masih cetek waktu itu, jadi tidak bisa menangkap dalamnya arti kata-kata “untuk kemuliaan Allah”.

 

Aku berpikir, oh, jadi Tuhan menciptakan manusia untuk kemuliaanNya, apakah itu juga alasan mengapa manusia punya anak? Jadi berdasarkan egoisme?

Apakah manusia alasannya juga untuk “kemuliaan si ayah-ibu”? Padahal repotnya banyak, tanggung jawabnya besar, dan belum tentu si anak menjadi kemuliaan orangtuanya, bisa-bisa malah menjadi aib orangtuanya. Menjadi pusing dan kerepotannya pasti, tapi menjadi kemuliaannya adalah taruhan.

Lihat saja Tuhan, pada akhirnya lebih banyak mana manusia yang menjadi kemuliaan Allah daripada yang menyusahkan Allah?

 

Jadi, kalau sudah melihat contoh yang dialami Tuhan, mengapa manusia nyaris semua yang menikah masih mau punya anak? Tidak yang kaya tidak yang miskin, tidak yang sehat tidak yang berpenyakit, tidak yang pintar tidak yang bodo, tidak yang berpendidikan tidak yang buta huruf, tidak orang kota tidak orang desa, semua mau punya anak dan berupaya apa saja untuk punya anak karena sepertinya ada konsep bahwa manusia itu tidak lengkap kalau kawin tidak punya anak.

 

Maka aku ingin tahu konsep apa ini “untuk kemuliaan Allah”?

 

1 Korintus 10:31

Oleh karena itu, jika engkau makan atau jika engkau minum, atau apa pun yang engkau lakukan, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”

 

Mengapa kok semua-semua “untuk kemuliaan Allah”? Dari makan-minum sampai apa pun yang engkau lakukan(berarti tidak ada perkecualiaannya!) itu harus untuk kemuliaan Allah! Ini ayat Alkitab loh yang berkata begini, berarti ini perintah dari Allah.    

Secara harafiah apakah ini tidak meletakkan Allah pada posisi yang tidak enak, seakan-akan Allah seorang raja lalim yang selalu menuntut dimuliakan? Tidakkah begitu kesannya? Mungkin karena kalimat-kalimat seperti ini, maka banyak orang yang memilih menjadi atheis.

Bayangkan jika orangtua kita berkata kepada kita, “Kamu dilahirkan untuk kemuliaan orangtuamu, jadi segala yang kamu lakukan harus untuk kemuliaan kami!” Apakah itu tidak melahirkan bermacam-macam jawaban dari kita yang bersifat memberontak? “Memang siapa yang minta dilahirkan? Aku tidak pernah ditanya apakah aku setuju dilahirkan untuk memuaskan kemuliaanmu. Daripada aku terbebani begini, mending tidak usah dilahirkan saja.” Apa kita tidak akan menjawab begitu?

 

Jadi aku berpikir, pasti ada yang salah dengan konsep ini, ada pengertian yang tidak tepat di sini. Bukankah Allah itu kasih? Bukankah Allah itu baik?

 

Mazmur 107:1

Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya kemurahanNya kekal untuk selama-lamanya.

 

Mazmur 145:9

TUHAN itu baik kepada semua, dan kemurahanNya yang lemah lembut bagi segala yang dijadikan-Nya.

 

Yakobus 1:17

Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; yang pada-Nya tidak ada perubahan maupun bayangan dari pertukaran.

 

1 Yohanes 4:8

Dia yang tidak mengasihi, tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.

 

 

Dan masih banyak ayat yang lain yang mengatakan betapa baiknya Allah itu, betapa mengasihinya Dia.

Jadi bagaimana kita harus memahami “segala untuk kemuliaan Allah” ini dalam konteks Allah itu baik, Allah itu kasih, Allah itu pemurah?

 

 

Lalu aku teringat, kapan aku merasa paling senang, paling bahagia bersama orangtuaku? Ternyata itu bukan saat aku melakukan semua kehendakku, saat aku nakal melawan mereka, saat aku melakukan semua keinginanku sendiri, saat aku menuntut ini-itu, saat aku bertingkah macam-macam. Tidak. Aku ingat, ternyata justru pada waktu aku sedang menurut, ketika aku sedang tidak nakal, ketika aku mematuhi semua kehendak orangtuaku, saat itulah aku merasa paling bahagia. Mengapa? Karena pada saat itu hubunganku dengan mereka paling dekat, pada saat itu aku merasa paling disayang. Tidak ada konflik dengan orangtua. Tidak ada masalah. Tidak ada kekecewaan mereka yang menjadi dinding yang memisahkan. Tidak ada rasa bersalah di pihakku yang menjadi pagar yang menghalangi.

Perlawanan selalu menimbulkan ketegangan. Perbedaan kemauan menimbulkan kesenjangan, ketidakharmonisan, rasa tidak serasi, dan akhirnya rasa takut. Pihak orangtua takut anaknya tetap akan melanggar, sedangkan pihak anak takut orangtuanya akan mengambil tindakan yang bersifat menghukum. Maka dari rasa takut akan muncul rasa tidak nyaman dan hubungan pun merenggang. Bahkan kalau parah bisa sampai putus.

Kalau aku ingat-ingat sekarang, itulah yang aku rasakan setiap kali aku melakukan sesuatu yang tidak untuk “kemuliaan” orangtuaku. Walaupun terkadang orangtuaku yang akhirnya mengalah dan membiarkan aku yang menang, tapi rasa kesenjangan itu terlanjur ada, dan hubungan merenggang untuk sementara waktu. Saat-saat itu memang aku sudah menang, kehendakku yang dituruti, tapi hatiku tidak senang. Aku merasa jauh lebih senang pada waktu aku yang menuruti orangtuaku, mereka yang menang, tapi aku yang merasa damai, disayang, dan terlindung dalam suatu hubungan yang dekat.

Sulit untuk menjelaskan anomali seperti ini, tapi itu kenyataannya.

Pada waktu itu tentu saja aku tidak mengerti ini, aku masih terlalu muda. Aku selalu mengira, yang menang, yang keinginannya dituruti, itu yang bahagia. Ternyata itulah penipuan Setan. 

 

WINNING IS NOT ALWAYS A VICTORY

LOSING IS NOT ALWAYS A DEFEAT

 Ini agak sulit diterjemahkan, karena setiap bahasa memiliki gayanya sendiri.

Memenangi tidak selamanya suatu kemenangan

Mengalah tidak selamanya suatu kekalahan.

Yang mudah, kita lihat saja Setan.

Kapan saat hidupnya lebih berbahagia?

ü    Ketika dia masih Lucifer, sang anak fajar,

masih hidup menurut kehendak Tuhan, ketika dia hidup untuk kemuliaan Tuhan, di Surga dengan segala kemuliaan dan keindahan yang diberikan Tuhan kepadanya, tidak mengenal kematian, di antara para malaikat, sebagai pemimpin biduan mereka, sebagai kerub tertinggi yang menudungi takhta Allah;

ü    atau sekarang setelah pemberontakannya,

setelah dia melawan Allah, akibatnya dia dicampakkan dari Surga, kehilangan posisinya, kehilangan kasih Allah, dan hari-harinya sudah terbatas, dia ditunggu penghukuman yang akan membinasakannya? 

Setan sekarang bisa tidak usah hidup untuk kemuliaan Allah, dia hidup untuk kemuliaannya sendiri. Tapi apakah dia bahagia? Pasti tidak. Mungkin karena dia tidak bahagia itulah dia menjadi semakin jahat, karena orang yang bahagia itu tidak akan punya niat jahat, dia sudah sibuk menikmati kebahagiaannya sendiri, tidak punya waktu untuk memikirkan yang jahat lagi.

Jadi kalau kita melihat Setan, jelas bahwa hidup menurut Tuhan, hidup untuk kemuliaan Tuhan itu lebih berbahagia daripada hidup menurut kehendaknya sendiri, untuk kemuliaannya sendiri.

Dengan melawan Tuhan, Setan merosot dari malaikat kerub yang statusnya tertinggi, yang kudus, yang tidak bercela, menjadi makhluk yang paling berdosa, mengerikan, yang berbohong dan membunuh, yang tidak tersisa sedikit pun kebaikan padanya. Karena apa? Karena dia menolak hidup untuk kemuliaan Allah. Dia sangka bahwa hidup untuk kemuliaannya sendiri lebih bahagia, tapi justru sebaliknya.

 

Karena itu ajaran Tuhan agar kita hidup untuk kemuliaanNya itu adalah demi kebahagiaan kita sendiri. Sama sekali bukan karena Allah itu diktator, lalim, mau menang sendiri. Justru karena Allah mau kita bahagia, maka Dia berkata, “hiduplah untuk kemuliaanKu” karena kamu akan bahagia.

 

Pertanyaan: Bagaimana caranya hidup untuk kemuliaan Allah?

 

Sebagai contoh kita lihat dulu bagaimana kita hidup untuk kemuliaan orangtua kita?

Sewaktu aku kecil, kalau ada tamu, atau aku diajak bertamu ke rumah orang, ayahku selalu berpesan “Jangan bikin malu orangtua! Jangan sampai orang bilang, ‘Ini anak siapa kok tidak tahu aturan!’”  Itu pesan yang tidak pernah dilupakan. Nah, “tidak bikin malu orangtua” artinya tidak boleh nakal, menyapa dengan hormat terutama orang-orang yang lebih tua, duduk manis dengan sopan, kedua kaki tidak boleh naik ke atas kursi, tangan tidak boleh pegang-pegang barang orang, mulut tidak boleh menciptakan bunyi-bunyi yang mengganggu, kalau disodori makanan dan minuman diterima dengan cara yang halus disertai ucapan terima kasih, tidak boleh bikin kotor, menjawab dengan sopan kalau ditanya, kalau tidak ditanya tidak boleh bicara, tidak boleh mengganggu orang dewasa yang sedang bicara, tidak boleh merengek minta pulang, tidak boleh lari-lari di rumah orang, dan masih banyak lagi larangannya. Ancamannya kalau sampai bikin malu orangtua, tidak akan diajak pergi lagi. Kalau didaftar sepertinya banyak sekali larangannya, tapi sebenarnya intinya hanya satu: patuh pada orangtua. Jadi “tidak bikin malu orangtua” sama dengan menuruti segala perintah orangtua.

Dan kalau aku “tidak bikin malu orangtua” itu sama dengan aku “memuliakan orangtua.” Orangtuaku senang, dan aku senang, karena aku tidak kena marah setiba di rumah. Jadi sama-sama senang. Malah sering pulangnya dibeliin eskrim atau apa.

 

 

Ternyata itu tidak beda banyak dengan memuliakan Bapa kita di Surga.

Kita memuliakan Tuhan, jika kita tidak nakal, tidak melawan kehendakNya, kita hidup menuruti peraturan-peraturanNya, Perintah-perintahNya, dan HukumNya. Kalau kita hidup sesuai dengan kehendakNya, kita tidak bikin malu Tuhan, kita memuliakan Tuhan. Tuhan senang, kita juga senang karena Tuhan senang, dan kita tidak bikin dosa.

 

Tuhan Yesus berkata,

Yohanes 14:15

Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala Perintah-Ku.

 

Jadi

v   dasar dari menurut segala Perintah Tuhan itu adalah kasih, karena kita mengasihi Tuhan.

v   Kalau kita mengasihi Tuhan, kita akan senang menurut segala PerintahNya.

Jadi menuruti segala Perintah Tuhan adalah bukti bahwa kita mengasihi Tuhan.

v   Kalau kita mengasihi Tuhan, kita membuat Tuhan senang.

v   Kalau kita membuat Tuhan senang itu sama dengan kita memuliakan Dia.

Jadi memuliakan Tuhan itu membuat Tuhan senang.

v   Dan kalau kita bisa menyenangkan hati Tuhan, pasti kita sendiri juga senang.

Kita akan punya hubungan yang dekat dengan Tuhan, tidak ada jurang yang memisahkan, tidak ada keretakan, semuanya baik-baik. 

 

Berarti Tuhan menyuruh kita memuliakan Dia itu semata-mata karena Tuhan mau kita senang, Tuhan mau kita merasa bahagia.

 

Yeremia 29:11

Sebab Aku mengetahui rancangan-rancangan yang Aku rancang untukmu, firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kejahatan, untuk memberikan kepadamu akhir yang engkau harapkan.

 

For I know the thoughts that I think toward you, saith the LORD, thoughts of peace, and not of evil, to give you an expected end. (KJV)

 

Tuhan hanya punya rancangan yang baik bagi kita. Tuhan itu kasih. Dia tahu kalau kita patuh padaNya, hidup kita akan bahagia.

 

Jadi kalau Tuhan menciptakan kita untuk kemuliaanNya, dan Tuhan menghendaki kita hidup dan melakukan segala sesuatu demi kemuliaanNya, itu semuanya adalah supaya kita bahagia, supaya kita tidak berakhir seperti Setan.

Percayalah, jika kita mengasihi seseorang, maka kalau kita bisa membuatnya senang, kita pasti ikut bahagia. Itu sudah rumusnya.

Maka, Tuhan mengasihi kita, karena itu jika Dia membuat kita senang, Tuhan juga senang.

Sebaliknya kita juga, kalau kita mengaku mengasihi Tuhan, maka kita pasti akan merasa senang bila kita bisa membuat Tuhan senang.

Dasar semuanya ialah kasih.

 

Tuhan menciptakan kita untuk kemuliaanNya karena kasih.

Kita hidup menurut kehendak Tuhan untuk kemuliaanNya juga karena kasih.

 

Dalam kasih tidak ada rasa takut.

Dalam kasih tidak ada hitungan untung-rugi.

Dalam kasih hanya ada melayani.

Tuhan mengasihi kita karena itu Tuhan melayani kita ~ hebat lho Tuhan kita yang melayani!

Kita mengasihi Tuhan, maka kita juga harus melayani Tuhan.

 

 

 

 

 

23 10 22

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar