Sabtu, 25 Januari 2014

121. MENGASIHI ALLAH, MENGASIHI MANUSIA, MANA LEBIH DULU??

121. MENGASIHI ALLAH, MENGASIHI MANUSIA

MANA LEBIH DULU?

____________________________________________

 Banyak orang Kristen berpegang pada ayat-ayat di bawah ini, dan menganggap bila mereka sudah melakukannya, berarti mereka sudah berkenan kepada Tuhan.

 

Marilah kita lihat di Matius

25:41       Lalu Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah tangan kiri-Nya, ‘Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu yang terkutuk, ke dalam api yang kekal yang telah disediakan untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.

25:42       Sebab ketika Aku lapar, dan kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, dan kamu tidak memberi Aku minum;

25:43       ketika Aku seorang asing, dan kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, dan kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit atau dalam penjara, dan kamu tidak melawat Aku.’

25:44       Lalu mereka pun akan menjawab Dia, mengatakan, ‘Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?

22:45       Lalu Ia akan menjawab mereka, berkata, ‘Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, seberapa banyak yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya untuk Aku.’

 

Jika kita telah melakukan semua yang disebutkan ayat-ayat di atas, tentu saja itu bagus sekali, JIKA MOTIVASINYA BENAR.

 

Apakah motivasi yang benar?

TANPA PAMRIH!

 

Yang  namanya pamrih itu apa?

MENGHARAPKAN BALASAN. BALASAN ITU BISA DATANG DARI MANA PUN, DAN BISA BERBENTUK APA PUN.

 

Maksudnya?

a.    Mungkin kita mengharapkan balasan dari orang yang kita tolong tersebut.

b.    Kita juga bisa mengharapkan balasan dari keluarga orang yang kita tolong tersebut.

c.     Kita juga bisa mengharapkan balasan dari Tuhan!

Dan ini adalah motivasi pamrih yang paling terselubung!  Kita bisa mengharapkan agar lain kali jika kita butuh, maka Tuhan akan mengingat perbuatan baik kita ini, dan menolong kita. Atau kita bisa mengharapkan Tuhan mencatat perbuatan baik kita ini dan melayakkan kita untuk masuk Surga. Ini adalah pamrih juga!

d.    Atau, kita mengharapkan balasan dari masyarakat, supaya kita dikenal sebagai orang dermawan.    

e.    Atau, kita berbuat baik itu untuk membuat hati kita sendiri merasa senang (euphoria),

supaya kita mendapat kepuasan, karena kita merasa sudah “berbuat kebaikan”.  

  

Semua motivasi ini dasarnya PAMRIH dan itu membuat perbuatan baik kita tidak ada artinya di mata Tuhan.

 

Jadi, lebih sering kita berbuat baik itu bukan demi orang yang kita bantu, tetapi sebenarnya demi diri kita sendiri.

Semua motivasi ini membuat bantuan yang kita berikan kepada saudara kita itu menjadi palsu, karena sebenarnya motivasi kita menolongnya bukan karena dia, tetapi karena diri kita sendiri. Kita menolongnya demi kepentingan diri kita sendiri! Lalu kita sudah merasa kita ini orang baik, orang yang suka membantu. Kita pasti selamat. Tidak! Kita hanya menipu diri kita sendiri, sementara Tuhan tidak bisa kita tipu. Tuhan tahu motivasi kita.

 

Bagaimanakah supaya kita tidak terperosok jebakan Setan ini?

 

Rumusnya hanya satu: 

 

KITA HARUS LEBIH DULU MENGASIHI TUHAN

DENGAN SEGENAP HATI, SEGENAP JIWA DAN SEGENAP AKAL BUDI

DAN SEGENAP KEKUATAN KITA

 

Marilah kita lihat apa kata Yesus:

Matius 22:37-39

37 Yesus berkata kepadanya, ‘Engkau harus mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. 38 Itulah Perintah yang utama dan yang pertama. 39 Dan yang kedua, sama seperti itu: Engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.’ 

 

Jika kita sudah bisa mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap akal budi, maka, mengasihi sesama  manusia seperti diri sendiri itu akan mengikuti dengan sendirinya.

Mengapa?

Karena itulah rumus yang diberikan Yesus! Tuhan yang menciptakan kita,  Tuhan yang paling tahu apa yang manjur dalam hidup kita.

 

Jadi  Hukum yang TERUTAMA DAN YANG PERTAMA ialah mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu” (Matius 22:37);

Markus (12:30)  dan Lukas (10:27) menambahkan juga “dengan segenap kekuatanmu”.  Berarti mengasihi Tuhan dengan setiap sel tubuh kita. Ini mengasihi secara total,  semata-mata mengasihi karena mengasihi, tidak ada di dalamnya unsur pamrih.

 

Ini mirip kasih seorang ibu untuk bayinya yang belum bisa apa-apa. Ibu itu rela melakukan apa saja demi si bayi walaupun dia harus berkorban dan menderita. Umumnya  seorang ibu itu begitu, namun di dunia yang penuh dosa ini ada juga ibu-ibu yang tidak mengasihi anak mereka secara total, yang cuma separo hati, bahkan ada yang tega menyiksa anaknya, bahkan membuang bayinya. Kita tidak mengambil contoh ibu-ibu yang kejam itu. Kita mengambil contoh ibu-ibu yang baik, yang penuh pengorbanan dan dedikasi merawat bayinya. Nah, bila kita belum bisa mengasihi Tuhan seperti seorang ibu yang baik yang mengasihi bayinya tanpa pamrih dengan setiap sel tubuhnya, kita belum mematuhi perintah Tuhan ini. Kalau Tuhan belum menjadi pusat kehidupan kita, kita belum mengasihiNya dengan segenap-segenap kita. Kalau masih ada hal lain yang lebih kita utamakan daripada mematuhi kehendak Tuhan dalam hidup kita, kita belum mengasihiNya dengan segenap-segenap kita.

 

Nah, jika kepada Tuhan yang sedemikian baiknya kepada kita, yang telah menebus hukuman dosa kita pada saat kita bahkan belum mengenalNya, Tuhan yang memberi kita hidup, Tuhan yang memelihara kita setiap hari,  kita tidak bisa mengasihi secara  total dengan segenap-segenap kita, bagaimana kita bisa benar-benar mengasihi orang lain yang tidak terlalu baik? Omong kosong, bukan?

 

Manusia itu tidak ada yang benar-benar baik. Dari waktu ke waktu, manusia itu menjengkelkan, manusia berbuat hal-hal yang merugikan orang lain, manusia itu tidak tahu berterima kasih, manusia itu mau menangnya sendiri, manusia itu menyakitkan hati, bahkan manusia yang paling dekat dengan kita pun, bisa membuat kita jengkel, marah, kecewa, dan sakit hati. Bagaimana kita berharap bisa mengasihi manusia-manusia yang tidak benar-benar baik ini tanpa pamrih, jika kita belum bisa mengasihi Tuhan yang mahabaik tanpa pamrih?

 

Seorang istri yang dikasari suaminya, tetapi bungkam, mungkin tidak melawan bukan atas dasar kasih, melainkan ada beberapa kemungkinan:

Ø    Takut malu didengar anak-anak atau tetangga, kok ribut.

Ø    Takut perselisihan menjadi semakin besar dan tidak terkendali, hingga terjadi perceraian.

Ø    Takut jika dicerai tidak mampu menghidupi diri sendiri dan anak-anaknya.

Ø    Takut kehilangan status sosial dan gengsi jika diceraikan.

Begitu pula seorang suami, yang sering memilih mengalah kepada istrinya setiap kali istrinya berbuat sewenang-wenang, mayoritas bukan karena dia mengasihi istrinya, tetapi karena malas aja ribut, atau demi anak-anak tidak mau ribut, memilih diam di rumah, nanti mencari pelepasan di luar rumah, dll.

 

Jika suami-istri yang merupakan hubungan yang paling intim saja, masih memakai sistem pamrih dalam hubungan mereka, apalagi hubungan dengan orang lain.

Karena itu, Yesus memberi kita rumusnya: “harus mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah Perintah yang utama dan yang pertama.” Jika kita sudah bisa mengasihi Tuhan dengan segenap yang kita miliki, dengan setiap sel di tubuh kita, maka kita akan bisa mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri tanpa rasa pamrih.

Mengapa?

1.    Karena Tuhan akan menanamkan kasihNya di hati kita,

sehingga kita bisa mengasihi orang lain tanpa pamrih.

2.    Tuhan akan mengajar kita melihat sesama manusia sebagai diri kita sendiri,

orang-orang yang berdosa, orang-orang yang jahat, namun dikasihi oleh Tuhan. Dan jika Tuhan yang Allah Khalik Pemilik alam semesta ini saja mau mengasihi mereka, maka kita yang sama buruknya dengan mereka pun  patut saling mengasihi.

3.    Dan Tuhan akan membuat kita senantiasa ingat, bahwa Tuhan juga mati untuk semua orang,

jadi semua orang itu berharga di mata Tuhan. Kita tidak punya hak untuk tidak menghargai mereka.

Jadi:

 

MENGASIHI SESAMA MANUSIA TANPA PAMRIH MERUPAKAN BUKTI

BAHWA KITA SUDAH MENGASIHI ALLAH DENGAN SEGENAP YANG KITA MILIKI.

 

Jika hubungan kita dengan Tuhan beres, maka hubungan kita dengan sesama manusia pun bisa beres. Jangan terbalik!

Tetapi jika hubungan kita dengan sesama belum beres, itu artinya hubungan kita dengan Tuhan juga belum beres.

 

Nah, tapi ada satu batu sandungan. Terkadang sepertinya hubungan seseorang dengan sesama itu beres, namun dia tidak berTuhan. Lho bagaimana ini? Ada banyak filantropis di dunia yang tidak berTuhan. Ada yang terang-terangan mengaku atheis, ada yang mengaku beragama tapi tidak mematuhi Hukum Allah.

Berarti rumus yang diberikan Yesus tidak cocok?

BUKAN. Berarti sesungguhnya orang-orang filantropis itu bukanlah berbuat tanpa pamrih. Mereka kaya, mereka tidak membutuhkan pamrih harta, tapi mereka mencari kepuasan mental sebagai filantropis, mereka senang merasa puas bahwa mereka telah berkontribusi berbuat sesuatu yang penting bagi kemanusiaan. Sebaik-baiknya tindakan mereka menolong yang membutuhkan, tapi motivasi di balik perbuatan itu bukanlah motivasi yang murni, karena ujung-ujungnya juga pamrih, untuk memuaskan diri sendiri.

 

Jadi cara yang paling benar adalah mengikuti petunjuk Yesus. Dia yang paling tahu bagaimana bisa hidup sukses sebagai manusia.

1.    Pertama belajar mengasihi Tuhan dengan segenap-segenap kita.

Itu yang paling penting.

2.    Kalau Tuhan sudah kita beri tempat di dalam hati kita,

Tuhan yang berkarya membentuk kita mengasihi sesama. Dan karena itu kasih yang ditumbuhkan Tuhan, itu tidak pamrih.

 

 

Sekarang, bagaimana caranya mengasihi Allah dengan segenap-segenap yang kita miliki? Allah tidak bisa kita peluk, tidak bisa kita cium, tidak bisa dipegang tanganNya, bagaimana kita bisa menyatakan bahwa kita benar-benar mau mengasihi Allah?

 

Yohanes 14:15.

 Jikalau kamu mengasihi Aku, turuti Perintah-perintah-Ku.

 

1 Yohanes 2:5

Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh kasih Allah sudah disempurnakan. Dengan itulah kita tahu, bahwa kita ada di dalam Dia.

 

Jadi, jika kita berkata kita mengasihi Allah, tapi kita sengaja tidak menuruti Perintah-perintahNya, kita berbohong, itu namanya kita belum mengasihi Allah. “Perintah-perintah”Nya itu berarti semua perintahNya, bukan hanya satu Perintah, tapi jamak, semua PerintahNya.

Begitu juga “menuruti FirmanNya”, itu berarti semua yang dikatakan Allah, semua Firman yang tertulis di Kitab Suci. Kata kuncinya pada “SEMUA”, bukan satu-dua.

 

 

Perhatikan, ada suatu pemahaman yang harus kita mengerti:

v   Jangan menganggap jika kita sudah berbuat baik kepada manusia itu buktinya kita sudah mengasihi Tuhan.

Selama dasar perbuatan baik kita itu masih ada pamrihnya, itu bukan perbuatan baik untuk orang lain, melainkan perbuatan baik untuk diri kita sendiri. Kita ternyata belum mengasihi Tuhan.

 

v   Tetapi jika kita juga belum berbuat apa-apa demi kebaikan manusia yang lain,

jika kita belum mengasihi manusia yang lain, itu juga bukti bahwa kita belum sungguh-sungguh mengasihi Tuhan.

1 Yohanes  4:20-21

20 Jikalau seorang berkata, ‘Aku mengasihi Allah,’ dan membenci saudaranya,  ia seorang pendusta, karena dia yang tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, mana bisa dia mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya? 21 Dan perintah ini kita terima dari Dia, yakni dia yang mengasihi Allah, mengasihi saudaranya juga.

 

Jadi, jika kita belum bisa benar-benar mengasihi sesama manusia tanpa pamrih, itu berarti kita juga belum mengasihi Allah dengan “segenap-segenap” yang kita miliki.

 

 

Jadi semuanya harus berangkat dari KASIH KITA KEPADA TUHAN.

 

Dan kita  baru bisa mulai mengasihi Tuhan jika kita menyadari betapa besar kasih Tuhan kepada kita, betapa besar pengorbananNya bagi kita, Dia yang Khalik semesta alam, Raja segala raja, yang dilayani berlaksa malaikat di Surga, sudah rela meninggalkan semua itu untuk menjalani kehidupan kita di dunia ini, sebagai rakyat jelata, sebagai orang yang tidak punya apa-apa, meninggalkan segala kuasaNya, untuk menjalani suatu kehidupan yang melarat, harus bekerja keras sebagai tukang kayu, hingga akhirnya rela dipukuli, disiksa, dan ujungnya mati disalibkan, suatu kematian yang begitu mengerikan dan begitu sengsara, bahkan yang lebih mengerikan dari semua itu, Dia harus memikul beban dosa semua manusia, kematian kekal semua manusia yang pernah hidup. Semua itu untuk menyelamatkan kita dari kematian kekal. Jika kita bisa merasakan kasih Tuhan yang sedemikian besar ini, barulah kita bisa mengasihiNya. Dan bukti bahwa kita sudah mengasihi Tuhan adalah kita mau menuruti segala perintahNya.

 

Yohanes 14:15.

 Jikalau kamu mengasihi Aku, turuti Perintah-perintah-Ku.

 

Karena dikatakan “Perintah-perintah” itu artinya semuanya. LAI menerjemahkannya “segala perintah”. Berarti tidak ada pilah pilih, tidak bisa mengatakan yang ini OK, yang itu tidak cocok buatku, tidak usah. Harus semuanya. Jika masih ada Perintah, peraturan, ketentuan Tuhan yang tidak mau kita patuhi, berarti kita belum mengasihi Tuhan, kita masih lebih mengasihi diri kita sendiri, kita masih lebih mementingkan diri sendiri.

Jika kita menempuh ujian kelulusan suatu hal, dan ada 10 mata pelajaran yang diuji, bisakah kita lulus jika kita mengatakan kita hanya mau mengikuti yang 6 saja, yang 4 tidak? Bahkan bila kita mau mengikuti 9 dari 10 mata pelajaran tapi yang 1 tidak, bisakah kita lulus? Demikian pula dengan  “menuruti Perintah-perintah”, kalau bukan  “segala”  maka tidak masuk hitungan.

 

Yakobus 2:10-11

10 Sebab barangsiapa yang menuruti seluruh Hukum itu, tetapi melanggar dalam satu hal darinya, ia bersalah terhadap seluruhnya. 11 Sebab Ia yang mengatakan, ‘Jangan berzinah’, mengatakan juga ‘Jangan membunuh’. Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar Hukum.

 

Kita harus paham, bahwa yang dilanggar bukan semata-mata Hukum/Perintahnya, melainkan autoritas Dia yang membuat Perintah/Hukum itu. Jadi melanggar Perintah/Hukum yang mana pun, itu melanggar autoritas Tuhan. Dan sengaja melanggar autoritas Tuhan itu sebetulnya adalah perbuatan makar. Dan makar kepada Raja alam semesta itu tidak main-main lho konsekuensinya.

 

 

 

03 01 2014

 

 

 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar