Minggu, 12 Juli 2015

146. NA'AMAN

146.  NA’AMAN

_____________________________________________________

 Tidak banyak dari kita yang kenal nama Na’aman, kalaupun kenal ya hanya sedikit sekali yang kita ingat tentang orang yang bernama Na’aman ini. Karenanya aku berterimakasih kepada Pdt. Kristyono yang telah mengetengahkan kisah Na’aman ini dalam dua khotbahnya dua sabat berturut-turut. Ternyata dari kisah yang tampaknya sangat pendek dan sangat sederhana, ada banyak pelajaran rohani yang bisa kita petik.

 

Siapa sih Na’aman ini? Ada banyak nama di dalam Perjanjian Lama, tapi tidak banyak yang disebut oleh Yesus. Na’aman adalah salah satu dari nama-nama yang sempat disebut oleh Yesus.

Mari kita lihat di Lukas 4:27

Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel  dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain Na’aman, orang Siria itu."

 

Jadi, dari satu kalimat pendek yang diucapkan Yesus ini kita mendapatkan informasi:

1.   Na’aman itu berpenyakit kusta 

penyakit yang tidak ada obatnya di zaman itu, penyakit yang mengerikan dan memalukan di zaman itu, karena orang yang kena kusta dikucilkan dari masyarakat, ke mana-mana harus berpakaian compang-camping supaya dari jauh orang sudah tahu dia sakit kusta, dan sambil berjalan dia harus berseru, “Najis! Najis!” supaya jangan ada orang yang mendekat, karena penyakit kusta itu menular.

 

2.   Na’aman ditahirkan/disembuhkan dari penyakit kusta 

berarti dia sembuh oleh mujizat, karena hanya mujizat dari Tuhanlah yang bisa menyembuhkan penyakit kusta di zaman itu.

 

3.   Na’aman orang Siria, bukan orang Yahudi 

bagi bangsa Yahudi, semua orang yang bukan Yahudi dianggap kafir dan kedudukannya lebih rendah dari mereka. Orang Yahudi menyebut orang-orang non-Yahudi itu dengan sebutan-sebutan yang menghina dan merendahkan.

 

4.   Yesus kenal nama Na’aman

berarti di mata Yesus, Na’aman adalah orang yang penting, orang yang masuk hitungan. Na’aman namanya tercantum dalam kitab suci.

 

5.   Na’aman adalah satu-satunya orang kusta yang disembuhkan di zaman nabi Elisa,

padahal dia bukan orang Yahudi, dia orang kafir. Tapi walaupun di zaman itu ada banyak orang Yahudi yang berpenyakit kusta, tidak satu pun dari mereka yang disembuhkan, justru Na’aman yang kafir ini yang disembuhkan.

 

 

Seringkali kita yang menganggap diri kita umat Tuhan, merasa bahwa kita sudah istimewa. Tapi jika kita diingatkan kisah-kisah seperti ini, kita baru sadar bahwa ada banyak orang yang kita anggap “kafir” yang justru lebih dihargai Tuhan daripada kita. Tuhan yang bisa melihat hati setiap manusia yang lebih tahu hati siapa yang lebih tulus, orang-orang Israel yang mengaku umat Tuhan seperti kita, atau Na’aman orang kafir ini.

 

 

Untuk mengetahui kisah Na’aman marilah kita baca 2 Raja-raja 5.

5:1           Nah, Na’aman, panglima tentara raja Aram, adalah seorang terpandang di hadapan tuannya dan dihormati, sebab melalui dia TUHAN telah memberikan kemenangan kepada orang Aram. Dia juga seorang yang gagah berani, tetapi dia seorang kusta.

5:2           Dan orang-orang Aram pernah keluar berpasukan-pasukan, dan telah membawa seorang anak perempuan dari negeri Israel sebagai tawanan, dan ia menjadi pelayan isteri Na’aman.

5:3           Berkatalah gadis itu kepada nyonyanya: ‘Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, karena dia akan menyembuhkannya dari kustanya.’

5:4           Lalu pergilah Na’aman memberitahukan kepada tuannya, katanya, ‘Begini-beginilah dikatakan oleh gadis yang dari negeri Israel itu.’

5:5           Maka kata raja Aram: ‘Pergilah, pergi, dan aku akan mengirim surat kepada raja Israel.’ Lalu pergilah Na’aman dan membawa sepuluh talenta perak dan enam ribu syikal emas dan sepuluh potong pakaian.

5:6           Dan ia membawa surat itu kepada raja Israel, yang berbunyi: ‘Sesampainya surat ini kepadamu, lihatlah, aku telah mengirim Na’aman, abdiku kepadamu, supaya engkau boleh menyembuhkan dia dari penyakit kustanya.’

5:7           Maka segera sesudah raja Israel membaca surat itu, dikoyakkannyalah pakaiannya serta berkata: ‘Allahkah aku ini yang dapat mematikan dan menghidupkan, sehingga orang ini mengirim kepadaku, supaya kusembuhkan seorang dari penyakit kustanya? Oleh karena itu mohon pertimbangkanlah dan lihatlah, ia mencari gara-gara dengan aku.’

5:8           Demikianlah, ketika Elisa, abdi Allah itu, mendengar bahwa raja Israel mengoyakkan pakaiannya, dikirimnyalah pesan kepada raja, bunyinya: ‘Mengapa engkau mengoyakkan pakaianmu? Biarlah sekarang ia datang kepadaku, dan ia akan tahu bahwa di Israel ada seorang nabi.’

5:9.          Maka datanglah Na’aman dengan kuda-kudanya dan dengan keretanya, dan berhenti di depan pintu rumah Elisa.

5:10         Dan Elisa mengirim pembawa pesannya kepadanya, dengan mengatakan: ‘Pergilah dan membasuh di sungai Yordan tujuh kali, maka dagingmu akan pulih kembali, dan engkau menjadi tahir.’

5:11         Tetapi Na’aman gusar dan pergi dari sana, sambil berkata, ‘Lihat, aku sangka ia pasti akan keluar dan menemuiku, dan memanggil nama TUHAN, Allahnya, dan dengan tangannya memukul di atas tempat penyakit itu, dan menyembuhkan yang kusta.

5:12         Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Tidak bisakah aku membasuh di sana dan menjadi tahir?’ Maka berpalinglah ia dan pergi dengan panas hati.

5:13         Dan hamba-hambanya menghampiri, dan bicara kepadanya, berkata, ‘Bapakku, seandainya nabi itu menyuruh engkau melakukan perbuatan yang besar, tidakkah engkau akan melakukannya? Apalagi sekarang, ia  berkata kepadamu, ‘Basuhlah, dan jadilah tahir.’

5:14         Maka turunlah ia dan mencelupkan dirinya tujuh kali di sungai Yordan, sesuai dengan perkataan abdi Allah itu. Dan dagingya pulih kembali seperti daging seorang anak kecil dan ia menjadi tahir.

 

Sampai di sini dulu, kita mendapatkan beberapa informasi tambahan:

1.   Na’aman ternyata seorang panglima raja Aram (Siria),

jadi dia orang berpangkat tinggi, bukan sembarang orang. Tapi orang-orang Siria itu penyembah berhala, berarti Na’aman ini adalah seorang penyembah berhala.

 

2.   Di rumahnya ada seorang gadis kecil bangsa Yahudi,

yang dulu ditangkap dan ditawan dari Israel, dan dibawa ke Siria untuk dijadikan budak/pelayan. Tetapi walaupun gadis kecil ini menjadi budak paksa di rumah musuh bangsanya, jauh dari orangtua dan kampung halamannya sendiri, hatinya tetap baik. Dia tidak mensyukuri majikannya kena sakit kusta, malah dia memberi solusi agar majikannya pergi mencari nabi Elisa, siapa tahu nabi itu bisa menyembuhkannya. Gadis kecil ini dengan segala keterbatasannya justru adalah orang pertama yang telah menyampaikan kabar keselamatan kepada Na’aman. Perannya sangat krusial dalam hidup Na’aman.  

Ini saja sudah merupakan tamparan bagi kita. Seringkali kita tidak punya jiwa sebesar jiwa gadis kecil ini. Kalau tahu musuh kita kena masalah, bukannya kita tolong malah sering kita membatin, “Rasain kamu sekarang!”  Gadis ini mengesampingkan segala penderitaannya dan sakit hatinya sendiri, hidup sebagai budak tawanan di rumah musuh bangsanya, mungkin orangtuanya mati di tangan mereka, saudara-saudaranya entah ada di mana, entah mati atau hidup sebagai tawanan seperti dirinya. Gadis ini kehilangan kontak dengan keluarganya, tidak punya masa depan, seumur hidupnya dia akan menjadi budak bagi bangsa yang telah menghancurkan hidupnya. Tapi dia tidak memendam dendam, malah dengan terbuka telah memperkenalkan nabi yang dikenal namanya kepada majikannya supaya majikannya boleh sembuh.

 

3.   Anehnya, Na’aman menerima usul gadis budak Yahudi itu.

Zaman dulu, perempuan itu nyaris tidak ada nilainya, apalagi ini perempuan yang masih kecil, apalagi statusnya cuma budak. Tapi Na’aman tidak mengabaikan kata-katanya. Mungkin karena tahu bahwa penyakit kusta itu tidak ada obatnya, jadi dia bersedia mendengarkan usul budak kecilnya. Na’aman selamat karena mau mendengar perkataan seorang anak kecil yang hanya seorang perempuan dan budak pula.

Kadang-kadang kita merasa diri sendiri jauh lebih pintar sehingga kita “malas” mendengarkan kata-kata orang lain yang kita anggap status, pengetahuan, dan intelektualnya di bawah kita. Padahal mungkin saja Tuhan memakai orang itu untuk menyampaikan suatu jalan keluar bagi kita. Berikutnya kalau ada yang mengusulkan sesuatu kepada kita, jangan cepat-cepat kita abaikan. Ingat kisah Na’aman ini. Tuhan bisa menggunakan orang yang paling tidak berarti untuk menyampaikan pesanNya kepada kita. Jangan mengabaikan pesan yang kita terima dari orang-orang yang kita anggap tidak berarti. Bisa-bisa itu pesan dari Tuhan.

 

4.   Singkat cerita, Na’aman tiba di depan rumah Elisa.

Ternyata Elisa sendiri tidak keluar menemuinya. Elisa hanya menyuruh pembantunya Gehazi untuk menyampaikan kepada Na’aman agar mandi 7 x di sungai Yordan. Na’aman tersinggung. Rupanya Tuhan mau memberi Na’aman pelajaran rendah hati.

 

5.   Kalau Na’aman sudah lulus sejauh ini dalam perjalanannya mencari kesembuhan bagi penyakitnya; tiba di depan pintu Elisa, Na’aman jatuh.

Kecewa karena nabi Elisa tidak keluar menemuinya dan menyembuhkan penyakitnya, Na’aman marah-marah. Kenapa? Karena tadinya Na’aman membayangkan bahwa untuk menyembuhkan penyakitnya, nabi itu harus keluar sendiri dan menyentuh penyakit kustanya baru penyakit itu akan sembuh.  Tapi Elisa lewat pembantunya hanya menyuruhnya mandi 7 x di sungai Yordan. Jadi konsep penyembuhan dalam bayangan Na’aman tidak sama dengan instruksi yang didengarnya dari pembantu Elisa, dan Na’aman menganggap jika Elisa tidak berbuat sesuai konsep yang dibayangkannya, maka penyakit kustanya tidak akan sembuh. Na’aman lupa, yang akan menyembuhkannya itu Elisa si nabi, bukan dirinya sendiri berdasarkan konsepnya. Kalau Elisa, ya seharusnya menurut kata-kata Elisa.

Berapa kali kita juga bersikap seperti Na’aman?  Jika kita diberi jawaban oleh Tuhan yang berbeda dengan konsep yang ada di pikiran kita, kita tidak sudi mencobanya dulu, tapi langsung kita coret dan menganggap itu percuma.

 

6.   Untung Na’aman punya anak-anak buah yang bijaksana.

Sekali lagi nasihat datang dari orang-orang yang statusnya lebih rendah dari dirinya. Jadi jangan kita sangka bahwa selalu yang lebih tinggi itu lebih benar. Dengarkan dulu apa kata orang, walaupun mereka lebih rendah statusnya.

Jadi di sini Na’aman tertolong karena dia dua kali mendengarkan nasihat hamba-hambanya, sekali hamba gadis kecil budak istrinya, sekali lagi anak-anak buah pasukannya. Jadi para majikan, para kepala, janganlah merasa terlalu tinggi untuk mendengarkan bawahan, karena siapa tahu Tuhan memakai mereka untuk memberi solusi kepada kalian. Tuhan bisa memakai siapa saja untuk menyampaikan pesanNya. Para anak buah Na’aman tentunya juga bukan orang Yahudi, tapi toh mereka dipakai Tuhan.

 

7.   Hamba-hamba Na’aman berkata, mengapa tidak dicoba dulu apa yang disuruh lakukan Elisa?

Kedengarannya memang sepele, cuma membasuh di sungai Yordan 7 x, tapi jika yang sulit saja Tuan bersedia melakukan, mengapa yang mudah tidak mau dicoba? Na’aman merasa kena tohok. Dia berpikir bahwa sesuatu yang gampang dilakukan itu tidak bermutu, sesuatu yang sulit dicapai itu baru bermutu. Seandainya  Elisa menyuruh Na’aman menaiki bukit Zaitun dengan lututnya sambil merangkak, pasti dia akan segera melakukannya dan dia yakin itu akan menyembuhkannya. Disuruh membasuh di sungai Yordan 7 x terlalu mudah, terlalu sepele, masa cuma begitu bisa sembuh?

Kita juga sering begitu. Kita menganggap obat yang harganya paling mahal itu yang manjur. Dokter yang taripnya paling tinggi itu yang pasti bisa menyembuhkan, dll. Seringkali kita kecele.

Dalam kehidupan rohani pun kita sering salah konsep. Tuhan berkata, jika kamu bikin dosa, segera minta ampun kepada Tuhan, sesali dosa itu dan jangan melakukannya lagi. Sudah selesai. Tuhan akan mengampuni dosamu itu. Tapi manusia merasa perlu mencari jalan yang sulit dengan upayanya sendiri, misalnya dengan bertapa berbulan-bulan, dengan sujud setiap berjalan tiga tapak, dengan memukuli dirinya sendiri, dengan menghukum dirinya sendiri, dengan  mengucapkan doa ini - doa itu sekian puluh kali setiap hari, dengan ziarah ke sana ke sini, dll. Penyakit kusta itu melambangkan hukuman dosa. Ingat kisah Na’aman ini jika kita merasa harus melakukan hal yang susah dulu baru mendapatkan pengampunan.

 

8.   Tetapi setelah Na’aman sadar bahwa logika  anak buahnya benar,

dia akhirnya menurut instruksi nabi Elisa dan mencelupkan dirinya ke sungai Yordan 7 x. Dan dia sembuh. Bukan berarti bahwa Tuhan tidak akan menyuruh kita melakukan hal yang sulit. Bisa saja suatu saat kita disuruh melakukan hal yang sulit sekali. Seperti Abraham yang disuruh mengorbankan anaknya Ishak. Tapi masalahnya bukan sulit atau mudah, tetapi prinsipnya adalah kita harus menurut, mudah maupun sulit, itu saja. Hanya dibutuhkan penurutan.

 


Tapi ceritanya belum selesai. Kita baca kelanjutannya. 2 Raja-raja 5:

5:15         Dan dia (Na’aman) kembali kepada abdi Allah itu, dia dan seluruh pasukannya itu, dan datang dan berdiri di hadapannya. Dan ia berkata, ‘Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel. Oleh karena itu aku mohon kepadamu, terimalah pemberian dari hambamu.’

5:16         Tetapi Elisa berkata, ‘Demi TUHAN yang hidup, yang di hadapan-Nya aku melayani, aku tidak akan menerima apa pun.’ Dan Na’aman mendesak Elisa supaya menerimanya, tetapi ia menolak.

5:17         Dan Na’aman berkata, ‘Jikalau demikian, aku mohon, bolehkah diberikan kepada hambamu ini tanah sebanyak tanggungan sepasang bagal? Sebab hambamu ini mulai sekarang tidak lagi akan mempersembahkan kurban bakaran atau kurban sembelihan kepada allah-allah lain kecuali kepada TUHAN.

5:18         Dan kiranya TUHAN mengampuni hambamu ini dalam perkara yang berikut: Apabila tuanku masuk ke kuil Rimon untuk sujud menyembah di sana, dan dia bersandar di lenganku, dan aku membungkukkan diriku di kuil Rimon;  pada saat aku membungkukkan badan di kuil Rimon, TUHAN mengampuni hambamu ini dalam hal itu.’

5:19         Dan Elisa berkata kepadanya, ‘Pergilah dengan tenang!’ …

 

Jadi setelah sembuh, Na’aman kembali ke nabi Elisa. Na’aman yang kafir langsung menyadari bahwa yang menyembuhkannya adalah Allah orang Israel.

Suatu pertanyaan bagi kita, berapa seringnya kita menyadari bahwa segala berkat dan kesehatan kita itu anugerah Allah?  Na’aman yang kafir ini segera menyadarinya.

 

Bukan hanya itu, Na’aman segera bertobat. Dia mengakui bahwa hanya Allah orang Israel-lah yang ada, dan dia berjanji untuk tidak lagi menyembah allah-allah lain, kecuali Allah orang Israel. Ini namanya pertobatan. 

Biasanya kita kalau sudah sembuh, lupa pada semua janji kita untuk hidup lebih sehat, makan lebih sehat, tidak mengulangi dosa yang sama, tetapi justru begitu sembuh kita segera mengejar ketinggalan kita saat sakit dulu dan tidak bisa melakukan apa yang kita suka walaupun itu salah di mata Tuhan. Na’aman segera bertobat dari kebiasaannya yang lama. Hendaknya kita ingat ini.

 

 

Dan, bertobatnya Na’aman bukan setengah-setengah, tetapi dia bahkan sudah berpikir ke depan. Dia ingat, setelah dia kembali ke Siria, dan rajanya pergi ke kuil Rimon untuk menyembah di sana, maka tidak bisa tidak, bila rajanya bersandar di lengannya, dan sujud, maka dia yang adalah panglima raja harus ikut sujud. Tapi Na’aman berkata bahwa selanjutnya itu hanya dilakukannya sebagai tugasnya mengawal rajanya, hatinya tidak sujud di sana, karena dia sendiri sudah memutuskan untuk tidak lagi menyembah allah-allah lain di kuil Rimon. Jadi Na’aman yang kafir sekarang sudah menjadi Na’aman umat Tuhan.


Dan itulah sebabnya mengapa Yesus mengingat dan mengenal namanya. Karena namanya tercatat di dalam Buku Alhayat yang ada di Surga!

 

 

Jadi, ini membuat kita sadar, seringkali Tuhan mengizinkan kita sakit supaya kita selamat. Seandainya Na’aman tidak kena kusta, dia tidak pernah akan mencari Elisa, tidak akan kenal Allah Israel, dan namanya tidak akan ada dalam buku Alhayat.

Penyakit itu tidak datang dari Tuhan. Penyakit itu akibat dosa, dosa kita sendiri, dosa orang lain, dosa lingkungan, dosa yang merusak ekosistem, dan juga ulah Setan yang suka membuat manusia sengsara agar manusia marah kepada Tuhan. Tetapi apabila kita berserah sepenuhnya kepada Tuhan, maka Tuhan berjanji di Roma 8:28

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu

untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi dia,

yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

 

Tuhan memakai penyakit kusta yang menjangkiti Na’aman untuk menyelamatkannya. Na’aman bukan saja mendapat kesembuhan jasmani, tapi dia mendapatkan janji hidup kekal kelak di dunia baru yang bebas penyakit, bebas kematian, bebas dosa, bebas air mata. Bukankah Tuhan itu maha pengasih dan penyayang?

 

 

Tapi kisah Na’aman belum selesai. Jika penyakit kusta Na’aman membuat dia bertemu dengan keselamatan, maka penyakit kusta Na’aman justru membuat Gehazi, pembantu nabi Elisa, yang kena hukuman Tuhan.

 

Kita lanjutkan 2 Raja-raja pasal 5:

5:19         …Jadi Na’aman meninggalkan Elisa belum jauh,

5:20         tetapi Gehazi, bujang Elisa abdi Allah berkata, ‘Lihatlah, tuanku telah melepaskan Na’aman orang Aram ini dengan tidak menerima apa pun yang dibawanya. Tetapi demi TUHAN yang hidup, aku akan berlari mengejar dia dan mengambil sesuatu darinya.’

5:21         Lalu Gehazi mengikuti Na’aman. Dan ketika Na’aman melihatnya berlari-lari mengejarnya, turunlah ia dari atas kereta untuk menemuinya dan berkata, ‘Apakah semuanya baik?’

5:22         Dan dia berkakta, ‘Semuanya baik. Tuanku Elisa telah mengirim aku untuk mengatakan, ‘Lihat, baru saja datang kepadaku dua orang muda dari pegunungan Efraim, anak-anak para nabi. Berikan kepada mereka setalenta perak dan dua potong pakaian.’

5:23         Dan Na’aman berkata, ‘Jangan khawatir, ambillah dua talenta.’ Dan Na’aman mendesak dia, dan mengikat dua talenta perak dalam dua pundi-pundi bersama dua potong pakaian, lalu memberikannya kepada dua bujangnya; dan mereka ini membawa semuanya di depannya.

5:24         Dan ketika Gehazi tiba di bukit, dia mengambilnya dari tangan mereka, dan disimpannya di dalam rumah, dan dia melepas orang-orang itu pergi, dan pergilah mereka.

5:25         Tetapi ketika Gehazi masuk dan tampil di depan tuannya, berkatalah Elisa kepadanya, ‘Dari mana kau, Gehazi?’ Dan dia berakta, ‘Hambamu tidak pergi ke mana-mana.’

5:26         Dan Elisa berkata kepadanya, ‘Tidakkah hatiku pergi bersamamu ketika orang itu turun dari atas keretanya untuk menemuimu? Apakah ini saatnya untuk menerima uang dan menerima pakaian, dan kebun-kebun zaitun, dan kebun-kebun anggur, dan domba dan sapi, dan budak laki-laki dan budak perempuan?

5:27         Oleh karena itu, penyakit kusta Na’aman akan melekat padamu dan pada keturunanmu untuk selama-lamanya.’ Maka pergilah Gehazi dari hadiratnya sebagai orang kusta, putih seperti salju.

 

Ngeri, bukan?

Bagian ini adalah bagian yang tragis. Gehazi yang adalah pembantu Elisa, yang setiap hari berkumpul dengan Elisa, belajar dari Elisa, kenal Allah Israel, tahu Hukum Allah, justru dia yang hilang, dia yang tidak selamat. Menjadi orang kusta, orang yang najis. Harta telah membutakan matanya sehingga keselamatan dan hidup kekal tidak lagi berharga baginya. Lebih berharga  talenta perak dan pakaian. Demi mendapatkan harta itu Gehazi telah mencatut nama Elisa, menyembunyikan kejahatannya, dan berbohong kepada Elisa.

Dan sebagai akibatnya, penyakit kusta Na’aman pindah kepadanya. Dan bukan hanya kepadanya, tetapi kepada anak-cucunya untuk selama-lamanya.

Nama Gehazi tidak lagi ada di dalam Buku Alhayat.

 

Di zaman dulu, Tuhan sering memberi pelajaran dengan langsung menjatuhkan hukuman kepada mereka yang telah berbuat dosa.

Di zaman sekarang, Tuhan sepertinya sudah tidak begitu keras lagi, karena sering kita melihat orang-orang yang berbuat tidak benar, hidupnya tetap makmur, dan itu terkadang membuat kita merasa Tuhan tidak adil, atau Tuhan justru sudah menurunkan standarNya, sekarang berbuat dosa sudah tidak apa-apa, melanggar perintah Tuhan juga tidak apa-apa. Banyak dari kita yang menganggap bahwa Tuhan di zaman Perjanjian Lama itu keras, sedikit-sedikit menjatuhkan hukuman mati, tapi Tuhan di zaman Perjanjian Baru itu lebih sabar, lebih pemaaf, lebih mengasihi, sudah tidak ada lagi yang langsung dihukum mati.

Itu adalah pendapat yang tidak tepat.

Tuhan tetap Tuhan yang sama, baik di zaman Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Tuhan tidak pernah berubah.

Dosa tetap dosa.

Dosa adalah pelanggaran hukum Tuhan (1 Yohanes 3:4).

Dan hukuman dosa tetap kebinasaan. Upah dosa tetap maut (Roma 6:23).

Bagi Tuhan yang penting adalah manusia boleh selamat untuk menikmati hidup kekal kelak di dunia yang bebas dari dosa. Karena itu mereka yang berbuat dosa dan tidak pernah bertobat dan mohon pengampunan untuk dosa-dosanya itu, tidak beroleh hidup kekal dan tidak bisa masuk ke dunia baru yang bebas dosa. Itulah hukuman kebinasaan total.

 

1 Korintus 2:9

Tetapi sebagaimana tertulis: Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: itulah yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.

 

Surga dan Dunia Baru itu indah, teman-teman, tidak bisa kita bayangkan bagaimana indahnya. Rugi jika kita tidak berakhir di sana. Rugi jika satu-satunya tempat yang kita kenal hanya dunia ini sekarang yang sudah rusak oleh dosa.  Biarlah Surga dan dunia baru masuk daftar “tempat yang harus aku datangi”, bukan cuma Paris, atau Venezia, atau Beijing, atau Alaska. Betul, tempat-tempat itu juga unik dan indah, tapi Surga dan Dunia Baru melebihi segala keindahan yang pernah kita lihat karena di sana tidak ada lagi dosa, tidak ada lagi kerusakan, tidak ada lagi kematian, tidak ada lagi perpisahan. Semuanya kekal.

 

Janganlah kita berakhir seperti Gehazi.

Hendaknya kita bisa seperti Na’aman, yang walaupun berangkat dari latar belakang kafir, penyembah berhala, tapi karena telinganya mau mendengar nasihat-nasihat yang baik yang diberikan orang-orang lain kepadanya, dia bertemu dengan keselamatan Tuhan. Dan dia cukup tanggap untuk segera menerima keselamatan itu, meninggalkan berhalanya, bertobat, dan menyembah Tuhan yang telah menyelamatkannya. Berabad-abad kemudian, namanya disebut oleh Yesus, Juruselamatnya yang telah menyelamatkannya, dan hingga hari ini kisahnya menjadi pelajaran dan teladan bagi kita.

 

 

Sebuah renungan.

 

 

 

12 07 15

 

 

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar