Sabtu, 20 Agustus 2016

173. PLURALISME .... PLURALISME ... PLURALISME


173.  PLURALISME…PLURALISME…PLURALISME

______________________________________

 

Apa pemahaman kita akan kata “PLURALISME”?

Semua tahu kata “plural” artinya lebih dari satu, jamak, beragam. Maka “Pluralisme” bolehlah kita artikan pola pikir atau faham yang bisa menerima keberagaman segala jenis.

Sekarang aplikasinya.

Nah, ini yang sering disalahpahami oleh banyak orang.

 

MENERIMA PERBEDAAN ORANG LAIN, ARTINYA TIDAK MEMPERLAKUKAN ORANG LAIN YANG BERBEDA DENGAN KITA SECARA TIDAK BAIK KARENA PERBEDAAN TERSEBUT.

 

Jadi, misalnya kita bertetangga dengan seorang koruptor. Kita bukan koruptor, tapi tetangga kita ini koruptor, dan kita tahu bahwa dia seorang koruptur, berarti dia berbeda dengan kita, bukan?  Kalau tetangga kita yang koruptor ini suatu hari jatuh, pas lewat di depan rumah kita dan kita melihat, seorang pluralis akan segera memberikan pertolongan tanpa memandang apakah dia seorang koruptor atau bukan.

Itu artinya, kita memperlakukan orang yang berbeda dengan kita, sama seperti kita memperlakukan diri kita sendiri atau orang-orang yang sama dengan kita (dalam hal ini yang bukan koruptor).

Inilah aplikasi pluralisme, yaitu MEMPERLAKUKAN ORANG-ORANG YANG BERBEDA DENGAN KITA, SAMA BAIKNYA SEPERTI MEMPERLAKUKAN DIRI KITA SENDIRI dan orang-orang yang sama dengan kita.

 

Satu contoh lain. Misalnya tetangga kita itu dua laki-laki yang hidup bareng sebagai pasangan gay. Pluralisme berarti kita tetap berteman dengan mereka, menyapa kalau bertemu, saling berinteraksi, ngobrol, dan bila mereka lagi membutuhkan bantuan, ya kita bantu, tanpa membedakan mereka dengan tetangga yang lain yang tidak gay. Jangan karena tetangga ini gay lalu rumahnya terbakar kita diam saja tidak menolongnya. Itu aplikasi pluralisme.

 

Contoh lagi.

Misalnya kita mengenal seorang yang atheis, yang tidak mengakui ada Tuhan. Bolehkah kita berteman dengannya? Boleh. Asalkan jangan sampai kita lalu terseret ikut dia juga tidak mengakui Tuhan. Kalau orang atheis ini kecelakaan di jalan, dan kita pas ada di sana, ya kita harus menolongnya, membawanya ke rumah sakit, memberitahu keluarganya, dan memberikan apa saja bantuan yang diperlukan pada saat itu.

 

 

Jadi intinya adalah, memperlakukan setiap orang yang berbeda dengan kita secara  ras, agama, suku, bahasa, kebudayaan, status ekonomi, pendidikan, kejanggalan, dll. sama baiknya seperti kita memperlakukan orang-orang yang tidak berbeda dengan kita. Dengan kata lain, kita akan MEMPERLAKUKAN SEMUA ORANG SEBAGAIMANA KITA SENDIRI INGIN DIPERLAKUKAN OLEH MEREKA, dengan kebaikan yang tulus.

Jadi bila kita sudah memakai pola pikir dan pola tindak ini, kita adalah PLURALIS.

Mirip ajaran Kristen, tidak? Iya! Itulah yang diajarkan dan dilakukan Kristus.

 

Jadi seorang Kristen sejati itu seorang Pluralis.

Tapi seorang Pluralis belum tentu seorang Kristen.

 

 

Tetapi, ini yang harus kita ingat baik-baik: sebagai PLURALIS tidak berarti kita lalu menjadi bunglon, atau plin-plan, atau mengorbankan prinsip-prinsip kita sendiri.

Maka, walaupun berlaku baik dan siap membantu tetangga kita yang koruptor, tidak berarti lalu kita membenarkan perbuatannya mengorupsi, apalagi membantunya menyembunykan hasil korupsinya. Kita tetap harus berkata bahwa korupsi adalah tindak kejahatan, karena undang-undang Negara berkata demikian.

Sama dengan tetangga kita yang gay, walaupun kita setiap hari menyapa dan bicara dengan mereka, tetapi kita tetap harus berkata bahwa hubungan sesama jenis itu dosa menurut agama. Bila karena satu dan lain hal mereka harus menginap di rumah kita, kita tidak boleh menempatkan mereka dalam kamar yang sama berdua saja.

Dan bila teman yang atheis itu mengatakan bahwa sains membuktikan tidak ada Tuhan, kita jangan mengiyakan, kita harus yakin 100% bahwa Tuhan itu ada, dan kita harus menyatakan posisi kita dengan jelas, bahwa kita yakin Tuhan itu ada. Kita harus mampu mempertahankan apa yang kita Imani.

 

Jadi, sebagai PLURALIS, tidak berarti KITA MENOLERANSI KESALAHAN, dan menganggapnya BENAR!

 

“Oh, kita tidak boleh menghakimi sesama manusia!” banyak orang sok-benar berkata begitu. Tetapi ikut mengatakan apa yang dikatakan oleh Negara dan Tuhan sebagai dosa, itu bukan menghakimi. Memang sudah ada ketentuannya, sudah ada Hukumnya, baik itu Hukum Negara, maupun itu Hukum Tuhan. Jadi kita tidak menghakimi. Kita hanya mengikuti apa yang sudah ditentukan oleh Negara dan Tuhan apa yang dosa, apa yang tidak. Kita hanya mengaplikasikan ketentuan itu dalam hidup kita.

Misalnya, kalau ada pencuri menjambret tas, dan kita berteriak “Maling!” itu bukan menghakimi. Karena perbuatan menjambret milik orang lain, sudah ditentukan oleh Negara dan oleh Tuhan sebagai perbuatan maling. Kita hanya mengaplikasikannya.

 

Jadi, terhadap tetangga kita yang koruptor, walaupun kita selalu memperlakukannya dengan baik, tetap kita tidak boleh mengatakan kepadanya, “Apa yang kamu lakukan itu benar kok, tidak apa-apa. Korupsi saja, selama tidak ketahuan. Karena kamu menganggapnya benar, maka saya yang pluralis, juga menganggap itu benar.” Begitu? Apa tidak konyol itu?

 

Dan kepada pasangan gay tetangga kita, kita berkata, “Oh, tidak apa-apa, itu cuma lifestyle, setiap orang bebas menentukan pola hidupnya sendiri. Saya ini pluralis, jadi saya setuju-setuju saja. Kalau menurut kalian itu benar, siapalah saya menghakimi?” Begitu? No!

 

Lalu kepada teman yang atheis yang mengatakan bahwa manusia itu procotan dari monyet bukan ciptaan Tuhan karena tidak ada Tuhan, apakah kita juga berkata, “Iya, benar, memang sains mendukung teori Evolusi. Manusia memang berasal dari monyet.” Kalau begitu, kita membuat malu Tuhan kita yang telah menciptakan kita menurut gambar dan rupaNya!

Itu namanya kita bukan PLURALIS tapi kita BUNGLONIS.

Jika seorang Pluralis harus menerima segala sebagai kebenaran, maka hanya penjahat yang bisa menjadi pluralis, karena penjahat itu menganggap semua benar, tidak ada yang salah; yang benar ya benar, yang salah ya benar. Bagi penjahat tidak ada batasan Hukum, baik itu Hukum Negara maupun Hukum Tuhan. Mau mencuri kek, menipu kek, korupsi kek, jadi dealer narkoba kek, berzinah dan berhubungan seksual yang tidak wajar kek, semua itu boleh-boleh saja. Tidak ada larangan. Penjahat tidak mengenal Hukum. Tapi PLURALIS MENGENAL Hukum, PLURALIS BUKAN PENJAHAT.

Pikirkan itu.

 

 

Sekarang, aku mau lebih spesifik, yaitu membahas  PLURALIS YANG BERKEYAKINAN KRISTEN.

 

Nah, banyak dari kita yang bingung antara bersikap pluralis dengan menjadi bunglon atau tidak punya prinsip.

Yang aku maksudkan prinsip di sini adalah keyakinan yang kita pegang dalam hidup. Ada orang yang menyebutnya agama, tetapi aku lebih suka menyebutnya AJARAN-AJARAN TUHAN YANG KITA YAKINI.  Kata “agama” itu terlalu luas karena mencakup bukan hanya ajaran Tuhan tetapi juga segala ajaran dan ritual ibadah yang diciptakan manusia. Karena itu aku lebih suka memangkasnya ke intinya saja, yaitu “HANYA AJARAN-AJARAN TUHAN YANG KITA YAKINI”, tanpa segala ritual dan ajaran ciptaan manusia di dalamnya. Karena manusia semua tidak ada yang sempurna, dan hanya Tuhan yang sempurna dan tidak bisa salah.

 

 

Contoh: sebagai orang Kristen, aku meyakini bahwa hidup dan mati itu hanya satu kali. Orang Buddha meyakini reinkarnasi. Sebagai pluralis, berarti aku bisa tetap berteman dengan orang-orang Buddha, bisa ngobrol bareng, bisa tertawa bareng, bisa bergaul dengan akrab, bisa tolong-menolong, dll. Tetapi bagaimana aku bisa membenarkan adanya reinkarnasi karena  Alkitab mengatakan manusia hanya hidup dan mati satu kali, bahwa jiwa itu tidak baka? Tidak mungkin, kan? Jika aku membenarkan reinkarnasi itu ada atas nama pluralisme, itu namanya aku bukan pluralis tapi bunglonis. Dan itu artinya aku mengkhianati apa yang aku yakini sendiri.

Jadi bagaimana?

Walaupun aku bisa bergaul dengan teman-teman Buddha, tapi bila mereka bicara tentang reinkarnasi, aku harus mengatakan bahwa aku tidak sepaham dengan mereka. Kalau mereka mengatakan mungkin nyamuk yang terbang itu pernah keluarga mereka yang bereinkarnasi, aku harus tetap mengatakan bahwa menurut keyakinanku nyamuk ya nyamuk bukan manusia yang bereinkarnasi.

Jadi kita harus menjelaskan kepada mereka di mana posisi kita. Jangan diam saja. Kita harus menyatakan keyakinan kita.

 

Contoh: Jika kita diajak ikut acara berdoa bersama dengan banyak agama yang lain, sebagai Pluralis Kristen, kita ikut berdoa tidak?

TIDAK!

Karena ajaran Kristen mengatakan kita berdoa hanya kepada Allah Bapa, dalam nama Yesus Kristus. Bagaimana kita bisa ikut dalam doa mereka yang tidak mengakui Yesus Kristus dan tidak berdoa kepada Allah Bapa? Bagaimana kita bisa mengamini doa yang tidak ditujukan kepada Allah Bapa dalam nama Yesus Kristus?

 

Jadi biarpun kita Pluralis dan kita menghormati keyakinan orang lain, kita tidak bisa berdoa bersama-sama dengan mereka.

Beda dengan jika kita berada dalam pesawat yang mau jatuh, lalu 300 penumpang masing-masing berdoa sendiri-sendiri. Walaupun itu di dalam pesawat yang sama, tapi itu bukan doa bersama, itu doa sendiri-sendiri.

 

Contoh: Jika kita berjualan di pasar misalnya, kita jualan beras, lalu datang seorang gay, atau seorang banci, atau seorang pembunuh, atau seorang koruptor, mau membeli beras di toko kita, kita layani tidak?

Harus dilayani dengan ramah pula, karena dia datang sebagai pembeli! Asal dia membayar, ya kita layani plus senyum, dengan sebaik-baiknya.

Kedatangannya tidak ada kaitannya dengan fakta apakah dia gay, atau banci, atau laki-laki tulen, atau orang saleh, atau orang jahat. Selama dia bersedia membayar, ya dia dilayani dengan baik seperti pembeli yang lain.

 

Contoh: Tetapi kalau kita punya kenalan teman yang mau berselingkuh, dan kita tahu itu bukan pasangannya yang resmi, dan mereka mau meminjam atau menyewa atau mengontrak rumah/homestay/villa kita sebagai tempat untuk berbuat mesum itu, kita layani tidak?

TIDAK! Karena mereka mau memakai sesuatu milik kita untuk tempat melakukan dosa mereka. Di sini jelas-jelas kita harus menolak. Menolak mereka bukan tidak pluralis. Kita harus bersikap tegas. Tidak boleh kita berkata asal dia membayar, apa yang dia lakukan di rumah/villa kita itu urusannya sendiri. Jika kita memfasilitasi orang lain berbuat dosa, kita ikut berdosa.

Atau jika kita seorang pialang (makelar/broker) rumah, kita diminta teman kita untuk mencarikan rumah/tempat bagi perempuan simpanannya, bagaimana kita menyikapinya?  Kita harus menolaknya. Jangan beranggapan kalau bukan kita yang mencarikan toh dia akan mencari pialang lain untuk mencarikan, ya sudah lebih baik fee pialangnya jatuh ke tangan kita saja. Kita dihitung Tuhan ikut berdosa.

Jangan membantu orang lain berbuat dosa, karena jika kita membantu orang lain berbuat dosa, kita sendiri juga ikut berdosa.

 

Contoh: Kalau kita ke salon, dan stylistnya adalah seorang banci, bolehkah rambut kita dipotong olehnya?

Boleh. Karena yang memotong rambut itu tangannya, keahliannya, bukan kecenderungan seksualnya. Apakah stylist ini bekas napi, atau pezinah, atau pencuri, atau apa pun dosanya, tidak jadi masalah karena kita hanya memakai keahliannya sebagai pemotong rambut.

 

Contoh: Kalau kita ke restoran, dan chefnya seorang banci, bolehkah kita makan masakannya?

Boleh. Karena keahliannya memasak yang kita nikmati di sini, bukan status gendernya. Dia tidak memasak dengan gendernya.

 

Contoh: Lebih sulit nih. Kalau kita seorang dokter dan ada yang minta operasi  transgender, kita layani tidak?

TIDAK! Karena kita tidak boleh memfasilitasi penyimpangan yang dilarang Tuhan.

Tetapi kalau seorang banci atau gay menderita usus buntu, dan kita ini dokter bedah yang berdinas, kita boleh mengoperasinya atau tidak?

Boleh! Karena penyakitnya tidak ada kaitannya dengan orientasi seksualnya.

Conntoh: Jika ada pasangan LGBTQ datang ke gereja kita, bagaimana sikap kita? Apakah langsung kita tolak dan kita dorong mereka keluar?

TIDAK! Kita terima mereka dengan baik sama seperti orang-orang lain yang datang beribadah di sana. Tentunya dengan catatan mereka bersikap sopan di dalam gereja, layaknya orang-orang lainnya yang beribadah di dalam gereja. Kalau mereka berbuat yang tidak sopan/tidak senonoh di dalam gereja, ya harus ditegur, dan jika setelah ditegur mereka tetap demikian, barulah mereka diantarkan keluar pintu. Tetapi ingat, mereka ditegur bukan karena mereka LGBTQ, tetapi karena mereka bersikap tidak sopan atau tidak senonoh di dalam gereja. Orang-orang normal pun kalau bersikap tidak sopan di dalam gereja juga harus kita tegur dan jika mereka masih begitu, ya  juga dipersilakan keluar.

Mengapa kita menerima mereka? Karena setiap manusia berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendengarkan Firman Tuhan dan diselamatkan.

Baguslah jika mereka masih mau masuk gereja. Mungkin mereka berusaha minta bantuan Tuhan agar bisa keluar dari masalah mereka. Maka anggota gereja perlu membantu mereka baik dalam memberikan kesempatan bertobat kepada mereka, mendoakan mereka, menguatkan niat baik mereka, dan menuntun mereka kembali ke jalan yang benar.

 

Tetapi jika ada pasangan LGBTQ datang ke gereja dan minta dinikahkan di sana, maka gereja yang benar HARUS MENOLAKNYA. Mengapa? Karena itu sudah berarti membantu orang lain berbuat dosa, mengesahkan suatu hubungan yang dilarang oleh Tuhan.  Menerima sesuatu yang sudah dicap Tuhan sebagai perbuatan dosa, apalagi dosa yang keji (abomination), itu bukan pluralisme tapi makar kepada Tuhan!

Jika gereja kalian menerimanya, sudah waktunya kalian mencari gereja yang lain, yang berpegang pada ajaran Tuhan dan tidak mengikuti trend dunia.


Jadi dalam hal ini kita harus bisa memisahkan antara bersikap pluralis dalam hubungan antar-manusia (berteman, bergaul, tolong menolong dll.) tanpa mengorbankan keyakinan kita sendiri, dengan membenarkan apa yang dilarang oleh Firman Tuhan.

 

 

Semakin mendekati akhir zaman isu kekacauan gender ini akan menjadi semakin membesar. Ini sudah dikatakan Yesus 2000 tahun yang lalu.

Lukas 17:28-30

Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan, mereka  minum, mereka membeli, mereka menjual, mereka menanam, mereka  membangun. Tetapi pada hari yang sama Lot keluar dari Sodom, turunlah hujan api dan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. Demikianlah halnya kelak pada hari, ketika Anak Manusia dinyatakan

 

Ingat kisah Sodom dan Gomora? Kata “Sodom” sampai dijadikan kata kerja untuk menggambarkan praktek hubungan seksual yang menjijikan.

Bagaimana nasib kota Sodom dan Gomora? Habis dibakar Tuhan. Penyimpangan seksual merupakan salah satu kejijikan (abomination) di mata Tuhan.

Tetapi sekarang manusia-manusia yang tidak takut Tuhan, semakin lama semakin terang-terangan berani menantang Tuhan. 100 tahun yang lalu orang-orang ini masih merasa malu dan berdosa melakukan penyimpangan seksual, sebisa-bisanya mereka menyembunyikan fakta itu. Tapi hari ini mereka secara terbuka terang-terangan mengakui dengan bangga penyimpangan seksual mereka. Seleb-seleb malah dielu-elukan. Dan lebih parah lagi, perbuatan mereka mendapatkan dukungan dari banyak orang, termasuk para rohaniawan yang seharusnya tahu bahwa itu dosa.

Bahkan orang-orang yang normal pun sekarang sengaja mengacaukan pemisahan gender yang dibuat Tuhan saat penciptaan dengan menjadikan diri mereka “non-binari”, artinya tidak mau diidentifikasi sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka berdandan dan berpakaian setengah laki-laki dan setengah perempuan, mereka memakai nama-nama yang tidak jelas apakah itu nama perempuan atau laki-laki. Dan mereka membesarkan anak-anak mereka dengan konsep yang sama.

 

Bagaimana sikap seorang Kristen pluralis menghadapi ini?

Kita harus tetap berdiri di atas kebenaran Alkitab. Kita memperlakukan mereka sebagai “sesama manusia”, tetapi kita tidak boleh membenarkan dosa yang mereka lakukan, dan kita tidak boleh memfasilitasi perbuatan dosa mereka.

 

 

Sekarang, pertanyaannya adalah, APAKAH SEORANG YANG PLURALIS KRISTEN ITU HARUS MEMBERITAHU ORANG LAIN BAHWA PERBUATANNYA MENURUT AJARAN KRISTEN ADALAH SALAH ATAU DOSA?

 

Jawabannya tentu sangat bergantung kepada SEBERAPA KOMITED KITA KEPADA KEYAKINAN KITA, dan SEBERAPA BESAR KASIH KITA KEPADA ORANG TERSEBUT.

 

Kebanyakan kita akan menghindari hal itu, karena mengatakan perbuatan orang lain tidak benar, bukan posisi yang enak. Resikonya besar. Bisa-bisa mendapat sumpah serapah dari banyak pihak, kita dituduh sok-suci, dituduh bigot, dituduh melanggar hak asazi, dibully habis-habisan, dll.  karena itu biasanya kita biarkan saja. Dengan dalih toleransi, kita bersembunyi di balik tameng pluralisme, dan kita biarkan teman kita itu terus berbuat dosa. Toh kelak dia sendiri yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada Tuhan, kenapa kita yang bingung? Kita tidak mau dikenal sebagai orang yang bawel, yang dituduh menghakimi orang lain. Kita mau dikenal sebagai orang yang baik hati, yang toleransi, yang cuma mengucapkan kata-kata yang manis, yang tidak pernah menyinggung orang, dll. Dan kebanyakan kita memutuskan untuk membiarkan saja setiap orang menjalani kehidupannya sendiri, mau selamat kek, mau binasa kek, bukan urusan kita. Yang penting kita dikenal sebagai orang baik, orang yang pandai bergaul. Di mata dunia.

 

Nah, kita sudah tahu kan bahwa pandangan dunia selalu bertolak belakang dengan pandangan Tuhan? Maka kita boleh yakin, apa yang dianggap dunia baik, bisa-bisa malah itu dianggap Tuhan tidak baik.

Dengar apa kata Tuhan!

Bagi teman-temanku yang Kristen, aku akan menunjukkan beberapa ayat. Ternyata Tuhan akan minta pertanggungjawaban kita juga kelak! Jadi jangan enak-enak hanya mau memainkan peranan sebagai orang yang manis. Jika kita tidak menegur saudara kita yang berbuat kesalahan, Tuhan akan menuntut pertanggungjawabannya dari kita.

 

Yehezkiel pasal 3 ~ di sini Tuhan berbicara kepada kita:    

3:18         Bila Aku berfirman kepada orang jahat, ‘Kamu pasti akan mati!’ -- dan  engkau tidak memperingatkan dia atau berbicara untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, untuk menyelamatkan nyawanya, orang jahat tersebut akan mati dalam dosanya, tetapi darahnya akan Aku tuntut dari tanganmu.

3:19         Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu, dan ia tidak berbalik dari kejahatannya, maupun dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam dosanya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.

3:20         Lagi, bila seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan berbuat dosa, dan Aku meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memberinya peringatan, ia akan mati dalam dosanya dan kebenaran yang telah dilakukannya tidak akan diingat, tetapi darahnya akan Aku tuntut dari tanganmu.

3:21         Namun begitu, jikalau engkau memperingatkan orang yang benar itu, supaya orang benar itu tidak berbuat dosa, dan dia tidak berbuat dosa, ia pasti akan hidup, sebab ia telah diperingatkan, dan engkau juga telah menyelamatkan nyawamu. 


Jadi, jangan enak-enak, teman-teman, walaupun kita adalah pluralis, jika kita tahu ada teman kita yang sudah berbuat jahat, atau hidup dalam dosa, kita tetap wajib menunjukkan kesalahan mereka. Jika tidak, dan dia mati dalam dosanya, maka Tuhan akan menuntut pertanggungjawabannya dari kita, karena kita punya kesempatan untuk menolongnya namun kesempatan itu tidak kita gunakan.

 

 

Bagaimana cara seorang Kristen Pluralis memberitahu orang lain tentang perbuatan mereka yang melanggar Hukum?

Apakah itu lalu berarti kita harus memaksa teman-teman kita yang salah jalan untuk bertobat?

Kalau tidak mau bertobat lalu kita gebukin?

Kita tidak mau berteman dengannya lagi, atau kita mengucilkannya, atau kita menyiksanya, atau berbuat jahat kepadanya?

TIDAK! 

Andai kita berbuat begitu, berarti kita sendiri sudah berdosa. Tidak. Tugas kita kata Tuhan adalah “memperingatkan” orang saja, bukan “memaksa” dia, apalagi menghukum dia jika dia tidak mau mendengar peringatan kita. TIDAK. TIDAK. Itulah yang dilakukan Kepausan dalam Inquisisi mereka yang kejam. Semua orang yang dianggap melawan gereja, ditangkap, harta bendanya dirampas, orangnya disiksa dengan alat-alat penyiksa yang mengerikan (lihat saja di Google, banyak gambarnya), dibakar hidup-hidup, dijadikan makanan binatang buas, digantung, ditarik kaki dan tangannya sampai terlepas dari tubuhnya, dan macam-macam kekejaman lainnya.

Tuhan tidak memberi kita wewenang untuk menghukum orang lain hanya karena orang tersebut tidak mau menerima pendapat kita.

Jadi kita memberitahu mereka bagaimana ajaran Tuhan kita, dengan lemah lembut, dengan sabar, tanpa membuat mereka malu.

Kita saja kalau berbuat salah Tuhan tidak memarahi kita, Tuhan menegur kita dengan sabar dan lembut lewat segala cara yang tidak kentara, yang tidak mempermalukan kita, maka kita yang sesama manusia berdosa juga harus bersikap lembut dan sabar, jangan mempermalukan orang, beri dia kesempatan untuk mundur secara terhormat. Tujuan kita menegur mereka ialah agar mereka bertobat dan selamat, bukan untuk mencari musuh dan menyinggung mereka, jadi jangan bertengkar. Kita pasti akan menghadapi bermacam-macam reaksi. Ada yang marah, ada yang lalu tidak mau bicara lagi dengan kita, ada yang tidak mau mendengar. Jadi kalau kita mendapatkan reaksi demikian, ya kita maklumi. Kalau kita sudah berusaha, sudah kita doakan, teman kita tetap tidak mau terima, ya kita hormati pilihannya. Kita tidak boleh memaksa. Kita sudah melakukan kewajiban kita, selebihnya serahkan kepada Roh Kudus. Tapi siapa tahu dari antara sekian banyak yang tidak mau mendengar ada 1-2 yang mau?

 

 

Jadi SEORANG PLURALIS TETAP WAJIB MEMBERITAHU ORANG LAIN JIKA KITA TAHU APA YANG DILAKUKANNYA ITU BERTENTANGAN DENGAN KEBENARAN YANG KITA YAKINI.

1.    Kita manusia hanya:

·       Menyampaikan/membagikan kebenaran

·       Memperingatkan/menunjukkan kesalahan sesuai ajaran Alkitab

2.    Membuat orang yang mendengar, mau atau tidak menerima kebenaran itu, itu bagian Roh Kudus.

3.    Menghukum orang yang tidak bertobat itu nanti bagian Tuhan.

 

Jadi kita lakukan saja tugas kita, tidak lebih, tidak kurang. Janganlah kita mengambil wewenang Roh Kudus, jangan kita merebut kuasa Tuhan. Tetapi jangan pula kita tidak melakukan tugas yang dibebankan kepada kita.

 

 

 

20 08 14

 




Kamis, 04 Agustus 2016

172. SIAPA "ANAK-ANAK ALLAH" DI KITAB AYUB?


172.  SIAPA “ANAK-ANAK ALLAH”

DI KITAB AYUB?

_______________________________


Terkadang istilah yang sama di Alkitab, artinya berbeda tergantung konteksnya. Dan istilah “anak-anak Allah” di kitab Ayub merupakan salah satu contohnya.

 

Di Alkitab beberapa kali ditemukan istilah “anak-anak Allah”. Biasanya istilah ini dipakai untuk membedakan antara manusia-manusia yang setia kepada Allah dari manusia-manusia yang tidak setia kepada Allah.

Ø    Manusia-manusia yang setia kepada Allah disebut “anak-anak Allah”

Ø    sedangkan manusia-manusia yang tidak setia disebut:

ü  “anak-anak manusia” (Kejadian 6:2),

ü  “anak-anak dunia” (Lukas 16:8),

ü  “anak-anak Iblis” (1 Yoh 3:10)

Kejadian 6:2

Bahwa anak-anak laki-laki Allah melihat anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, dan mereka mengambil isteri bagi diri mereka dari semua yang mereka pilih.

 

Hosea 1:10

Namun jumlah orang Israel akan seperti pasir laut, yang tidak dapat diukur maupun dihitung. Dan akan terjadi, di tempat di mana telah dikatakan kepada mereka: ‘Kamu ini bukanlah umat-Ku,’ di sana akan dikatakan kepada mereka: ‘Kamu adalah anak-anak laki-laki Allah yang hidup.’

 

Matius 5:9

Diberkatilah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

 

Lukas 6:35

Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik, dan pinjami tanpa mengharapkan apa pun lagi, dan pahalamu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat.

 

Yohanes 1:12

Tetapi seberapa banyak orang yang menerima-Nya, kepada mereka diberi-Nya kuasa untuk menjadi  anak-anak Allahkepada mereka yang percaya dalam nama-Nya.

 

Roma 8:14

Karena seberapa banyak yang dipimpin Roh Allah, mereka ini adalah anak Allah.

 

Roma 9:8

Artinya: mereka yang adalah anak-anak secara daging, mereka ini bukanlah  anak-anak Allah; tetapi anak-anak perjanjian–lah yang diperhitungkan sebagai  benih.

 

1 Yohanes 3:10

Dalam hal inilah anak-anak Allah dan anak-anak Iblis dinyatakan: barangsiapa yang tidak berbuat kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian juga dia yang tidak mengasihi saudaranya.

 

 

Kadang-kadang ada orang yang mengatakan “anak-anak Allah” di Kejadian pasal 6 itu berbicara tentang malaikat-malaikat Tuhan yang lalu kawin dengan “anak-anak manusia”. Tetapi pemahaman seperti ini berasal dari ajaran paganisme (penyembahan berhala), di mana sering dewa-dewa itu dikisahkan mengawini manusia, dan menghasilkan keturunan yang hebat setengah dewa setengah manusia seperti misalnya Hercules dan Achilles. Tetapi Alkitab sama sekali tidak mengajarkan demikian. Justru Yesus sendiri berkata bahwa malaikat itu tidak kawin.

Matius 22:30

Karena di kebangkitan, mereka tidak kawin dan tidak dikawinkan, melainkan seperti malaikat-malaikat Allah di sorga.

 

 

Sekarang kita lihat khusus “anak-anak Allah” di kitab Ayub. Ini berbeda dengan “anak-anak Allah yang tertulis di ayat-ayat di atas.

Ayub 1:6 (juga Ayub 2:1)

Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Setan.

 

Bisa diperkirakan ini acara apa?

Dikatakan anak-anak Allah datang menghadap Tuhan. Bukan cuma satu anak Allah yang datang menghadap, tapi banyak, “anak-anak” Allah = jamak = banyak, lebih dari satu.

Berarti ini semacam pertemuan, antara anak-anak Allah dengan Tuhan, benar? Kita bayangkan saja ini seperti suatu rapat kerja di mana wakil-wakil dari daerah-daerah datang ke tempat rapat akbar. 

 

Kira-kira acara ini terjadi di mana?

Di mana Tuhan berada? Di Surga.

Jadi acara ini terjadi di mana? Di Surga, karena anak-anak Allah yang datang menghadap Tuhan, bukan Tuhan yang datang berkunjung kepada anak-anak Allah.

Jadi, manusia mana yang pernah pergi ke Surga untuk ikut rapat bersama Allah lalu kembali ke dunia lagi, dan pergi lagi ke Surga untuk rapat berikutnya dan kembali lagi ke dunia? Tidak ada kan? Berarti mereka yang disebut “anak-anak Allah” yang hadir dalam pertemuan dengan Allah di Ayub 1:6 dan Ayub 2:1 itu bukan manusia dari dunia kita ini.

 

Pertanyaan berikut: Siapa yang justru disebutkan hadir di sana? Setan!

Lho Setan kok ikut datang?

Dikatakan yang berkumpul di sana adalah “anak-anak Allah”, tapi ayat itu mengatakan Setan ikut datang. Apakah Setan itu juga termasuk “anak Allah”? Tidak. Kita semua tahu Setan itu musuh Allah. Tapi kok dia bisa ikut datang dalam pertemuan anak-anak Allah? Justru kedatangan Setan ini memberi kita banyak informasi tambahan.

 

Mari kita mundur dulu ke sebelum dunia ini diciptakan, ke pemberontakan Lucifer kepada Tuhan. Lucifer berhasil menggalang 1/3 malaikat-malaikat di Surga (Wahyu 12:4) untuk memberontak kepada Tuhan. Dan mereka  kemudian dikalahkan oleh Mikhael dan malaikat-malaikatNya dalam pertempuran di Surga. Akibatnya Lucifer (= Setan) dan semua malaikat  pengikutnya diusir dari Surga dan kehilangan tempat mereka di sana.

Wahyu 12:7-9

7 Dan  ada peperangan di Surga: Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu bersama malaikat-malaikatnya melawan. 8 dan kalah, begitu pula tempat mereka tidak ditemukan lagi di sorga. 9 Dan naga besar itu dilemparkan keluar, si ular tua, yang disebut Iblis dan Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dia dilemparkan keluar ke bumi, dan malaikat-malaikatnya dilemparkan keluar bersama-sama dengan dia.

Di bagian lain dari Alkitab kita tahu bahwa Mikhael itu adalah Kristus, tetapi itu tidak akan kita bahas di sini. Pembahasan itu ada di https://smaragd84.blogspot.com/2013/03/mikhael-adalah-tuhan-yesus.html

Jadi Setan, ular tua, naga, itu telah dikalahkan dan diusir dari Surga, dia dan pengikut-pengikutnya sudah tidak bisa lagi hidup di Surga.

Ini adalah pertama kalinya Setan dan pengikut-pengikutnya dilemparkan keluar dari Surga.

 

Setelah Lucifer diusir dari Surga, dunia kita ini baru diciptakan Tuhan. Ini juga ada pembahasannya sendiri.

Lucifer mencari tempat domisili baru. Dia berhasil menipu Adam, sehingga dia merebut kekuasaan Adam sebagai penguasa bumi ini, dan sejak itulah Lucifer atau Setan menjadi penguasa bumi kita, maka Setan masih bisa naik ke Surga untuk menghadiri pertemuan-pertemuan Tuhan sebagai wakil dari bumi ini. Seharusnya Adam yang mewakili bumi, tetapi karena Setan telah merebut kepemimpinan bumi ini dari Adam, maka Setan-lah yang mewakili bumi. Jadi selama 4000 tahun yang pertama usia dunia kita ini, Setan menjadi pemimpin dunia ini, dan dialah yang datang ke pertemuan-pertemuan Tuhan di Surga sebagai wakil dari bumi ini.

Tetapi ketika Kristus mati di salib di tahun 31AD untuk menebus dunia ini, maka surat kematian Lucifer sudah ditandatangani atau disahkan. Sejak itu secara juridis bumi ini sudah menjadi milik Kristus, sudah ditebus Krisitus, Setan sudah kehilangan kedudukannya, hanya saja eksekusi ambil-alihnya baru nanti dilaksanakan saat kedatangan kedua Kristus.

 

Kita lihat ayat-ayat di Yesaya ini untuk mendapatkan gambaran mengapa Lucifer jatuh dari Surga, mengapa dia memberontak kepada Allah, mengapa dia ditebang.

Yesaya 14:12-14

12 Betapa engkau sudah jatuh dari Surga, hai Lucifer (Bintang Fajar), putera fajar! Betapa engkau ditebang ke tanah, yang telah melemahkan bangsa-bangsa 13 Karena  engkau telah berkata dalam hatimu: ‘Aku akan naik ke Surga, aku akan meninggikan takhtaku di atas bintang-bintang Allah, dan aku juga akan duduk di bukit pertemuan, di sebelah utara yang paling jauh. 14 Aku akan naik mengatasi ketinggian awan-awan, aku akan menjadi seperti Yang Mahatinggi!’ 

 

Lucifer itu artinya Bintang Timur, Putra Fajar dalam bahasa Latin, jadi itu semua sebutan Setan sebelum dia memberontak kepada Tuhan.

Ø    Ayat 12

justru menggambarkan pembuangan Lucifer dari Surga setelah salib karena disebutkan yang telah melemahkan bangsa-bangsa”, berarti ini setelah Lucifer sudah menjadi penguasa dunia ini. Karena pertama kalinya Lucifer memberontak, itu di Surga, dan waktu itu dia belum melemahkan bangsa-bangsa.

Ø    Ayat 13-14

memberitahu kita tentang kesombongan Lucifer, bagaimana dia ingin menjadi Tuhan, dia ingin mengkudeta Tuhan dan merebut takhtaNya, dia makar. Karena itu dia diperangi dan dikalahkan.

 

 

Jadi Lucifer dibuang dua kali dari Surga.

1.    Pertama sebelum bumi kita diciptakan,

ketika Lucifer masih di Surga, dia memberontak, dan secara literal dia dibuang dari Surga, dia tidak bisa tinggal di Surga lagi. Tapi bila ada pertemuan-pertemuan Tuhan dengan wakil-wakil dari bumi-bumi ciptaanNya, Lucifer masih bisa ikut datang sebagai wakil dari bumi kita. Ini terjadi selama 4000 tahun pertama eksistensi dunia kita ini.

2.    Yang kedua ketika Yesus mati di salib tahun 31 AD,

Di salib Yesus menebus kembali dunia ini dari cengkeraman Lucifer, dan sejak itu menutup akses Surga bagi Lucifer. Setelah salib, Lucifer hanya bisa berada di dunia kita ini, dia tidak bisa naik ke Surga lagi sebagai wakil dunia. Sejak salib, selama 2000 tahun yang terakhir, Kristuslah pemimpin dunia ini, dan Kristuslah yang mewakili dunia ini di Surga.

 

Wahyu 12:12

Karena itu bersukacitalah, hai semesta langit dan  kamu sekalian yang diam di dalam mereka.  Celakalah  kamu, hai penghuni bumi dan laut! Karena Iblis telah turun kepadamu, dalam geramnya yang dahsyat, karena ia tahu, bahwa waktunya sudah singkat.

Ayat ini menggambarkan kondisi sekarang setelah salib, setelah Kristus menebus kembali bumi ini, dan Lucifer bukan lagi penguasa dunia ini.

 

 

Kita lanjut ke pertemuan di Surga di mana anak-anak Allah hadir menghadap Allah. Kita perlu tahu, kitab Ayub adalah kitab yang pertama ditulis Musa, jadi kisah Ayub adalah kisah yang sudah sangat kuno, ketika usia dunia ini masih muda.

Nah, pada waktu itu Setan masih bisa datang ke pertemuan Tuhan dengan anak-anak Tuhan.

Tuhan bertanya kepada Setan, “Kamu dari mana?” Dan kita lihat apa jawaban Setan:

Ayub 1:7

Maka bertanyalah TUHAN kepada Setan: ‘Dari mana engkau?’ Lalu jawab Setan kepada TUHAN: ‘Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi.’

 

Apa kata Setan? Dari mana dia? Dari meronda bumi! Kenapa dia meronda bumi? Karena pada waktu itu bumi adalah wilayah kekuasaannya, jadi layaklah dia meronda bumi, dia memeriksa ada apa saja yang terjadi di wilayah kekuasaannya.

 

Mengapa Tuhan bertanya kepada Setan dia dari mana? Apakah Tuhan tidak tahu Setan dari mana? Tahu! Tuhan kan Mahatahu. Jadi untuk apa Tuhan bertanya kalau Dia sudah tahu? Nah, ini! Di hadapan anak-anak Allah yang hadir, Tuhan perlu memastikan kedudukan Setan mengapa dia bisa ikut hadir dalam pertemuan tersebut. Setan sudah diusir dari Surga, seharusnya Setan sudah tidak bisa menginjakkan kakinya di Surga lagi. Tetapi sekarang ini dalam pertemuan ini ternyata Setan datang ke Surga, dan bisa masuk, dan bahkan diterima oleh Allah! Tentunya hal ini harus diklirkan di hadapan semua yang hadir lainnya supaya tidak ada salah paham.

Maka jawaban Setan bahwa dia datang dari meronda bumi, menjelaskan kedudukannya sebagai penguasa bumi. Setan datang sebagai wakil/delegasi dari bumi!

Andai Setan datang sebagai dirinya sendiri, sebagai Lucifer yang telah diusir dari Surga, sebagai Setan yang telah memberontak, dia pasti tidak diterima oleh Allah, karena dia sudah diusir dari Surga, dia sudah tidak punya bagian lagi di Surga. Tetapi karena Setan datang sebagai wakil/delegasi dari bumi, maka Allah menerimanya.

 

Pertanyaan: Mengapa Allah menerima Setan karena dia datang sebagai wakil dari bumi?

Nah ini yang menarik. Ini menjelaskan siapa “anak-anak Allah” yang datang ke pertemuan di Surga itu.

Jika Setan datang sebagai wakil dari bumi, dan dia diterima oleh Allah, maka berarti itu adalah acara pertemuan apa? PERTEMUAN TUHAN DENGAN WAKIL-WAKIL DARI SEMUA BUMI!

Maksudnya?

Semua bumi di mana? Bukannya bumi itu cuma satu, ya planet kita ini? Ternyata tidak. Ini menjelaskan kepada kita bahwa bumi kita ini, bumi yang ditaklukkan oleh Setan ini dan dikuasainya, bukanlah satu-satunya bumi yang diciptakan Tuhan! Masih ada bumi-bumi yang lain di juar Bima Sakti kita, di luar galaksi kita.  Dan “ANAK-ANAK ALLAH” YANG DISEBUTKAN DI SINI ADALAH WAKIL-WAKIL/DELEGASI-DELEGASI DARI BUMI-BUMI YANG LAIN ITU.

 

Jadi “anak-anak Allah” di Ayub 1:6 dan 2:1

ini statusnya sama dengan status Setan pada waktu itu,

yaitu penguasa/kepala/pemimpin bumi masing-masing.

 

Akhirnya terjawab ya?

Alkitab selalu bisa menjelaskan Alkitab. Jawabannya ada di dalam Alkitab. Asal kita rajin mencarinya, pasti ketemu.

 

Loh, kok “bumi masing-masing”? Maksudnya gimana?

Jadi sebenarnya Alkitab sudah menjelaskan kepada kita bahwa ada bumi-bumi lain yang diciptakan Allah, bumi kita bukan satu-satunya bumi yang diciptakan Allah.

Ada ayat-ayatnya lho, lihat Ibrani 1:2, tapi karena LAI menerjemahkan “dunia-dunia” dengan kata “alam semesta”, kita jadi tidak tahu.

Ibrani 1:2

pada hari-hari akhir ini telah berbicara kepada kita melalui Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai ahliwaris dari semuanya, yang melalui Dia juga Allah telah menjadikan dunia-dunia.

Hath in these last days spoken unto us by his Son, whom he hath appointed heir of all things, by whom also he made the worlds. (KJV)

Perhatikan kata aslinya adalah αἰῶνας· [aiōnas] bentuk jamak dari αἰών [aiōn], dan di sini KJV menerjemahkannya “worlds” = bentuk jamak dari “world”. Berarti bukan hanya satu dunia, tapi lebih dari satu dunia.  

 

Ibrani 11:3

Melalui iman kita mengerti, bahwa dunia-dunia telah dirancang oleh Firman Allah, sehingga hal-hal  yang terlihat tidak dibuat dari apa yang kita lihat.

Through faith we understand that the worlds were framed by the word of God, so that things which are seen were not made of things which do appear. (KJV)

Kembali di sini kata αἰῶνας· [aiōnas] diterjemahkan KJV sebagai “worlds” atau “dunia-dunia”.

Jadi jelas ya, bumi kita bukan satu-satunya dunia yang diciptakan Allah. Ada bumi-bumi yang lain yang berpenduduk juga seperti dunia kita ini, bedanya bumi-bumi itu tidak ada yang jatuh dalam dosa, karena itu Lucifer (Setan) hanya bisa tinggal di bumi kita ini.

 

Kitab Ibrani ini tulisan Paulus, salah satu kitab yang sulit dipelajari karena Paulus itu orang yang terpelajar dan pintar. Tapi kita boleh yakin bahwa Paulus tidak salah, karena dia menulis di bawah tuntunan Roh Kudus.

 

Nah, Setan (sejak dia berhasil menaklukkan Adam hingga salib Kristus), adalah wakil dari bumi kita, sedangkan wakil dari bumi-bumi lain itu disebut “anak-anak Allah”, mengapa? Karena bumi-bumi yang lain itu tidak pernah jatuh dalam dosa! Karena itu penguasa-penguasa atau pemimpin-pemimpin mereka adalah “anak-anak Allah”, makhluk-makhluk yang setia kepada Allah.

 

Apakah ada ayat-ayat lain yang mendukung bahwa masih ada bumi-bumi lain selain bumi kita ini di alam semesta?

Yesus pernah memberikan perumpamaan 100 domba.

Matius 18:12-14

18:12     Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya tersesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan, lalu pergi ke pegunungan dan mencari yang tersesat itu?

18:13     Dan jika ia berhasil menemukannya, sesungguhnya Aku berkata kepadamu: lebih besar kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang kesembilan puluh sembilan ekor yang tidak tersesat.

18:14     Demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki seorang pun dari anak-anak ini binasa.

 

Ini memang suatu perumpamaan dan punya pemahaman ganda. Biasanya ayat-ayat ini dipakai untuk menggambarkan tugas seorang gembala jemaat untuk mencari dan membawa kembali anggota-anggota jemaat yang telah mundur dan tidak muncul. Itu satu pemahamannya.

Tetapi perumpamaan ini juga bisa melukiskan kondisi bumi kita ini, karena Kristus telah meninggalkan semuanya, meninggalkan Surga, meninggalkan kedudukanNya sebagai Allah, meninggalkan persekutuanNya dengan Allah Bapa dan Roh Kudus, untuk turun ke bumi kita ini dengan satu misi, yaitu menyelamatkan “satu domba” yang hilang, dunia kita ini. Kristus tidak hanya datang bagi satu manusia yang tersesat, tetapi Kristus datang bagi semua manusia di bumi ini, seluruh bumi ini. Baik yang sudah mati, yang masih hidup di zaman itu, maupun yang masih belum lahir. Kristus datang bagi SELURUH UMAT BUMI INI dari Adam hingga manusia terakhir yang akan lahir.

 

Jadi bumi kita ini dilambangkan oleh SATU DOMBA DARI ANTARA 100 DOMBA MILIK ALLAH. Bila bumi ini adalah SATU DOMBA, maka sisanya yang 99 domba itu melambangkan bumi-bumi lain yang dimiliki si gembala, dalam hal ini Allah.  Kita tidak tahu apakah angka 100 itu angka literal atau hanya perumpamaan. Jadi kita tidak tahu ada berapa dunia lain di alam semesta selain planet Bumi kita ini. Tapi jelas dari ayat-ayat Alkitab dan kisah di Ayub dan perumpamaan domba yang hilang, bahwa ada banyak dunia yang telah diciptakan Allah, dan semuanya baik-baik saja, tidak ada yang jatuh dalam dosa (karena wakil-wakil dunia-dunia ini disebut “anak-anak Allah”), hanya planet Bumi kita ini saja yang jatuh dalam dosa. Tetapi jika kita mempelajari seri Tujuh Meterai di kitab Wahyu, kita melihat bahwa ada 24 tua-tua yang merupakan wakil-wakil dari bumi-bumi yang lain. (Lihat pembahasan kitab Wahyu bagian Tujuh Meterai di blog ini juga). Jadi kemungkinan ada 24 bumi yang diciptakan Tuhan jika kita berasumsi satu tua-tua mewakili satu bumi, tapi itu bukan kepastian. Kita tidak tahu setiap bumi diwakili berapa tua-tua. Kita lihat saja nanti bila kita tiba di Surga sebenarnya ada berapa bumi yang diciptakan Tuhan.

 

 

Jadi, “anak-anak Allah” di kitab Ayub adalah pemimpin-pemimpin atau wakil-wakil dari bumi-bumi yang lain, yang tidak pernah berbuat dosa. Sedangkan Setan selama 4000 tahun pertama eksistensi bumi ini, adalah penguasa atau wakil dari bumi kita, yang telah jatuh dalam dosa.

 

Nah, kitab Ayub memberikan kita suatu pandangan bahwa Allah dari waktu ke waktu mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil atau delegasi-delegasi dari semua bumi yang telah diciptakanNya. Karena di Ayub 2:1 dikisahkan ada pertemuan yang sama seperti yang digambarkan di Ayub 1:6. Dan di 1 Raja-raja 22:19-22 juga ada pertemuan serupa. Melihat ini sepertinya Allah menjalankan pemerintahan yang demokratis, dari waktu ke waktu ada pertemuan dengan wakil-wakil dari bumi-bumi ciptaanNya. Dia melibatkan makhluk-makhluk ciptaanNya untuk ikut ambil bagian dalam pemerintahan seluruh alam semesta.

 

Suatu saat bumi kita ini akan dibersihkan oleh Allah dari semua dosa, dan dari Setan. Semua kerusakan yang ada di bumi ini akibat dosa, akan disapu bersih oleh Allah, dosa dan maut, dan Setan, serta semua pengikutnya, baik yang malaikat maupun yang manusia, semua akan dibinasakan menjadi debu, lenyap untuk selama-lamanya. Lalu Tuhan akan menciptakan kembali bumi ini dengan langit baru dan bumi yang baru, yang indah, yang kekal, di mana tidak ada penyakit, tidak ada air mata, tidak ada kematian.

Wahyu 21:1, 4

1Dan aku melihat sebuah langit yang baru dan sebuah bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan tidak ada lagi laut. 4Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan tidak akan ada lagi kematian; maupun duka, atau ratap tangis, juga tak akan ada lagi rasa sakit, sebab segala hal yang lama itu telah berlalu.

 

Pastikan kita akan ada di sana, teman-teman.

 

 

 

04 08 16